Selasa, 21 April 2015

TRAUMA TUMPUL



TRAUMA TUMPUL

            I.      RUDAPAKSA MATA MEKANIS TUMPUL

Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar, berat, energi kinetic dari obyek.

         II.      MEKANISME

Gelombang tekanan akibat dari rudapaksa mata menyebabkan:
a.       Tekanan yang sangat tinggi dan jelas dalam waktu yang singkat didalam bolamata.
b.      Perubahan yang menyolok dari bola mata.
c.       Tekanan dalam bolamata akan menyebar antara cairan vitreous ynag kental dan jaringan sclera yang tidak elastis.
d.      Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat dimana ada perbedaan elastisitas, mis: daerah limbus, sudut iridocorneal, ligmentum Zinnii, corpus ciliare.

     III.      RESPON DARI JARINGAN
a.    Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi iskemia dan nekrosis local.
b.    Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang menurun.
c.     Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel akan menyebar menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi udema dan perdarahan.
             
Karena tiap-tiap jaringan mempunyai sifat-sifat dan respon khusus terhadap trauma maka akan dibicarakan satu-persatu.

1.    PALPEBRA
·         Laserasi dan hematom
Pada pemeriksaan didapatkan luka memar,udema dan ekskoriasi.
Pengobatan: Pembersihan luka dan kompres dingin.

2.    KONJUNGTIVA
·         Perdarahan di bawah konjungtiva
Tampak bercak merah berbatas jelas.
Biasanya tanpa terapi dapat sembuh sendiri, tetapi untuk mempercepat dapat dibantu dengan vasokonstriksi.
·         Edema
Bila massif dan terletak sentral dapat mengganggu visus.
Kondisi ini dapat diatasi dengan jalan reposisi konjungtiva atau menusuk konjungtiva sehingga terjadi jalan untuk mengurangi edema tersebut.
Dapat juga dibantu dengan cairan saline yang hipertonik untuk mempercepat penyerapan.
·         Laserasi
Bila laserasi sedikit dapat diberi antibiotika untuk membatasi kerusakan. Daya regenerasi epitel konjungtiva yang tinggi sehingga akan tumbuh dalam beberapa hari.
Laserasi dan jaringan necrotic maka inflamasi akan lebih menonjol daripada traumanya.
Dalam hal ini daerah nekrosis harus dieksisi.
3.    KORNEA
·       Erosi kornea ( hilangnya sebagian epitel kornea )
Bila penderita mengeluh nyeri, fotofobi, epifora, blefarospasme, perlu kita lakukan pemeriksaan pengecatan fluorescein.
Bila (+) berarti sebagian kornea tampak hijau berarti ada suatu lesi atau erosi kornea.
Tx: Bebat mata dan diharapkan 1-2 hari terjadi penyembuhan.
Bila erosi luas maka perlu tambahan antibiotika.
·         Edema kornea
Dapat berupa edema yang datar atau edema yang melipat dan menekuk ke dalam masuk ke membrane bowman dan descemet.
Tx: Pemberian antibiotika dan bebat mata, kadang-kadang diperlukan lensa kontak untuk melindungi kornea pada fase penyembuhan.

4.          BILIK MATA DEPAN
·         Hifema
Adalah perdarahan dalam bilik mata depan yang berasal dari iris dan corpus siliare. Respon vaskuler yang terkena adalah A. Ciliaris Anterior, perdarahan vena di schlemm kanal dan adanya hipotoni, seperti pada siklodialisis. Pada umumnya 70% kasus penyerapan terjadi dalam waktu 5-6 hari. Bila perdarahan luas koagulasi di bilik mata depan akan luas dimana terjadi gumpalan fibrin dan darah merah. Hal ini akan memperlambat penyerapan ditambah lagi hambatan mekanis terhadap “outflow” humor aquos di sudut iridocorneal. Pada beberapa produk darah menempel pada bagian anterior pigmen membrane dari iris di daerah pupil dan sudut irdocorneal. Walaupun sepintas bilik mata depan jernih, tetapi iritis cukup kuat untuk membentuk sinekia anterior dan posterior. Hifema sekunder pada umumnya nampak antara hari ke 2 dan ke 5. Biasanya diikuti ancaman iritis. Pada hifema ringan dapat terjadi glukoma sekunder dengan meningkatnya tekanan intra okuler. Hal ini dari adanya edema di trabekuler meshwork, sehingga terjadi gangguan outflow humor akuos.
Tekanan intra okuli kadang baru terjadi beberapa hari setelah trauma, ini adalah akibat adanya perdarahan sekunder.
Frekwensi perdarahan sekunder tanpa kenaikan tekanan intra okuli  adalah 30%.
Frekuensi perdarahan sekunder dengan kenaikan tekanan intra okuli  adalah 50%.
Pengobatan hifema:
Bila tanpa penyulit:
1.      Tirah baring sempurna dengan posisi kepala lebih tinggi +  300.Larangan gerakan fisik dan mengangkat kepala.
2.      Pemakaian bebat mata.
Masih kontroversi memakai atau tidak. Bila kedua mata dibebat diharapkan mengistirahatkan mata.
Tetapi pada anak menyebabkan gelisah dan pada dewasa akan terjadi disorientasi.
1.      Tetapi bila satu mata dibebat maka paling tidak penderita atau keluarga sadar terhadap penyakitnya yang serius dan mereka lebih berhati-hati dan membatasi gerak.
3.      Pada umumnya setelah 5-6 hari hifema hilang.
4.      Simptomatis diberikan bila perlu:
a)      Missal: penenang, anti fibrinolitik.
b)      Bila penyerapan berjalan lambat lebih dari 7 hari maka dapat dibantu dengan pemberian miotikum dengan tujuan memperluas permukaan iris sehingga penyerapan darah lebih cepat.
c)      Bila ada kecenderungan pembentukan sinekia dapat diberikan midriatikum.
d)     Bila ada tanda-tanda glaukoma sekunder dan diberi obat anti glaucoma.
5.      Dilakukan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan  darah dari bilik mata depan.
Hal ini dilakukan pada kasus-kasus:
a)      Hifema yang tidak kurang selama 5 hari dan darah lebih dari ½ bilik mata depan.
b)      Tanda-tanda glaucoma sekunder.
c)      Tanda-tanda hemosiderosis.
Biasanya hemosiderosis yang ringan hilangnya agak lama yaitu setelah beberapa bulan. Hal ini disebabkan karena proses fagositosis dari produk Hb ini berjalan lambat dari tepi ke sentral.

5.    IRIS
·             Iridodialisis
a)         Iris lepas dari insersi yang kadang diikuti dengan hifema.
b)         Pupil miosis.
c)          Ax : penderita merasa melihat double pada satu mata(diplopia unilateral)
d)         Pemeriksaan : tampak sebagian iris lepas.
e)          Tx : passive, tetapi bila ada keluhan operatif.

6.    PUPIL
·               Midriasis :
Akibat dari parese saraf optikus atau karena ruktur otot sfincter.

7.      LENSA
Penyebab utama kerusakan lensa adalah kerusakan seluler dan laserasi  jaringan.
                  Mekanisme :
                  Gelombang tekanan menekan humor aquos.
                  Iris tertekan kearah vitreous.
                  Lensa tertekan kembali kearah humor aquos dan diafragma iris.
                  Tambahan tekanan pada kapsul dan epitel lensa.
Terjadi kerusakan jaringan intraseluler fiber dari lensa, nekrosis kapsul dan dislokasi  sebagian material lensa.

Kekeruan lensa :
a)      Subluksasi atau dislokasi lensa :
      Dapat kedua arah yaitu menuju bilik mata depan dan posterior menuju badan kaca
      Keluhan berupa penglihatan menurun dan melihat dobel pada satu mata.
      Pada pemeriksaan terlihat iris tremulans dan bilik mata depan yang dalam.
      Pengobatan :
·         Aktif dengan operasi pada dislokasi anterior. Hal ini untuk mencegah terjadinya kerusakan endotel kornea dan glaucoma sekunder.
·         Passive secara konservatif pada dislokasi posterior.

8.            SEGMEN POSTERIOR
Kita menduga adanya kerusakan segmen posterior bila penglihatan menurun tanpa kerusakan segmen anterior.
a.       Perdarahan badan kaca
·         Darah berasal dari korpus ciliare.
·         Keluhan berupa visus yang kabur.
·         Pemeriksaan dengan oftalmoskop nampak kekeruhan badan kaca.
·         Pengobatan hanya konservatif
b)      Udema macula
               Terjadi karena timbunan cairan subretina dimakula.
c)      Robekan retina
      Keluhan kabur, benda tampak bergelombang.
      Pemeriksaan tampak ablasi retina yang terlihat dengan oftalmoskop.
      Pengobatan dengan operasi.                       
d)     Keluhan nervus optikus

HIFEMA

BATASAN

         Perdarahan dalam bilik mata depan yang berasal dari pecahnya pembuluh darah pada iris atau badan silier akibat ruda paksa tumpul.

PATOFISIOLOGI

         Ruda paksa tumpul dengan kecepatan tinggi pada bola mata akan menimbulkan tekanan yang sangat tinggi didalam bola mata. Tekanan ini menyebar kearah posterior badan kaca dan sclera(equatorial zone). Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan letak diafragma lensa-iris keposterior, pecahnya pembuluh darah arteri di iris, badan  silier, dan pembuluh darah di khoroid. Selanjutnya, perdarahan ini masuk kedalam bilik mata depan.

GEJALA DAN TANDA
·         Penderita akan mengeluh nyeri disertai epifora dan blefarospasme. Penglihatan juga kabur setelah mata penderita terkena benda tumpul.
·         Dari pemeriksaan fisik, didapatkan visus yang menurun tekanan intraokuli bisa normal, meningkat, ataupun menurun. Bentuk pupil penderita dapat normal, midriasis, atau lonjong akibat adanya oftalmoplegi interna. Pembuluh darah perikornea melebar. Hifema (+),volumenya: <1/3 BMD, >1/3 BMD, total hifema atau eight ball, Black ball eye. Hifema kadang diikuti abrasi kornea sehingga tes fluoresin yang positif atau negatif. Kadang-kadang terlihat iridoplegi dan iridodialisis.

PEMERIKSAAN

            Dilakukan tes fluoresin untuk mengetahui adanya abrasi kornea atau tidak. Jika pemeriksaan sulit dilakukan karena adanya blefarospasme, penderita diberi anestesi local terlebih dahulu. Dilakukan pemeriksaan pula pada segmen anterior dengan lampu senter dan loupe atau slit lamp biomicroscope.


PENYULIT

            Penyulit yang mungkin terjadi adalah glaucoma sekunder, uveitis, hifema sekunder, dan hemosiderosis.

PENATALAKSANAAN

            Penatalaksanaan hifema bisa dilakukan dengan konserfatif ataupun operatif .
            Penderita yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi lebih dari 5% kamera anterior diharuskan tirah baring dengan posisi kepala lebih tinggi dari badan + 30o. mata diistirahatkan dengan bebat mata dan pada penderita anak-anak dapat diberikan obat penenang. Antibiotika tetes mata, kortikosteroid tetes mata, dan sikloplegik diberikan pada mata yang sakit selama 5hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaucoma, atau hemositerois. Asam amino kaproat oral 100mg/kg BB/4jam dengan dosis maksimal 30g/hari.dapat diberikan pula selama 5hari untuk menstabilkan bekuan darah sehingga resiko perdarahan ulang lebih kecil. Jika terjadi glaucoma, penatalaksanaan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0.5% 2x sehari, acetazolamid 250mg oral 4x sehari, dan obat hiperosmotik(manitol, gliserol, atau sorbitol). Tindakan operasi parasentesis dilakukan jika ada tanda-tanda kenaikan tekanan intra okuler, hifema yang tetap dan tidak berkurang lebih dari 5hari, dan jika terjadi hemosiderosis pada endotel kornea.

TEKNIK PARASENTESIS

            Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan.
            Tekniknya sebagai berikut :
            Dibuat insisi kornea 2mm dari limbus kearah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya jika dilakukan penekanan pada bibir luka, koagulum keluar dari bilik mata depan. Jika darah tidak keluar seluruhnya, bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.

PROGNOSA

            70% kasus dalam 5-6hari hifema akan hilang sempurna karena terjadi penyerapan. Tapi, ptisis bulbi dan kebutaan dapat terjadi juga jika hemosiderosis yang terjadi dibiarkan saja.

DAFTAR PUSTAKA

~ PDT 2002
~ Ilyas, Sidharta: Ilmu Penyakit Mata.Jakarta 2004,Balai Penerbit FKUI.
~ Vaughan D: Oftalmologi Umum,Edisi 14
~ Buku Diktat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar