Selasa, 07 Juli 2015

Hukum Ilmu Refraksi Sinar



Hukum Ilmu Refraksi Sinar


  1. Hukum Astigmatism Against the Rule
            (Hukum Astigmat tidak lazim)
            Suatu keadaan kelainan refraksi astigmat dimana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (antara 60 - 120 derajat) atau dengan silinder positif sumbu horisontal (antara 30 - 150 derajat)
             Akibat dari kelengkungan kornea pada meridian horisontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Hal ini sering ditemukan pada usia lanjut.
  1. Hukum Astigmatism With the Rule
            (Hukum Astimat lazim)
            Suatu kelainan refraksi astigmatisme dimana diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horisontal (antara 30 - 150 derajat) atau jika dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (antara 60 - 120 derajat)
            Astigmatism Withe the Rule terjadi akibat dari kelengkungan kornea pada meridian vertikal lebih kuat dibanding dengan kelengkungan pada meridian horisontal. Hal ini umum terjadi pada mata anak yang mulanya dengan kornea spheris biasanya menjadi lebih melengkung yang akan mengakibatkan astigmatism with the rule.
  1. Hukum Donder
            Kedudukan mata terhadap titik fiksasi penglihatan ditentukan oleh arah mata. Bolamata berputar pada sumbu penglihatan tanpa disadari atau disengaja. Jika perhatian tertarik pada benda yang bergerak maka derajat perputaran bolamata ditentukan oleh jarak benda terhadap bidang medial dan dengan bidang horisontal.
  1. Hukum Javal
            (Javal Rule)
            Hukum ini dipakai untuk melakukan koreksi kelainan astigmat dengan hasil keratometri, yaitu :
            Berikan kacamata koreksi pada astigmat lazim (with the rule) atau dengan silinder minus 180 derajat), dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan kemudian ditambahkan dengan 1/4 nilainay dan dikurangi dengan 0,5 Dioptri.
             Berikan kacamata koreksi pada astigmat tidak lazim (against the rule) dengan silinder minus 90 derajat, dengan silinder atau astigmat hasil keratometri yang ditemukan kemudian ditambahkan dengan 1/4 nilainya dan tambah dengan 0,5 Dioptri.

  1. Hukum Knapp
            Pada kelainan refraksi yang murni disebabkan oleh kelainan sumbu (aksial ametropia) jika dikoreksi dengan lensa yang diletakkan pada titik dataran fokus anterior mata maka tidak akan terjadi aniseikonia. Jika lensa diletakkan pada fokal point (16 - 17 mm dari kornea) didepan mata maka besar bayangan retina yang dihasilkan sama besar dengan bayangan mata emmetropia dan panjang sumbunya normal dengan perbandingan dioptri sebanding.
  1. Hukum Kollner
             Cacat penglihatan warna merah hijau merupakan lesi saraf optik ataupun jalur penglihatan, sedang caat penglihatan biru kuning diakibatkan oleh kelainan pada epitel sensori retina atau lapis kerucut dan batang retina.
Terdapat pengecualian pada Hukum Kollner.
            Lesi retina sebelah luar akan mengakibatkan buta warna biru kuning, sedang lesi retina dalam dan saraf optik akan memberikan cacat merah hijau.
  1. Hukum Prentice
            (Untuk aberasi spheris akibat desentrasi lensa)
            Efek prisma yang terjadi pada pemakaian lensa dimana mata tidak melihat melaui pusat lensa (desentrasi), sama dengan jarak (d) dari pusat optik dimana desentrasi terjadi dikalikan dengan kekuatan lensa (p), atau prisma yang trinduksi = d (cm) X p (kekuatan lensa)
  1. Hukum Snell
            (untuk lensa)
            Daya pembiasan sinar bergantung pada indeks bias lensa. Indeks refraksi merupakan rasio besarnya kecepatan sinar berjalan ditempat vakum dibanding dengan kecepatannya pada media yang spesifik, atau : = kecepatan sinar didalam vakum / kecepatan didalam media tertentu.
  1. Hukum Stark-Einstein
            (Hukum Fotokimia kedua)
            Absorbsi cahaya hanya memerlukan satu foton untuk memberikan akibat dari fotokimia pada satu molekul.
            Patut diingat bahwa tidak semua cahaya dan memberikan akibat fotokimia, karena masih banyak variasi non kimia yang dapat menyebarkan energi yang akan dipakai.
  1. Hukum Talbot
             Sinar intermeten dan sinar tetap dengan warna yang sama terangnya akan memberikan tenaga penerangan yang sama persatuan unit.

  1. Hukum Transposisi Sumbu Lensa Silinder
            Lensa stero silinder dapat dianggap sebagai 2 lensa silinder, dimana salah satu meridian dibuat spheris ditambahkan silinder bersilang (cross cylinder) dengan kekuatan dioptri yang sama yang kemudian dikurangkan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar