Selasa, 21 April 2015

TRUMA KIMIA MATA



TRAUMA KIMIA MATA

Definisi
Trauma kimia adalah trauma mata yang disebabkan oleh bahan kimia asam atau basa

Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi 2:
1.     bahan asam:
asam sulfat, air accu, asam sulfur, asam klorida, zat pemutih, asam asetat
2.     bahan basa :
amonia, freon, natrium hidroksida, kapur gamping, lem, kaustik soda, sabun, shampoo, tiner, semen

Patofisiologi
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Baham asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terkelupas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea.
Sedangkan apabila mata terkena bahan kimia basa maka bahan basa tersebut akan bergabung dengan asam lemak dalam sel membran sehinggaSedangkan apabila mata terkena bahan kimia basa maka bahan basa tersebut akan bergabung dengan asam lemak dalam sel membran sehingga terjadi proses saponifikasi/penyabunan yang mengakibatkan kerusakan sel, diikuti koagulasi dan pelunakan jaringan, yang mempercepat terjadinya penetrasi kedalam stroma kornea sehingga secara cepat merusak jaringan kolagen dan proteoglikan. Pada bahan basa kuat penetrasinya sampai ke BMD hingga terjadi inflamasi serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan di konjungtiva, sklera berupa iskemia, koagulasi dan nekrosis, karena perlunakan jaringan penetrasi bisa sampai ke koroid dan retina.
Berat ringannya kerusakan tergantung pada :
1.     jenis, jumlah, tingkat kepekaan, dan pH bahan kimia yang mengenai
2.     luas area yang terkena
3.     dalamnya penetrasi
4.     lamanya kontak

Anamnesa dan Gejala Klinis
Subyektif
Penderita mengeluh adanya bahan kimia asam atau basa yang mengenai mata disertai rasa nyeri sampai tidak bisa membuka mata, berair, kabur, dan silau.

Obyektif
-          Visus menurun
-          Kelopak mata bengkak, kadang-kadang ada luka bakar
-          Konjungtiva hyperemia, kemosis, karena bahan kimia basa bisa terkadi iskemia dan nekrosis konjungtiva dan sklera, tergantung berat ringannya keadaan
-          Kornea edema, tes fluorescein (+)/ erosi, sampai kekeruhan kornea yang hebat
-          Trias kornea : blefarospasme, epifora, fotofobia

Cara Pemeriksaan
-          anestesi lokal
-          tes fluorescein
-          pemeriksaan memakai lampu senter + loupe, slit lamp biomikroskop
-          kertas pH meter/lakmus untuk mengetahui jenis bahan kimia

Diagnosa
Diagnosa biasanya dibuat setelah anamnesa dan pemeriksaan fisik dari mata pasien. Namun biasanya diagnosa lebih didasarkan pada riwayat kejadian yang dialami daripada tanda dan gejala yang dirasakan.


Klasifikasi tingkat keparahan akibat trauma kimia berdasarkan :
Hughes
1.     ringan
a.     erosi kornea
b.    kekeruhan kornea yang ringan
c.     nekrosis dan iskemia konjungtiva dan sklera tidak ada
2.     sedang
a.     erosi kornea
b.    kornea keruh sehingga sukar melihat iris dan pupil
c.     nekrosis dan iskemia konjungtiva dan sklera yang ringan
3.     berat
a.     erosi kornea
b.    kornea keruh sekali sehingga tidak bisa melihat iris dan pupil
c.     konjungtiva dan sklera pucat

M.J.Rooper-Hall
Grade               Kornea                                           Konjungtiva                                Prognosa
I            erosi kornea                                      iskemia konjungtiva (-)                            baik
II           kornea keruh                                 iskemia <1/3 limbus konjungtiva                   baik
III         epitel kornea rusak total,            iskemia 1/3-1/2 limbus konjungtiva              kurang baik
             stromal keruh, detail iris kabur
IV         kornea keruh/putih                         iskemia >1/2 limbus konjungtiva                 jelek
                detail iris tak tampak

Penatalaksanaan

  1. Segera lakukan irigasi di lokasi cedera dengan larutan fisiologis, asam borat, air matang, ataupun air bersih (air mineral, air sumur, PDAM) selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit sebelum pasien dikirim. Irigasi selain ditujukan pada permukaan kornea, juga pada forniks superior maupun inferior
  2. Semua benda asing yang jelas tampak harus diirigasi apabila mungkin, dan bila ada sisa bahan kimia dibersihkan dengan lidi kapas basah/pinset
  3. Di ruang darurat dilakukan irigasi permukaan kornea, termasuk forniks konjungtiva, dengan cairan dalam jumlah besar. Selain isotonik steril (beberapa liter untuk satu mata yang cedera) diteteskan dengan selang intravena standar  (drip/continous irrigation) atau spuit 20 cc disposible (manual)
  4.  pada trauma kimia asam, pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin (paling tidak sampai setengah jam) untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. Dapat digunakan larutan natrium bikarbonat 3%
  5. pada trauma kimia basa, tindakan yang dilakukan adalah secepatnya melakukan irigasi dengan larutan garam fisiologis, dapat juga dipergunakan larutan asam borat, asam asetat 0,5%, atau buffer asam asetat pH 4,5 untuk menetralisir. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin (paling tidak sampai satu jam). Bila mungkin irigasi dilakukan pada satu jam setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika topikal, bebat mata selama mata masih sakit, dan EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma alkali, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh.
  6. Regenerasi epitel akibat asam lemah atau alkali sangat lambat, biasanya baru sempurna setelah 3-7 hari
  7. Mungkin diperlukan spekulum kelopak mata dan anestetik local (pantokain e.d 2% slama 5 menit) untuk mengatasi blefarospasme. Analgetik dan anestetik local serta sikloplegik hampir selalu diberikan
  8. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya benda asing penyebab luka tersebut. Gunakan aplikator berujung kapas (kapas lidi) yang basah dan forceps ahli perhiasan untuk mengeluarkan benda-benda berbentuk partikel dari forniks
  9. Periksa pH permukaan mata dengan menaruh seberkas kertas indikator di forniks, ulangi irigasi apabila pH tidak terletak antara 7,3-7,7
  10. Setelah irigasi, berikan salep antibiotik spectrum luas dan bebat tekan. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi sekunder
  11. Steroid topikal (pada kasus berat grade III/IV), obat-obat anti glaukoma, dan sikloplegik diberikan selama 2 minggu pertama. Sikloplegik jangka panjang (atropin 2%) diberikan 1 tetes untuk mengurangi atau mencegah perlekatan antara iris dan lensa (sinekia anterior). Setelah 2 minggu pemakaian steroid harus berhati-hati karena obat ini menghambat reepitelialisasi
  12. Tetes mata askorbat (vitamin C), sitrat, atau asetilsistein (inhibitor kolagenase) untuk mengurangi perlunakan kornea
  13. Air mata buatan, tarsorafi, atau lensa kontak bebat diberikan apabila kornea terpajan dan ada defek epitel yang menetap
  14. Lakukan evaluasi terhadap pasien setiap hari dan lakukan pengobatan hingga sembuh. Penting juga untuk memonitor TIO, peningkatan TIO dapat timbul sebagai komplikasi lanjut dari trauma kimia karena terjadi penyumbatan lubang trabekulae oleh sel-sel radang
  15.   Mungkin bisa terjadi penyulit

o    Entropion
o    Sindroma mata kering     -> air mata buatan, lensa kontak “bandage”, tarsorafi
o    Simblefaron                  -> simblefarektomi
o    Glaukoma
o    Katarak traumatika         -> ekstraksi lensa
o    Ekspose/perlunakan kornea
o    Sikatrik kornea               -> keratopasti

Prognosa

  • Tergantung pada kompetensi pembuluh darah sclera dan konjungtiva
  • Semakin banyak jaringan epitel perilimbus dan pembuluh darah sclera dan konjungtiva yang rusak, semakin buruk prognosenya
  •  Pada trauma kimia asam, biasanya akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu


Daftar Pustaka


  1. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 14.1996. Jakarta: Widya Medika
  2. Ilyas, Sidharta, Prof,dr, Sp.M. Ilmu Penyakit Mata.2003. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
  3.  Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dr.Soetomo. 2002. Surabaya: RSU Dr. Soetomo





Tidak ada komentar:

Posting Komentar