Selasa, 21 April 2015

XEROFTHALMIA



PENDAHULUAN

Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, selain itu vitamin A penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup mendapat vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah , sehingga tidak membahayakan jiwa anak.
Dengan adanya bukti-bukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan  angka kematian yaitu sekitar 30%-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak.
Di Indonesia Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah gizi utama. Sejak sepuluh tahun terakhir, kasus- kasus kurang vitamin A tingkat berat (xeroftalmia) sudah jarang ditemui, sehingga ketika muncul kembali kasus-kasus xeroftalmia di berbagai daerah, tidak dapat  segera terdeteksi karena keterbatasan kemampuan para tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil kunjungan di beberapa propinsi, menunjukkan munculnya kasus xeroftalmia pada penderita gizi buruk. Kasus xeroftalmia ditemukan mulai dari tingkat ringan sampai berat yang dapat menyebabkan kebutaan.Mengingat kasus gizi buruk masih terdapat hampir di seluruh propinsi, di khawatirkan akan terjadi ledakan kasus xeroftalmia di Indonesia.
Kurang vitamin A tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. Kurang vitamin A tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium
Masalah Kurang vitamin A dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeroftalmia yang hanya sedikit tampak di permukaan.

ANATOMI FISIOLOGI
Kornea adalah selaput bening atau bagian hitam mata. berguna sebagai jalan masuknya cahaya kedalam bola mata (Retina)sehingga kita dapat melihat.
Lensa Mata adalah bagian mata yang bening dan tembus cahaya. Berguna untuk memusatkan cahaya yang masuk melalui kornea sehingga kita dapat melihat benda dengan jelas.
Konjungtiva Adalah selaput lendir mata atau bagian putih mata. Berguna untuk melindungi bola mata.
Retina Adalah lapisan paling dalam mata, sebagai lapisan penerima cahaya. Berguna untuk menangkap cahaya yang masuk sehingga kita dapat melihat dalam keadaan terang maupun kurang cahaya.


DEFINISI
            Xeroftalmia adalah kelainan pada mata akibat kekurangan vitamin A. Kata Xeroftalmia berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening ( cornea mata).


EPIDEMIOLOGI
Survei untuk menentukan prevalensi/insidensi
Banyak survei prevalensi yang telah dilakukan di berbagai negara selama lebih 25 tahun belakangan menunjukkan bahwa 5 – 10 juga anak menderita xeroftalmia setiap tahun dan dari jumlah tersebut 500.000 di antaranya mengalami kebutaan. Estimasi pada awal tahun 1920-an, prevalensi defisiensi vitamin A subklinis pada anak berkisar 125 juta, di mana 1 – 1,25 juta di antaranya meninggal per tahun. Angka yang mencengangkan ini berlawanan dengan fakta bahwa prevalensi xeroftalmia subklinis jelas mengalami penurunan di banyak negara. Hal ini nampak jelas di Indonesia, di mana prevalensi kelainan pada mata turun sebanyak 75% antara tahun 1977 hingga 1992. Seberapa besar penurunan angka ini disebabkan oleh program pengendalian defisiensi vitamin A masih belum jelas, namun sebagian besar fakta menunjukkan kalau aktivitas program pengendalian ikut andil di berbagai negara. Program pemberian suplemen telah banyak dijalankan di berbagai negara di dunia, sehingga bisa dianggap bahwa prevalensi defisiensi subklinis, dan risiko mortalitas juga mengalami penurunan. Sebagai contoh, program pengendalian defisiensi vitamin A di Nepal telah diperluas di seluruh wilayah pada tahun 2001, dengan tingkat cakupan di atas 90%. Upaya ini telah menyelamatkan lebih dari 39.000 nyawa per tahun di negara Asia selatan ini.
FAKTOR RESIKO
Geografi
Distribusi global defisiensi vitamin A ditandai dengan prevalensi tinggi di Afrika dan Asia Selatan dan Tenggara, prevalensi sedang di beberapa negara Amerika Tengah dan Selatan. China dan beberapa negara kurang berkembang lain di Asia timur laut juga menunjukkan defisiensi subklinis yang signifikan. Peta ini mencerminkan pemahaman kita tentang distribusi geografis risiko defisiensi vitamin A di tingkat negara. Program pengendalian defisiensi vitamin A utama semakin meningkat selama beberapa tahun belakangan di banyak negara, sehingga tingkat defisiensi vitamin A yang sesungguhnya telah turun secara drastis. Namun, tanpa intervensi berkesinambungan, negara-negara ini kemungkinan akan kembali ke kondisi yang seperti nampak pada peta. Di samping adanya variasi prevalensi di tingkat negara menurut kondisi geografiknya, xeroftalmia dan defisiensi vitamin A subklinis juga muncul secara berkelompok di tingkat provinsi, kabupaten, desa, dan keluarga. Pengelompokan xeroftalmia di tingkat keluarga dan desa memberi kemungkinan bagi pelaksanaan intervensi terfokus pada desa atau keluarga berisiko tinggi. Namun, pendekatan semacam ini belum pernah dicoba di banyak program pemerintah hingga saat ini.
Faktor sosial
Defisiensi vitamin A terpusat pada kelompok sosial ekonomi lemah di negara sedang berkembang. Keluarga anak yang menderita xeroftalmia merupakan keluarga miskin dan memilik status sosial lebih rendah daripada keluarga tanpa anak menderita xeroftalmia. Meksi negara miskin dengan progam pemberian suplemen vitamin A yang efektif telah secara drastis menurunkan beban defisiensi klinis dan subklinis pada populasinya, namun pada sebagian kasus, faktor yang mendasari terjadinya defisiensi vitamin A, seperti kemiskinan, diet rendah, dan lain sebagainya, tidak mengalami perubahan.
Perbedaan etnis
Tidak ada fakta yang menunjukkan kalau variasi etnis ikut menjadi penyebab kerentanan terhadap defisiensi vitamin A atau gambaran klinisnya. Variasi prevalensi dan atau derajat defisiensi vitamin A sesuai etnis kemungkinan disebabkan oleh adanya variasi kultur dalam praktek diet dan status sosioekonomi.


PATOGENESIS (External deasease)

Vitamin A adalah termasuk vitamin terlarut lemak yang penting. Penyakit manusia bisa disebabkan dari kekurangan atau bisa juga kelebihan asupan vitamin A. Sejak tahun 1920-an, telah diketahui adanya hubungan antara kurang vitamin A dan perubahan fungsi sistem imun. Defisiensi vitamin A xerosis berhubungan erat dengan gangguan fungsi barrier seperti metaplasia skuamosa dan keratinisasi jaringan epitel yang mensekresi mukus normal di konjungtiva dan pada sistem pernapasan dan genitourinarius. Di samping itu, kurang  vitamin A berhubungan dengan gangguan pembentukan respon antibodi terhadap beberapa antigen namun tidak semua antigen. Secara lebih spesifik, kurang vitamin A berhubungan dengan defisiensi respon antibodi tipe 2 yang tergantung dan tidak tergantung pada sel T. Kurang vitamin A juga akan mempengaruhi berbagai subklas respon imun seluler, termasuk sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel NK (natural killer) dan perubahan limfosit blastogenik.,(buku mbak umi)
             Akibat kurang vitamin A yang terjdi  pada mata ditandai dengan Bitot spot , permukaannya berbusa, terdapat area segitiga abu-abu pada conjungtiva bulbi yang dapat terlihat pada celah palpebra. Bintik ini terdiri dari epitel keratinized, sel radang, debris, dan Corine bakterium xerosis, bacilli ini  yang memetabolisir debris dan memproduksi busa.
            Kurang vitamin A berpengaruh pada Xeroftalmia, dan yang bertanggung jawab untuk setidaknya 20.000-100.000 kasus baru dari kebutaan yang meliputi seluruh dunia setiap tahunnya. Faktor resiko terbesar Xeroftalmia adalah bayi malnutrisi dan ibu dengan defisiensi vitamin A, khususnya bayi yang menderita campak atau diare. Infeksi yang bersamaan dengan herpes simpleks, campak atau  bakteri lain yang kemungkinan lebih lanjut cenderung menjadikan anak menderita keratomalasia dan kebutaan. Berikut ini adalah mereka-mereka yang beresiko terkena xeroftalmia adalah:
  1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR < 2,5 kg).
  2. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif.
  3. Anak yang tidak mendapat makanan pengganti ASI yang cukup baik mutu maupun jumlahnya.
  4. Anak kurang gizi BGM (Bawah Garis Merah) pada KMS.
  5. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, TB, Pneumonia) dan cacingan.
  6. Anak yang tinggal di daerah dengan sumber vitamin A yang kurang.
  7. Anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu.
  8. Anak yang jarang makan makanan yang mengandung vitamin A.
GEJALA KLINIS
Pembagian Xerophtalmia:
  1. (XN)           : Buta Senja/ Nyctalopia.
  2. (X1A)         : Xerosis Conjungtiva.
  3. (X1B)         : Xerosis Conjungtiva dan bercak Bitot.
  4. (X2)            : Xerosis cornea.
  5. (X3A/X3B) : Keratomalasia dan Ulserasi kornea.
  6. (XS)            : Xerophtalmia scars/sikatriks kornea.
Buta Senja:
            Penglihatan menurun saat senja hari, bahkan tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya. Kadang saat berjalan membentur beda sekitarnya.
            Jika dilakukan pemerisaan pada mata tidak terdapat kelainan atau perubahan pada mata(mata terlihat normal).

Xerosis Conjungtiva:
            Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, berkeriput dan berpigmentasi dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Orang tua biasanya mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna menjadi kecoklatan.

Xerosis Conjungtiva dan bercak Bitot:
            Adanya tanda-tanda xerosis conjungtiva ditambah bercak putih seperti busa sabun atau keju (bercak Bitot) terutama di daerah celah mata sisi luar.Orang tua biasanya mengeluh mata anaknya bersisik atau timbul busa. Dalam keadaan berat tampak kekeringan meliputi seluruh permukan konjungtiva. Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.

Xerosis Cornea:
            Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea. Korne tampak menjadi suram dan kering, dan permukaan kornea tampak kasar. Keadaan anak biasanya buruk (gizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA dan diare).

Keratomalasia dan Ulserasi kornea.
            Kornea menjadi lunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus kornea atau perlukaan.Keadaan umum penderita sangat buruk.Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah).

Xeroftalmia Scar
            Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis.

 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN XEROFTALMIA

Pencegahan
Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah Kurang Vitamin A dan Xeroftalmia adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan.

Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan sebagai berikut:
¨      Meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan
¨      Menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi)
¨      Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala

Ketiga pendekatan ini bukan merupakan upaya yang masing-masing berdiri sendiri, namun pada sebagian besar progam menerapkan berbagai kombiasi dari strategi tersebut.(mbak umi) Pendekatan yang paling banyak diterapkan dalam program pengendalian kurang vitamin A adalah pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi secara berkala. Pada pendekatan ini diberikan kapsul berbasis minyak 200.000 UI setiap 4 – 6 bulan sekali pada anak berusia di atas 12 bulan dan separo dosis bagi anak berusia 6 – 12 bulan.

            Penambahan vitamin A ke dalam makanan yang dikonsumsi merupakan strategi sentral yang digunakan di banyak negara untuk meningkatkan status vitamin A. Contohnya di negara Barat, di mana susu dan margarin adalah contoh dua makanan yang biasa ditambah dengan vitamin A.(mbak umi) Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A ini dapat melalui proses komunikasi-informasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling baik. Namun, agar efektif harus dipilih bahan makanan yang tepat. Bahan makanan ini harus dikonsumsi dalam jumlah yang cukup oleh populasi target (biasanya segmen populasi miskin), harus diproses secara sentral sehingga upaya kendali mutu relatif mudah diterapkan, dan penambahan vitamin A jangan sampai mengubah rasa, warna, atau kualitas organoleptik produk makanan maupun meningkatkan biaya hingga level yang tidak dapat dicapai oleh konsumen. Pendekatan ini telah dicoba di sejumlah negara berkembang, dan sekarang telah tersedia berbagai produk yang telah diperkaya dengan vitamin A. Namun, penambahan vitamin A belum menjadi komponen sentral dalam program pengendalian defisiensi vitamin A di banyak negara, terutama disebabkan oleh belum adanya produk makanan yang dibeli oleh kelompok ekonomi lemah dalam jumlah besar dan belum ada kriteria teknis yang memuaskan untuk upaya penambahan vitamin A ini. Perlu disadari pula bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata.
Selain itu kegiatan fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan. Peningkatan asupan preformed retinol atau beta-carotene dalam diet, yang akan diubah menjadi retinol di dalam tubuh, merupakan pendekatan jangka panjang terpilih dan dapat bertahan dalam waktu lama untuk mengendalikan defisiensi vitamin A. Namun, berbagai penghalang untuk merubah perilaku diet terbukti sulit diatasi. Di antaranya perspektif budaya tentang makanan yang tepat bagi anak kecil, fakta bahwa sumber preformed retinol di dalam diet harganya mahal dan di luar jangkauan mereka yang berisiko tinggi, dan kurangnya ketersediaan makanan kaya vitamin A pada musim tertentu. Meski pendekatan ini tetap merupakan tujuan dari berbagai program yang tengah dikembangkan, namun semakin banyak pihak menerima bahwa pemberian suplemen vitamin A akan menjadi strategi pengendalian primer di masa depan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
TERAPI
Bila ditemukan bayi atau anak balita dengan salah satu tanda xerofalmia seperti: buta senja, bercak putih (bercak bitot), mata keruh atau kering: 
¨            Saat ditemukan
Segera diberi 1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur:
Bayi < 5 bulan : ½ kapsul biru (50.000 SI).
Bayi 6-11 bulan: 1 kapsul biru (100.000 SI).
Anak 12-59 bulan: 1 kapsul merah (200.000 SI).
¨   Hari berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur
¨   Empat minggu berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur (kelainan mata berupa bercak bitot, mata keruh atau kering yang disertai luka perlu diberikan pengobatan lokal seperti salep atau tetes mata antibiotik dengan cara diteteskan pada bagian dalam kelopak mata oleh dokter)
a.       Campak, Pneumonia, Diare, Gizi Buruk dan Infeksi lain
Anak balita yang menderita penyakit seperti tersebut di atas segera diberi satu kapsul vitamin A 200.000 SI. Untuk bayi diberi satu kapsul vitamin A 100.000 SI
Pengobatan vitamin A harus diberikan secara bersamaan dengan perbaikan gizi, pengobatan infeksi, dan penyakit lain disertai dengan penyuluhan bagi keluarga.
Catatan
Bila di suatu desa terdapat”kejadian Luar Biasa (KLB)” campak, maka sebaiknya seluruh anak balita di desa  tersebut masing-masing diberi satu kapsul vitamin A
b.      Rujukan:
Pada tahap XN, X1A, XIB, X2 segera rujuk ke puskesmas. Pada tahap ini mata masih dapat disembuhkan.
Pada tahap X3A, X3B, dan XS, segera rujuk ke dokter spesialis mata/ RS/ BKMM (Balai Kesehatan Mata Masyarakat). 
KOMPLIKASI
            Xeroftalmia disebabkan oleh hipovitaminosis A. Secara klinis, terjadi Xerosis konjungtiva dengan bercak Bitot yang khas dan perlunakan kornea (Keratomalasia), yang nantinya dapat menyebbkan perforasi dari kornea.
            Malnutrisi protein menyebabkan eksaserbasi penyakit dan menjadikannya refrakter terhadap pengobatan dan sering mengakibatkan kebutaan.
            Bayi yang terkena sering tidak dapat bertahan sampai dewasa, dan meninggal akibat:
1.      Malnutrisi.
2.      Pneumonia yang dikarenakan epitel jalan nafas juga terkena
3.      Diare karena epitel gastro intestinal terkena
4.      Avitaminosis A juga menghambat pertumbuhan tulang. Jika tulang tengkorak tidak tumbuh sedangkan otak tumbuh terus, timbul peningkatan intrakranial dan papil edema.( voughn).
 
Refferrences


  1. Hwang DG , 2001 : Problem of organisms resistant to ocular antimicrobials, The joint scientific meeting of the college of ophthalmologists of Hong Kong, pp.1-6
  2. American Academy of Ophthalmology , 2001 – 2002 : External diseases and Cornea, section 8, pp.173-174
  3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, 1995 :  General Ophthalmology, 14th ed, Prentice-Hall International, Inc, pp.123-128
  4. Bron A, Bialasiewicz A, 2001: Progress in the treatment of ocular infection, Eurotimes, Spain, Expert meeting, Oct, pp.1-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar