PENDAHULUAN
Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, selain
itu vitamin A penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang cukup
mendapat vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lain, maka
penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah , sehingga tidak
membahayakan jiwa anak.
Dengan adanya bukti-bukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam
menurunkan angka kematian yaitu sekitar
30%-54%, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini
lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup anak, kesehatan dan pertumbuhan anak.
Di Indonesia Kurang Vitamin A (KVA) masih
merupakan masalah gizi utama. Sejak sepuluh tahun terakhir, kasus- kasus kurang
vitamin A tingkat berat (xeroftalmia) sudah jarang ditemui, sehingga ketika muncul
kembali kasus-kasus xeroftalmia di berbagai daerah, tidak dapat segera terdeteksi karena keterbatasan
kemampuan para tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil kunjungan di beberapa propinsi,
menunjukkan munculnya kasus xeroftalmia pada penderita gizi buruk. Kasus xeroftalmia
ditemukan mulai dari tingkat ringan sampai berat yang dapat menyebabkan
kebutaan.Mengingat kasus gizi buruk masih terdapat hampir di seluruh propinsi,
di khawatirkan akan terjadi ledakan kasus xeroftalmia di Indonesia.
Kurang vitamin A tingkat subklinis, yaitu tingkat
yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama
kelompok balita. Kurang
vitamin A tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar
vitamin A dalam darah di laboratorium
Masalah Kurang vitamin A dapat diibaratkan sebagai
fenomena “gunung es” yaitu masalah xeroftalmia yang hanya sedikit tampak di permukaan.
ANATOMI FISIOLOGI
Kornea adalah
selaput bening atau bagian hitam mata. berguna sebagai
jalan masuknya cahaya kedalam bola mata (Retina)sehingga kita dapat
melihat.
Lensa Mata adalah bagian mata yang bening dan tembus
cahaya. Berguna untuk memusatkan cahaya yang masuk melalui kornea
sehingga kita dapat melihat benda dengan jelas.
Konjungtiva Adalah selaput lendir mata atau bagian putih
mata. Berguna untuk melindungi bola mata.
Retina Adalah
lapisan paling dalam mata, sebagai lapisan penerima cahaya. Berguna
untuk menangkap cahaya yang masuk sehingga kita dapat melihat
dalam keadaan terang maupun kurang cahaya.
DEFINISI
Xeroftalmia adalah
kelainan pada mata akibat kekurangan vitamin A. Kata Xeroftalmia berarti mata
kering, karena terjadi kekeringan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput
bening ( cornea mata).
EPIDEMIOLOGI
Survei untuk menentukan prevalensi/insidensi
Banyak survei prevalensi yang telah dilakukan di
berbagai negara selama lebih 25 tahun belakangan menunjukkan bahwa 5 – 10 juga
anak menderita xeroftalmia setiap tahun dan dari jumlah tersebut 500.000 di
antaranya mengalami kebutaan. Estimasi pada awal tahun 1920-an, prevalensi
defisiensi vitamin A subklinis pada anak berkisar 125 juta, di mana 1 – 1,25
juta di antaranya meninggal per tahun. Angka yang mencengangkan ini berlawanan
dengan fakta bahwa prevalensi xeroftalmia subklinis jelas mengalami penurunan
di banyak negara. Hal ini nampak jelas di Indonesia, di mana prevalensi
kelainan pada mata turun sebanyak 75% antara tahun 1977 hingga 1992. Seberapa
besar penurunan angka ini disebabkan oleh program pengendalian defisiensi
vitamin A masih belum jelas, namun sebagian besar fakta menunjukkan kalau
aktivitas program pengendalian ikut andil di berbagai negara. Program pemberian
suplemen telah banyak dijalankan di berbagai negara di dunia, sehingga bisa
dianggap bahwa prevalensi defisiensi subklinis, dan risiko mortalitas juga
mengalami penurunan. Sebagai contoh, program pengendalian defisiensi vitamin A
di Nepal telah diperluas di seluruh wilayah pada tahun 2001, dengan tingkat
cakupan di atas 90%. Upaya ini telah menyelamatkan lebih dari 39.000 nyawa per
tahun di negara Asia selatan ini.
FAKTOR RESIKO
Geografi
Distribusi global defisiensi vitamin A
ditandai dengan prevalensi tinggi di Afrika dan Asia Selatan dan Tenggara,
prevalensi sedang di beberapa negara Amerika Tengah dan Selatan. China dan
beberapa negara kurang berkembang lain di Asia timur laut juga menunjukkan
defisiensi subklinis yang signifikan. Peta ini mencerminkan pemahaman kita
tentang distribusi geografis risiko defisiensi vitamin A di tingkat negara.
Program pengendalian defisiensi vitamin A utama semakin meningkat selama
beberapa tahun belakangan di banyak negara, sehingga tingkat defisiensi vitamin
A yang sesungguhnya telah turun secara drastis. Namun, tanpa intervensi
berkesinambungan, negara-negara ini kemungkinan akan kembali ke kondisi yang
seperti nampak pada peta. Di samping adanya variasi prevalensi di tingkat
negara menurut kondisi geografiknya, xeroftalmia dan defisiensi vitamin A
subklinis juga muncul secara berkelompok di tingkat provinsi, kabupaten, desa,
dan keluarga. Pengelompokan xeroftalmia di tingkat keluarga dan desa memberi
kemungkinan bagi pelaksanaan intervensi terfokus pada desa atau keluarga
berisiko tinggi. Namun, pendekatan semacam ini belum pernah dicoba di banyak
program pemerintah hingga saat ini.
Faktor sosial
Defisiensi vitamin A terpusat pada kelompok sosial
ekonomi lemah di negara sedang berkembang. Keluarga anak yang menderita xeroftalmia
merupakan keluarga miskin dan memilik status sosial lebih rendah daripada
keluarga tanpa anak menderita xeroftalmia. Meksi negara miskin dengan progam
pemberian suplemen vitamin A yang efektif telah secara drastis menurunkan beban
defisiensi klinis dan subklinis pada populasinya, namun pada sebagian kasus,
faktor yang mendasari terjadinya defisiensi vitamin A, seperti kemiskinan, diet
rendah, dan lain sebagainya, tidak mengalami perubahan.
Perbedaan etnis
Tidak ada fakta yang menunjukkan kalau variasi
etnis ikut menjadi penyebab kerentanan terhadap defisiensi vitamin A atau
gambaran klinisnya. Variasi prevalensi dan atau derajat defisiensi vitamin A
sesuai etnis kemungkinan disebabkan oleh adanya variasi kultur dalam praktek
diet dan status sosioekonomi.
PATOGENESIS (External deasease)
Vitamin A
adalah termasuk vitamin terlarut lemak yang penting. Penyakit manusia bisa disebabkan
dari kekurangan atau bisa juga kelebihan asupan vitamin A. Sejak tahun 1920-an, telah diketahui adanya
hubungan antara kurang vitamin A dan perubahan fungsi sistem imun. Defisiensi vitamin A xerosis berhubungan erat
dengan gangguan fungsi barrier seperti metaplasia skuamosa dan
keratinisasi jaringan epitel yang mensekresi mukus normal di konjungtiva dan
pada sistem pernapasan dan genitourinarius. Di samping itu, kurang vitamin A berhubungan dengan gangguan
pembentukan respon antibodi terhadap beberapa antigen namun tidak semua
antigen. Secara lebih spesifik, kurang vitamin A berhubungan dengan defisiensi
respon antibodi tipe 2 yang tergantung dan tidak tergantung pada sel T. Kurang
vitamin A juga akan mempengaruhi berbagai subklas respon imun seluler, termasuk
sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel NK (natural killer) dan perubahan
limfosit blastogenik.,(buku mbak umi)
Akibat kurang vitamin A yang terjdi pada mata ditandai dengan Bitot spot , permukaannya berbusa, terdapat area segitiga abu-abu
pada conjungtiva bulbi yang dapat terlihat pada celah palpebra. Bintik ini
terdiri dari epitel keratinized, sel radang, debris, dan Corine bakterium
xerosis, bacilli ini yang memetabolisir
debris dan memproduksi busa.
Kurang vitamin A berpengaruh pada Xeroftalmia, dan yang
bertanggung jawab untuk setidaknya 20.000-100.000 kasus baru dari kebutaan yang
meliputi seluruh dunia setiap tahunnya. Faktor resiko terbesar Xeroftalmia
adalah bayi malnutrisi dan ibu dengan defisiensi vitamin A, khususnya bayi yang
menderita campak atau diare. Infeksi yang bersamaan dengan herpes simpleks, campak
atau bakteri lain yang kemungkinan lebih
lanjut cenderung menjadikan anak menderita keratomalasia dan kebutaan. Berikut ini adalah mereka-mereka yang beresiko
terkena xeroftalmia adalah:
- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR < 2,5 kg).
- Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif.
- Anak yang tidak mendapat makanan pengganti ASI yang cukup baik mutu maupun jumlahnya.
- Anak kurang gizi BGM (Bawah Garis Merah) pada KMS.
- Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, TB, Pneumonia) dan cacingan.
- Anak yang tinggal di daerah dengan sumber vitamin A yang kurang.
- Anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu.
- Anak yang jarang makan makanan yang mengandung vitamin A.
GEJALA KLINIS
Pembagian Xerophtalmia:
- (XN) : Buta Senja/ Nyctalopia.
- (X1A) : Xerosis Conjungtiva.
- (X1B) : Xerosis Conjungtiva dan bercak Bitot.
- (X2) : Xerosis cornea.
- (X3A/X3B) : Keratomalasia dan Ulserasi kornea.
- (XS) : Xerophtalmia scars/sikatriks kornea.
Buta Senja:
Penglihatan menurun saat senja hari,
bahkan tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya. Kadang saat
berjalan membentur beda sekitarnya.
Jika dilakukan pemerisaan pada mata
tidak terdapat kelainan atau perubahan pada mata(mata terlihat normal).
Xerosis Conjungtiva:
Selaput lendir atau bagian putih
bola mata tampak kering, berkeriput dan berpigmentasi dengan permukaan terlihat
kasar dan kusam. Orang tua biasanya mengeluh mata anak tampak kering atau
berubah warna menjadi kecoklatan.
Xerosis Conjungtiva dan bercak Bitot:
Adanya tanda-tanda xerosis
conjungtiva ditambah bercak putih seperti busa sabun atau keju (bercak Bitot)
terutama di daerah celah mata sisi luar.Orang tua biasanya mengeluh mata
anaknya bersisik atau timbul busa. Dalam keadaan berat tampak kekeringan
meliputi seluruh permukan konjungtiva. Konjungtiva tampak menebal,
berlipat-lipat dan berkerut.
Xerosis Cornea:
Kekeringan pada konjungtiva
berlanjut sampai kornea. Korne tampak menjadi suram dan kering, dan permukaan
kornea tampak kasar. Keadaan anak biasanya buruk (gizi buruk, menderita
penyakit campak, ISPA dan diare).
Keratomalasia dan Ulserasi kornea.
Kornea
menjadi lunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus kornea atau perlukaan.Keadaan
umum penderita sangat buruk.Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea
(kornea pecah).
Xeroftalmia Scar
Kornea
mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis.
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN XEROFTALMIA
Pencegahan
Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi
masalah Kurang Vitamin A dan Xeroftalmia adalah menyediakan vitamin A yang
cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan
secara umum turut pula memegang peranan.
Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh
kebijaksanan sebagai berikut:
¨
Meningkatkan konsumsi sumber
vitamin A alami melalui penyuluhan
¨
Menambahkan vitamin A pada
bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi)
¨ Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi
secara berkala
Ketiga pendekatan ini bukan merupakan
upaya yang masing-masing berdiri sendiri, namun pada sebagian besar progam
menerapkan berbagai kombiasi dari strategi tersebut.(mbak umi) Pendekatan yang
paling banyak diterapkan dalam program pengendalian kurang vitamin A adalah
pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi secara berkala. Pada pendekatan ini
diberikan kapsul berbasis minyak 200.000 UI setiap 4 – 6 bulan sekali pada anak
berusia di atas 12 bulan dan separo dosis bagi anak berusia 6 – 12 bulan.
Penambahan
vitamin A ke dalam makanan yang dikonsumsi merupakan strategi sentral yang
digunakan di banyak negara untuk meningkatkan status vitamin A. Contohnya di
negara Barat, di mana susu dan margarin adalah contoh dua makanan yang biasa
ditambah dengan vitamin A.(mbak umi) Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan
sumber vitamin A ini dapat melalui proses komunikasi-informasi-edukasi (KIE)
merupakan upaya yang paling baik. Namun, agar efektif harus dipilih bahan
makanan yang tepat. Bahan makanan ini harus dikonsumsi dalam jumlah yang cukup
oleh populasi target (biasanya segmen populasi miskin), harus diproses secara
sentral sehingga upaya kendali mutu relatif mudah diterapkan, dan penambahan
vitamin A jangan sampai mengubah rasa, warna, atau kualitas organoleptik produk
makanan maupun meningkatkan biaya hingga level yang tidak dapat dicapai oleh
konsumen. Pendekatan ini telah dicoba di sejumlah negara berkembang, dan
sekarang telah tersedia berbagai produk yang telah diperkaya dengan vitamin A.
Namun, penambahan vitamin A belum menjadi komponen sentral dalam program
pengendalian defisiensi vitamin A di banyak negara, terutama disebabkan oleh
belum adanya produk makanan yang dibeli oleh kelompok ekonomi lemah dalam
jumlah besar dan belum ada kriteria teknis yang memuaskan untuk upaya
penambahan vitamin A ini. Perlu disadari pula bahwa penyuluhan tidak akan
segera memberikan dampak nyata.
Selain itu kegiatan fortifikasi dengan
vitamin A masih bersifat rintisan. Peningkatan asupan preformed retinol atau
beta-carotene dalam diet, yang akan diubah menjadi retinol di dalam tubuh,
merupakan pendekatan jangka panjang terpilih dan dapat bertahan dalam waktu
lama untuk mengendalikan defisiensi vitamin A. Namun, berbagai penghalang untuk
merubah perilaku diet terbukti sulit diatasi. Di antaranya perspektif budaya
tentang makanan yang tepat bagi anak kecil, fakta bahwa sumber preformed
retinol di dalam diet harganya mahal dan di luar jangkauan mereka yang berisiko
tinggi, dan kurangnya ketersediaan makanan kaya vitamin A pada musim tertentu.
Meski pendekatan ini tetap merupakan tujuan dari berbagai program yang tengah
dikembangkan, namun semakin banyak pihak menerima bahwa pemberian suplemen
vitamin A akan menjadi strategi pengendalian primer di masa depan. Oleh sebab
itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi.
TERAPI
Bila ditemukan bayi atau anak balita
dengan salah satu tanda xerofalmia seperti: buta senja, bercak putih (bercak
bitot), mata keruh atau kering:
¨
Saat ditemukan
Segera diberi 1 (satu) kapsul vitamin A
200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur:
Bayi < 5 bulan : ½ kapsul biru (50.000
SI).
Bayi 6-11 bulan: 1 kapsul biru (100.000
SI).
Anak 12-59 bulan: 1 kapsul merah (200.000
SI).
¨
Hari berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI atau
100.000 SI sesuai umur
¨
Empat minggu berikutnya:
1 (satu) kapsul vitamin A 200.000 SI atau 100.000 SI sesuai umur
(kelainan mata berupa bercak bitot, mata keruh atau kering yang disertai luka
perlu diberikan pengobatan lokal seperti salep atau tetes mata antibiotik
dengan cara diteteskan pada bagian dalam kelopak mata oleh dokter)
a. Campak, Pneumonia, Diare, Gizi Buruk dan
Infeksi lain
Anak balita yang menderita penyakit
seperti tersebut di atas segera diberi satu kapsul vitamin A 200.000 SI. Untuk
bayi diberi satu kapsul vitamin A 100.000 SI
Pengobatan vitamin A harus diberikan
secara bersamaan dengan perbaikan gizi, pengobatan infeksi, dan penyakit lain
disertai dengan penyuluhan bagi keluarga.
Catatan
Bila di suatu desa terdapat”kejadian Luar
Biasa (KLB)” campak, maka sebaiknya seluruh anak balita di desa tersebut masing-masing diberi satu kapsul
vitamin A
b. Rujukan:
Pada tahap XN, X1A, XIB, X2 segera rujuk ke puskesmas. Pada tahap ini mata masih dapat
disembuhkan.
Pada tahap X3A, X3B, dan XS, segera rujuk
ke dokter spesialis mata/ RS/ BKMM (Balai Kesehatan Mata Masyarakat).
KOMPLIKASI
Xeroftalmia disebabkan oleh
hipovitaminosis A. Secara klinis, terjadi Xerosis konjungtiva dengan bercak
Bitot yang khas dan perlunakan kornea (Keratomalasia), yang nantinya dapat
menyebbkan perforasi dari kornea.
Malnutrisi protein menyebabkan
eksaserbasi penyakit dan menjadikannya refrakter terhadap pengobatan dan sering
mengakibatkan kebutaan.
Bayi yang terkena sering tidak dapat
bertahan sampai dewasa, dan meninggal akibat:
1. Malnutrisi.
2. Pneumonia yang dikarenakan epitel jalan
nafas juga terkena
3. Diare karena epitel gastro intestinal
terkena
4. Avitaminosis A juga menghambat
pertumbuhan tulang. Jika tulang tengkorak tidak tumbuh sedangkan otak tumbuh
terus, timbul peningkatan intrakranial dan papil edema.( voughn).
Refferrences
- Hwang DG , 2001 : Problem of organisms resistant to ocular antimicrobials, The joint scientific meeting of the college of ophthalmologists of Hong Kong, pp.1-6
- American Academy of Ophthalmology , 2001 – 2002 : External diseases and Cornea, section 8, pp.173-174
- Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, 1995 : General Ophthalmology, 14th ed, Prentice-Hall International, Inc, pp.123-128
- Bron A, Bialasiewicz A, 2001: Progress in the treatment of ocular infection, Eurotimes, Spain, Expert meeting, Oct, pp.1-4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar