Selasa, 21 April 2015

CONJUNCTIVITIS



KONJUNGTIVITIS


I.                   PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan penyakit mata merah dengan penglihatan normal dan disertai sekret. (2)  Konjungtivitis juga merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia, dapat mengenai semua umur, baik pria maupun wanita. Konjungtivitis dapat menular melalui orang dan barang, terlebih lagi dengan higiene sanitasi yang buruk. Konjungtivitis memiliki gambaran klinis yang beranekaragam sesuai dengan etiologinya. Pada umumnya penyakit ini bersifat self limiting disease, tetapi ada pula yang dapat menjadi kronik dan menimbulkan komplikasi apabila mendapat terapi yang terlambat dan tidak adekuat. Prognosis penyakit ini pada umumnya baik.

II.        ANATOMI dan FISIOLOGI (4)


               Konjungtiva merupakan suatu membrane mucus yang tipis dan transparan yang melapisi bagian posterior palpebrae (konjungtiva palpebrae) dan bagian anterior sclera (konjungtiva bulbi). Secara histologis, konjungtiva terdiri dari epitel (sel epitel superficial dan sel epitel basal) dan stroma (lapisan adenoid dan jaringan ikat). Pada epitel superficial mengandung sel-sel goblet, sedangkan pada lapisan adenoid mengandung banyak folikel. Pada stroma juga terdapat kelenjar Krause dan Wolfring.


               Inervasi oleh saraf-saraf cabang nervus trigeminus. Vaskularisasi oleh arteri ciliares anterior dan arteri palpebralis. Konjungtiva mengandung banyak kelenjar lymphe.

III.             BATASAN dan KLASIFIKASI (1)

Konjungtivitis merupakan keradangan konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi konjungtivitis hiperakut, akut, subakut dan kronik. Sedangkan bila berdasarkan getah mata maka dapat diklasifikasikan menjadi konjungtivitis purulen, mukopurulen (kataral), mukus dan serus

IV.             ETIOLOGI (3,4)

Bakteri
Hiperakut (purulen)
Neisseria gonorrhoeae
Neisseria meningitidis
Akut (kataral)
Pneumococcus
Haemophilus aegyptious
Subakut (kataral)
Haemophilus influenzae
Kronik
Staphilococcus aureus
Moraxella lacunata
Klamidial
Trachoma (Chlamydia trachomatis serotipe A-C)
Konjungtivitis inklusi (Chlamydia trachomatis serotipe D-K)
Limfogranuloma venereum (Chlamydia trachomatis serotipe L1-3)
Virus
Akut
Adenovirus tipe 3 dan 7
Adenovirus tipe 8 dan 19
Herpes Simplex
Enterovirus tipe 70 atau Coxakievirus tipe A24
Kronik
Molluscum contagiosum
Varicella zooster
Measles
Jamur
Candida
Imunologik
Rx Hipersensitivitas segera (humoral)
Konjungtivitis hay fever
Konjungtivitis papiler raksasa
Keratokonjungtivitis vernal
Keratokonjungtivitis atopik
Rx Hipersensitivitas tertunda (seluler)
Phlyctenulosis
Konjungtivitis karena blefaritis
Penyakit autoimmune
Keratokonjungtivitis sicca
Pemphigoid cicatrix
Bahan kimia (iritan)
Iatrogenik
Miotika, Idoxuridine, Larutan lensa kontak, Obat topikal lain
Yang berhub dengan pekerjaan
Asam, basa, asap, angin, cahaya ultra violet







V.                PATOFISIOLOGI (1,4)
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kemungkinan untuk terinfeksi sangat besar.
Pertahanan konjungtiva terutama karena terdapat tear film yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan toksik kemudian mengalirkannya melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Tear film juga mengandung substansi anti mikroba yaitu lisozim, antibodi IgA dan IgG. Selain itu, epitel konjungtiva terus menerus diganti dan temperatur yang rendah karena penguapan air mata sehingga perkembangan biakan mikroorganisme terhambat.
Konjungtivitis timbul apabila ada mikroorganisme patogen, bahan-bahan kimia atau reaksi imunologik yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga menimbulkan infeksi konjungtiva.

VI.             GEJALA KLINIS (1)
Keluhan utama berupa rasa ngeres (seperti ada pasir di dalam mata), gatal, panas, kemeng di sekitar mata, epifora, dan mata merah. Penyebab keluhan ini karena edema konjungtiva, terbentuknya hipertrofi papiler dan folikel yang mengakibatkan perasaan seperti ada benda asing di mata.

VII.          DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan laboratorium.

Gambaran klinis

1.      Hiperemia konjungtiva (1)
Pengisian pembuluh darah konjungtiva yang dalam keadaan normal kosong, terutama di daerah fornix yang akan semakin menghilang atau menipis ke arah limbus
2.      Epifora (4)
Keluarnya air mata yang berlebihan oleh  karena adanya sensasi benda asing, panas dan gatal
3.      Sekret (2,4)
Merupakan eksudasi sel-sel radang. Sekret dapat bersifat air (infeksi virus atau alergi), purulen (infeksi bakteri atau klamidia), hiperpurulen (infeksi gonokok atau meningokok), lengket (alergi atau vernal) dan serous (adenovirus).
4.      Pseudoptosis
Kelopak mata atas seperti akan menutup, oleh karena edema dan eksudasi sel-sel radang pada konjungtiva palpebra.(1) Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis yang berat seperti trachoma dan epidemika.(3)         
5.      Hipertrofi papila (1)
Suatu reaksi non spesifik konjungtiva di daerah tarsus dan limbus, berupa tonjolan-tonjolan yang berbentuk poligonal
6.      Kemosis (3)
Edema pada stroma konjungtiva , terutama  pada konjungtivitis alergika, gonokokus, meningokokus dan konjungtivitis adenovirus
7.      Folikel
Merupakan hiperplasia limfoid lokal dengan germinal centre yang berupa struktur kelabu / putih avaskuler dan bulat dikelilingi pembuluh-pembuluh kecil.(3)  Paling sering ditemukan pada konjungtivitis virus. (1)
            8.  Pseudomembran dan membran (3,4)
Pseudomembran : Koagulasi kuman atau bahan toxic hanya pada permukaan epitel yang bila diangkat epitel tetap utuh.
Membran : Koagulasi kuman atau bahan toxic yang mengenai seluruh epitel dan bila diangkat akan meninggalkan bekas yang kasar dan berdarah
9.      Granuloma (3,4)
Timbul apabila stroma konjungtiva terkena. Bentuk paling sering adalah khalazia.
10.  Adenopati pre aurikuler (3)
-Besar/kecil dengan nyeri tekan : keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis Herpes Simplex primer, konjungtivitis inklusi, trachoma
-Kecil tanpa nyeri tekan : Demam faringokonjungtiva, konjungtivitis hemoragik akut, anak-anak dengan infeksi kelenjar meibom
           
            Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata dengan pengecatan gram atau giemsa.(1)
§  Pewarnaan gram – organisme bakteri atau jamur
§  Pewarnaan giemsa – jenis dan morfologi sel (2)
                        - Leukosit PMN                                  : bakteri
                        - Limfosit + Monosit                           : virus
                        - Sel raksasa multinuklear                   : herpes                       
- PMN + sel leber + inclusion bodies : chlamydia
                        - Eosinofil                                           :alergika
VIII.       TERAPI (1)
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab.
Konjungtivitis bakteri akut
(Streptococcuc pneumoniae dan Haemophillus aegyptus)
~.Sulfonamide  (Sulfacetamide 15 %)
~.Antibiotika (Gentamycin 0,3%%, Chloramphenicol 0,5%, Polimixin)
Gonoblenore

~. Tanpa penyulit pada kornea
     -. Topikal : Salep mata Tetrasiklin     HCl 1% atau Ciprofloxacin 0,3%
     -. Sistemik : Penisilin G
~. Dengan penyulit pada kornea
     -. Topikal : Ciprofloxacin 0,3%
     -. Sistemik : Penicilin G
Trachoma
Topikal, Sistemik, Higiene sanitasi, Gizi yang baik
Konjungtivitis karena jamur
Amphotericin B 0,1 % (efektif untuk Aspergillus dan Candida)
Konjungtivitis karena virus
~.Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
~.Pengobatan anti virus tidak efektif
~.Kompres hangat atau dingin
~.Bersihkan sekret
~.Air mata buatan
~.Steroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin
Konjungtivitis karena alergi
~.Antihistamin (Antazoline 0,5%, Naphazoline 0,05%)
~.Kortikosteroid (deksamethasone 0,1%)
Konjungtivitis iritatif

~.Pembilasan segera saccus konjungtiva dengan air atau larutan garam
~.Setiap materi padat harus disdingkirkan secara mekanik
~.Jangan memakai antidotum kimiawi
~.Kompres dinginn setiap 20’ tiap jam
~.Atropine 1% 2 dd
~.Analgetik sistemik (kp)

IX.             PENYULIT (1)
Dapat berbentuk : Flikten, keratitis epitelial, ulkus kataralis
Bila konjungtivitis sembuh maka penyulit juga akan sembuh

X.                PROGNOSIS (1)

Pada umumnya sembuh sendiri dalam 10-14 hari tanpa pengobatan.
Bila diobati, sembuh dalam waktu 1-3 hari (kecuali pada konjungtivitis karena stafilokokus yang sering kali menjadi kronik)   

KONJUNGTIVITIS  BAKTERIAL

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial yaitu akut dan menahun.
Organisme penyebab yang tersering yaitu Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, Pneumococcus, Haemophilus aegyptious, Haemophilus influenzae, Staphilococcus aureus dan Moraxella lacunata.
Gejala klinis yang muncul yaitu adanya iritasi dan kemerahan yang bilateral, eksudat purulen dengan palpebrae yang lengket saat bangun tidur, dan kadang edema pelpebrae. Infeksi biasanya menular dari satu mata ke mata yang lain melalui tangan, juga dapat menular ke orang lain melalui sprei, kain, dll. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan neutrofil polimorfonuklear (Giemsa) dan organisme penyebab (Gram) pada pemeriksaan kerokan konjungtiva.(3)
Komplikasi yang dapat timbul yaitu blefaritis marginal, cicatrix konjungtiva dan ulserasi dan perforasi kornea.
            Terapi spesifik pada konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Setiap konjungtivitis purulen diberikan antibiotik untuk N gonorrhoeae dan N Meningitidis. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan larutan garam untuk menghilangkan sekret. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, maka higiene perorangan harus mendapat perhatian khusus.
            Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri (10-14 hari bila tidak diobati, 1-3 hari bila  diobati), kecuali konjungtivitis oleh karena Stafilokokus dan gonokokus akan menyebabkan komplikasi berupa blefaro konjungtivitis dan perforasi kornea serta endoftalmitis sehingga penanganan dini akan lebih baik
Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak akan dapat sembuh dengan sendirinya dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

1. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut/Subakut (3)
1.1  Konjungtivitis purulen : Konjungtivitis yang disebabkan N gonorrhoeae(akan dibahas tersendiri), N kochoii, dan N meningitidis ; ditandai banyak eksudat purulen. Konjungtivitis berat dengan banyak eksudat harus cepat diobati karena akan menimbulkan komplikasi berupa kerusakan kornea, gangguan penglihatan, sepsis dan meningitis.
1.2  Konjungtivitis mukopurulen : Sering terdapat dalam bentuk epidemik; ditandai hiperemia konjungtiva secara akut dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Organisme penyebab adalah Streptococcus pneumoniae (iklim subtropik) dan Haemophillus aegyticus (iklim tropik).
1.3  Konjungtivitis subakut : Penyebab tersering yaitu H. influenzae yang ditandai dengan eksudat berair tipis atau berawan

2. Konjungtivitis Bakterial Menahun (3)
Terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi dapat menyertai blefaritis bakterial menahun / disfungsi kelenjar meibom
           
GONOBLENORE (1,2,4,5)
Batasan
            Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.(1)

Etiologi
Kuman Neisseria gonorrhoeae yang merupakan kuman gram negatif yang berbentuk kokus berpasangan seperti biji kopi yang terletak intra dan ekstraseluler.
Masa inkubasi dapat terjadi 3-5 hari.

Patofisiologi
Infeksi terjadi karena adanya kontak langsung antara kuman dengan konjungtiva.

Diagnosis
            Klinis – Hiperemi konjungtiva, getah mata seperti nanah banyak sekali, kelopak mata bengkak karena edema konjungtiva palpebrae dan bulbi, perdarahan konjungtiva dan kadang disertai kerusakan kornea.
Secara klinis, penyakit ini dapat ditemukan dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) dan konjungtivitis gonore adultorum.
Pada pasien dewasa, penyakit ini terdapat dalam 3 stadium yaitu stadium infiltratif, supuratif dan penyembuhan.
Laboratorium – Pada kerokan konjungtiva yang dicat gram maka akan tampak sel-sel polimorfonuklear dengan jumlah sangat banyak, juga tampak kuman Neisseria gonorrhoeae gram negatif dengan bentuk kokus berpasangan seperti biji kopi yang terletak intra maupun ekstraseluler

Terapi
Gonoblenore tanpa penyulit pada kornea
Gonoblenore dengan penyulit pada kornea
Topikal : Salep mata Tetrasiklin HCl 1% atau Ciprofloxacin 0,3% - diberikan minimal 6 kali per hari pada neonatus, sedangkan pada penderita dewasa diberikan tiap 2 jam sekali dilanjutkan sampai 5 kali per hari sampai terjadinya resolusi
Topikal : Ciprofloxacin 0,3% dengan cara pemberian :
Hari I: 1-2 tetes setiap 15 menit selama 6 jam
            Selanjutnya 2 tetes setiap 30 menit
Hari II: 2 tetes tiap 1 jam
Hari III: 2 tetes tiap 4 jam
*) Obat topikal lain : Bacitracin, Vancomycin, Polymyxin B, Cephaloridin, Cephazolin, Gentamycin, Tobramycin, Carbenicillin
Sistemik :
Dewasa – Penisillin G 4,8 juta IU i.m single dose ditambah dengan Probenesid 1 gram peroral atau Ampicilin 3,5 gram peroral single dose.
Neonatus – Injeksi Penisillin dosis 50.000-100.000 IU/kgBB
*) Pada penderita yang tidak tahan terhadap derivat penisillin, dapat diberikan Thiamfenikol 3,5 gram single dose atau Tetrasiklin 1,5 gram dosis initial dilanjutkan dengan 4x500 mg per hari selama 4 hari
Sistemik :
Sama seperti pengobatan sistemik pada gonoblenore tanpa penyulit pada kornea.
Dapat diberikan sikloplegik (Skopolamin 0,25%) 2-3x setiap hari untuk menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah sinekia.


Prognosis
            Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis cukup maka genoblenore akan sembuh (pemeriksaan laboratorium 3 kali berturut-turut tidak ditemukan apa-apa) tanpa komplikasi (ulkus kornea, endoftalmitis)

 

KONJUNGTIVITIS KLAMIDIAL


Konjungtivitis klamidial terdiri dari trachoma (akan dibahas sendiri), konjungtivitis inklusi (bilatera; dan biasanya terdapat pada orang muda yang seksual aktif) dan limfogranuloma venerum.(3)

TRACHOMA (1,2,3,4,5)
Pendahuluan
            Trachoma adalah salah satu penyakit paling tua dan mengenai semua bangsa. Variasi regional, prevalensi dan berat penyakit tergantung pada variasi higiene perorangan dan standar kehidupan masyarakat, keadaan cuaca, usia saat terkena, frekuensi dan jenis infeksi bakterial mata.
Trachoma yang membutakan (gejala berat) terdapat di daerah Afrika, beberapa daerah Asia, suku Aborigin dan Brazil utara ; sedangkan trachoma ringan terdapat di daerah Amerika Latin dan Kepulauan Pasifik
Trachoma umumnya mengenai kedua mata (bilateral). Penyebaran penyakit ini dapat melalui kontak langsung / bahan kontak dan vektor serangga (lalat/agas). Penyebaran sering disertai epidemi konjungtivitis bakterial dan musim kemarau.

Batasan
Konjungtivitis yang akut, subakut atau kronis disebabkan oleh Chlamidia trakhomatis.

Diagnosis
Klinis -
  • Masa inkubasi rata-rata 7 hari bervariasi antara 5 –14 hari.
  • Pada bayi dan anak perjalanan penyakitnya sangat ringan, akan tetapi pada orang dewasa dapat akut / subakut dengan komplikasi yang cepat berkembang.
  • Pembagian stadium menurut WHO :
TF: Folikel berjumlah lima atau lebih pada konjungtiva tarsal superior
TI : Infiltrat difus dan hipertrofi papiler konjungtiva superior yang sekurang-kurangnya menutupi 50% pembuluh profunda normal
TS : Sikatrik konjungtiva trachomatosa
TT : Trikiasis/Entropion (bulu mata terbalik ke belakang)
CO : Kekeruhan kornea
  • Gambaran klinik oleh McCallan :
Stadium I        : folikel yang imatur dan hipertrofi papiler pada tarsus atas
            Stadium IIA    : folikel yang matur dan hipertrofi papiler pada tarsus atas
Stadium IIB    : hipertrofi papiler semakin jelas (dominan)
*) Pada stadium IIA dan IIB (established trakoma) juga didapatkan epitelial keratis, subepitelial keratis, pannus dan herbet’s pits
Stadium III     : Trakoma aktif dan sikatrik
Stadium IV     : Sikatrik tanpa tanda-tanda trakoma aktif

Laboratorium -
Pada pengecatan Giemsa didapatkan sel-sel PMN, sel plasma, sel leber (makrofag yang besar dan berisi debris), Halberstaedler-Prowasek Inclusion Bodies (Badan inklusi pada sitoplasma sel-sel konjungtiva)

Terapi
-Topikal     : Tetes mata atau salep mata Tetrasiklin 1%, Erythromycin dan Sulfonamide  15%. Pemberian topikal selama 3 bulan
-Sistemik   : Tetrasiklin 4x250mg per hari selama 3-4 minggu
                     Erithromycin 4x250mg per hari selama 3-4 minggu
*) Dosis dapat diperbesar dengan lama pemberian lebih pendek. Dosis 2-4  gram per hari selama 2 minggu
-.Higiene sanitasi
-Gizi yang baik
-Trikiasis/Entropion – Operasi tarsotomi metoden Sie Boen Liang (SBL)

Penyulit
            Kebutaan yang disebabkan oleh pannus totalis, ulkus panusum yang mengalami perforasi, ulkus kornea akibat entropion dan trikiasis.

Prognosis
            Trachoma adalah suatu penyakit mata yang kronik dan recurrent. Pada kasus yang ringan, dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat. Pada kasus yang berat dapat terjadi sikatrik atau penyulit lain yang menyebabkan kebutaan.

KONJUNGTIVITIS  VIRUS

  1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut (2,3,4)
1.1 Demam Faringokonjungtival
Causa – Adenovirus tipe 3,4,7 dengan masa inkubasin 5-12 hari
Penyakit ini lebih sering pada anak-anak/remaja, yang dapat disebarkan melalui droplet atau kolam renang yang berchlor rendah.
Klinis – Demam (38,3 – 40oC), sakit tenggorokan, konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata, mata merah, epifora, keratitis superfisial untuk sementara, limfadenopati preaurikuler tanpa nyeri tekan.
Laboratorium – Sel mononuklear
Terapi – tidak ada pengobatan spesifik karena dapat sembuh sendiri dalam 10 hari. Pengobatan biasanya suportif (kompres), simtomatik dan antibiotik (mencegah infeksi sekunder).

1.2 Keratokonjungtivitis Epidemika
Causa – Adenovirus tipe 8 dan 19 dengan masa inkubasi 8-9 hari
Gambaran klinis – Pada umumnya bilateral, awalnya 1 mata, nyeri sedang, epifora, dan diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia , keratitis epitel, kekeruhan subepitel. Nodus preaurikuler dengan nyeri tekan, edema palpebra, kemosis, hiperemia konjungtiva, pseudomembran/membran sejati
Terapi – tidak ada pengobatan spesifik

      1.3 Konjungtivitis Virus Herpes Simplex
Causa – Virus Herpes Simplex
Biasanya menyerang anak-anak dan terjadi pada infeksi primer
Klinis – pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan, nodus preaurikuler yang nyeri tekan
Lab – ditemukan sel epithelial raksasa multinuklear
Terapi – Antivirus topikal dan sistemik (untuk mencegah terkenanya kornea). Lama pemberian antivirus topikal 7-10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vidarabine 5 kali sehari atau idoxuridine 0,1% 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes tiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat diberi salep acyclovir 3% 5x sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral 400 mg 5x sehari selama 7 hari.
Apabila terjadi ulkus kornea, debridement kornea.

1.4 Konjungtivitis Penyakit Newcastle
Sering pada pekerja peternakan unggas
Klinis -  Rasa sakit pada mata, gatal, epifora, penglihatan kabur dan fotofobia, edema palpebrae ringan, kemosis, sekret sedikit, dan terdapat folikel-folikel pada konjungtiva tarsal inferior. Kornea – Keratitis epitelial, keratitis subepitelial. Pembesaran kelenjar getah bening tidak nyeri tekan
Terapi : sembuh sendiri dalam 1 minggu

1.5 Konjungtivitis Hemoragika Akut
Causa - Adenovirus tipe 70, Cocksakie A24 ( jarang)
Masa inkubasi : 8-48 jam dan berlangsung singkat 5-7 hari
Penularan : orang-orang, sprei, alat-alat optik, air
Klinis – Nyeri, fotofobia, sensitisasi benda asing, epifora, hiperemi, edema palpebrae,hemoragic subkonjungtival yang difus (gambaran awal dapat berupa bintik-bintik), limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, keratitis epithelial, demam-malaise-mialgia, paralisis motorik tungkai bawah (jarang)
Terapi : sembuh sendiri dalam 5-7 hari

  1. Konjungtivitis Folikuler Virus Kronis (2,3,4)
2.1 Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Reaksi radang mononuklear dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara dengan bagian pusat non radang.

2.2 Blefarokonjungtivitis Varicella Zoster
            Usia penderita biasanya >50 tahun
Klinis – hiperemi, konjungtivitis infiltrarif disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika, unilateral
Laboratorium – Ditemukan giant cell pada pengecatan Giemsa

Terapi - Kompres dingin, Acyclovir 800 mg 5x perhari (7-10 hari), Analgetik, Salep tetrasiklin, Steroid tetes (deksametasone 0,1%) bila ada apiskleritis, skleritis dan iritis. Bila ada glaukoma diberi steroid dan anti glaukoma
Komplikasi – Parut pada kelopak ; Post herpetik Neuralgia ; Katarak ; Galukoma ; Parese N III,IV,VI ; Atrofi saraf optikus ; Kebutaan         

2.3 Keratokonjungtivitis Morbili
Klinis – muncul beberapa hari sebelum erupsi kulit : konjungtivitis eksudatif dengan sekret mukopurulen. Saat muncul erupsi kulit : timbul bercak koplik pada konjungtiva. Ddapat disertai keratitis epithelial (anak-anak dini, dewasa lanjut).
Terapi – Tidak ada pengobatan spesifik, kecuali jika ada infeksi sekunder.


KONJUNGTIVITIS JAMUR (3)

Konjungtivitis Candida
Causa – Candida spp (biasanya Candida albicans)
Biasanya muncul pada pasien diabetes atau dengan imunocompromised dengan bentuk konjungtivitis ulseratif atau granulomatous.
Terapi - Amphotericin B 0,1 % 3-8 mg/ml dalam larutan air

KONJUNGTIVITIS ALERGIKA(1,2,3,4,5)

  1. Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
1.1  Konjungtivitis Hay Fever
-. Suatu konjungtivitis yang nonspesifik disertai rhinitis alergika
-. Klinis – gatal, epifora, hiperemi,kemosis berat
-. Pengobatan : Vasokonstriktor, kompres dingin, antihistamin
1.2  Keratokonjungtivitis Vernalis
-. Batasan : Keradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim dengan gambaran spesifik hipertrofi papiler di daerah tarsus dan limbus
-. Penderita kebanyakan anak-anak sampai prepubertal, dan lebih banyak menyerang anak laki-laki.
-. Tipe :  palpebral dan limbal
-. Diagnosis :
Klinis -  keluhan utama : gatal pada musim panas. Sekret mata elastis.
Palpebrae : Hipertrofi papiler, Couble stone, Giant’s papile, ptosis bilateral. Konjungtiva bulbi : warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di daerah fisura interpalpebralis.
Limbus : Horner Trantas dots
Kornea : pungtat epitelial keratopati
Lab - Eosinofil
-. DD : Trakhoma , Hay Fever konjungtivitis
-. Terapi :
    • Fase akut - kortikosteroid lokal (setiap 2 jam selam 4 hari) kemudian dilanjutkan dengan:
1. Sodium Cromoglycate 2%  4-6 x 1 tetes per hari
2. Lodoxamide tromethamine 0,1% 4 x 2 tetes per hari (Keratokonjungtivitis Vernalis sedang sampai berat, sangat efektif untuk mencegah komplikasi pada kornea)
3.Levocabastin : 2-4 x 1 tetes per hari
4.Cyclosporin 2% - Keratokonjungtivitis Vernalis yang berat
§  Kasus-kasus yang berat  dipertimbangkan pemberian :
1.Kortikosteroid peroral
2.Antihistamin peroral
3.Aspirin sebagai anti prostaglandin : 3 x 650 mg/hari 
§  Yang perlu diperhatikan bagi penderita :
1.tetes mata steroid tidak boleh terus menerus
2.Setiap pemberian obat harus dengan resep dokter
3.Bahaya steroid : infeksi bakteri dan jamur,glaukoma
4.Kontrol secara teratur
§  Kompres dingin dan anjuran untuk pindah ke tempat yang lebih dingin.
-. Penyulit : glaukoma kronik simpel - kebutaan
-. Prognosis : Keratokonjungtivitis Vernalis diderita sekita 4-10 tahun dengan remisi dan eksaserbasi.

1.3  Keratokonjungtivitis Atopik
-. Biasanya terjadi pada pasien dermatitis atopik
-. Kllinis – sensasi terbakar, sekret berupa lendir, hiperemi, fotofobia, tepian palpebrae eritematous, konjungtiva tampak putih susu, papila halus di tarsus inferior
-. Terapi : Antihistamin oral, NSAID (ketorolac), Antibiotik untuk infeksi sekunder, kontrol lingkungan

1.4  Konjungtivitis Papiler Raksasa
Timbul pada pasien yang memakai mata buatan dari plastik atau lensa kontak.

  1. Reaksi Hipersensitivitas tipe Lambat
2.1  Phlyctenulosis
-. Respons hipersensitivitas tipe lambat terhadap protein mikroba.
-. Klinis : lesi kecil (diameter 1-3 mm) yang keras, merah, menimbul dan dikelilingi zona hiperemia. Di limbus, sering berbentuk segitiga dengan apeks mengarah ke kornea.
2.2  Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis Kontak
Blefaritis kontak disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spektrum luas dan medikasi topikal lain. 
  1. Konjungtivitis dengan Penyakit Autoimune
3.1  Keratokonjungtivitis sicca
Muncul pada sindrom Sjogren yaitu penyakit sistemik yang ditandai gangguan keratokonjungtivitis sicca, xerostomia dan disfungsi jaringan ikat (artritis).

3.2  Pemphigoid Sikatrikal
Biasanya mulai sebagai konjungtivitis menahun nonspesifik yang resisten terhadap terapi. Konjungtivitis menimbulkan parut progresif dan penutupan forniks inferior. 
KONJUNGTIVITIS KIMIA atau IRITATIF
  1. Konjungtivitis Iatrogenik akibat Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikuler toksik atau konjungtivitis nonspesifik infiltrat yang diikuti pembentukan parut. Penyebab tersering : dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin dan obat lain yang iritan.

  1. Konjungtivitis Pekerjaan
-. Causa : Asam, alkali, asap, angin, pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, maskara
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan efeknya langsung, sedangkan alkali menyusup ke dalam jaringan konjungtiva dan menetap, merusak dengan perlahan-lahan dan mengakibatkan symblepharon (perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra) dan leukoma kornea
-. Gejala : Sakit, pelebaran pembuluh darah,fotofobia, blefarospasme, riw kerja
-. Terapi:
§ Pembilasan segera saccus konjungtiva dengan air atau larutan garam
§ Setiap materi padat harus disdingkirkan secara mekanik
§ Jangan memakai antidotum kimiawi
§ Kompres dingin setiap 20’ tiap jam
§ Atropine 1% 2x sehari
§ Analgetik sistemik (kp)

DAFTAR  PUSTAKA

1.      Soewono Wisnujono, Oetomo Moegiono, Eddyanto. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : RSUD dr Soetomo, 2002 ; hal 75-88
2.      Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2004 ; hal 120-139
3.      Vaughan Daniel, Asbury Taylor, Riordan Paul. Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika, 2000 ; hal 99-119
4.      Soewono Wisnujono. Anatomi – Fisiologi – Penyakit Mata Luar. Surabaya : FKUA, 2004 ; hal 30-47
5.      Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, eds. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, 2001; hal 51-54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar