Selasa, 21 April 2015

DAKRIOSISTITIS



PENDAHULUAN

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
  1. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
  2. Sistem ekskresi, yang terdiri atas punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita. 
Air mata diproduksi oleh glandula lakrimalis kemudian dialirkan melalui punctum superior dan inferior ke kanalikuli menuju sakus lakrimalis yang terletak di fossa lakrimalis. Berlanjut ke duktus nasolakrimalis dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal.
Sistem ekskresi lakrimalis mudah terinfeksi dan mengalami inflamasi karena berbagai macam sebab. Saluran ini terletak di antara 2 permukaan yaitu konjungtiva dan mukosa nasal, dimana pada keadaan normal terdapat koloni bakteri. Fungsi dari sistem ekskresi lakrimal adalah untuk mengalirkan air mata dari mata ke kavitas nasal. Stagnasi dari air mata karena tertutupnya sistem drainase lakrimal dapat menyebabkan dakriosistitis.
Dakriosistitis dapat terjadi akut maupun kronis. Sering muncul dengan adanya nyeri mendadak dan kemerahan pada median canthus. Epifora merupakan karakteristik dari inflamasi /infeksi dari sakus lakrimalis.
Dakriosistitis dapat berupa kelainan kongenital yang berhubungan erat dengan embryogenesis sistem ekskresi lakrimal.

BATASAN

Dakriosistitis adalah suatu keradangan pada sakus lakrimalis, yang biasanya terjadi unilateral.
EPIDEMIOLOGI

Dakriosistitis akut 70 - 83 % terjadi pada wanita. Umumnya terjadi pada orang dewasa yang berumur > 40 tahun. Prosentase kejadian dakriosistitis kongenital sama antara laki-laki atau perempuan. Ras kulit hitam jarang mengalami dakriosistitis karena ostium nasolacrimal ke hidung lebar, selain itu canalis lakrimalis lebih pendek dan lebih lurus disbanding dengan ras Caucasians.

ETIOLOGI

Dacriosistitis dapat disebabkan karena obstruksi ductus nasolakrimalis atau karena infeksi bakteri atau jamur. Obstruksi ductus nasolakrimalis pada dakriosistitis kongenital terjadi karena adanya stenosis valvula Hasner. Obstruksi ductus nasolakrimalis dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan yang terdapat pada daerah hidung antara lain karena polip nasi, deviasi septum nasi, sinusitis, rhinitis, ataupun karena adanya trauma di daerah naso orbita. Pada anak-anak infeksi biasanya disebabkan oleh Haemophyllus influenzae, sedangkan pada dewasa dakriosistitis akut disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus ß hemolyticus, Pneumococcus. Dakriosistitis kronis disebabkan antara lain oleh Streptococcus pneumoniae, trakoma, TB, Lepra, ataupun karena jamur (jarang).

GEJALA KLINIS

Gejala umum pada penyakit ini adalah mata keluarnya air mata dan kotoran.
Subyektif : penderita mengeluh nyeri pada daerah canthus medialis dan menjalar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi depan.
Obyektif : pada keradangan akut ditemukan epifora, pembengkakan dan eritema pada daerah sakus lakrimalis, adanya nyeri tekan di daerah sakus lakrimalis, keluarnya sekret mukopurulen jika sakus lakrimalis ditekan. Pada keradangan kronis pasien tidak merasakan nyeri, ada epifora, keluar sekret mukoid dengan nanah di daerah punctum lakrimalis.

DIAGNOSA

Dakriosistitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Mengingat dakriosistitis dapat merupakan infeksi sekunder terhadap obstruksi duktus nasolakrimalis, maka pemeriksaan imaging dapat dilakukan guna mengetahui penyebab obstruksi.
Foto polos ( Water’s) dan CT Scan bertujuan untuk melihat adanya massa atau fraktur pada daerah nasal, selain itu untuk mengetahui ada atau tidaknya sinusitis. Sementara MRI dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya divertikuli dari sakus lakrimalis yang dapat mengakibatkan kekambuhan dakriosistitis.
Intubasi dan irigasi dari sistem kanalikuli dengan kanula lakrimal dan studi sinar-X dengan media kontras (dakriosistografi) dapat menentukan tempat obstruksi, kelainan abnormal anatomi dari sistem lakrimal. Untuk dakriosistitis yang disebabkan oleh infeksi karena bakteri perlu dilakukan kultur dengan memulas hapus konjungtiva yang diambil setelah memeras sakus lakrimalis.

DIAGNOS BANDING

Diagnosa banding dakriosistitis antara lain selulitis orbita, sinusitis ethmoidal, dan sinusitis frontalis.
TERAPI

Pada dakriosistitis akut dapat dilakukan kompres dengan air hangat serta pemijatan pada sakus lakrimalis. Selain itu pemberian antibiotika topical maupun sistemik sesuai dengan hasil kultur dan tes kepekaan antibiotika. Apabila pengobatan tersebut tidak berhasil, merupakan indikasi dilakukan bedah korksi (dakriosistorinostomi) bila keadaan radang sudah tenang.
Pada dakriosistitis kronis congenital pada anak, tempat stenosis biasanya pada valvula Hesner. Pengurutan kantung air mata ke arah pangkal hidung. Selain itu dapat diberikan tetes mata antibiotika. Jika stenosis menetap lebih dari enam bulan atau jika timbul dakriosistitis maka hal itu merupakan indikasi pelebaran duktus dengan probe.




KOMPLIKASI

Dakriosistitis merupakan kontra indikasi untuk dilakukan tindakan bedah membuka bola mata, seperti operasi katarak, glaucoma, karena dapat menyebabkan infeksi intraokuler, seperti endoftalmitis ataupun panoftalmitis. Penyulit dakriosistitis dapat berbentuk pecahnya pus yang mengakibatkan fistula, abses palpebra, ulkus dan selulitis orbita.  


LAIN – LAIN

Obat-obatan yang dapat digunakan pada dakriosistitis :
Ø Augmentin : berisi amoksisilin dan asam klavulanat ; dosis dewasa 500 mg 3 kali sehari selama 7 – 10 hari ; dosis anak 40 mg/kgBB/hari ; kontra indikasi jika terdapat riwayat hipersensitif terhadap penisilin.
Ø Levofloksasin ( Levaquin ) : dosis dewasa 500 mg 4 kali sehari I.V lambat dalam 60 menit ; tidak di anjurkan untuk penderita di bawah 18 tahun ; kontra indikasi jika terdapat riwayat hipersensitif terhadap golongan fluorkinolon.
Ø Ampisilin dan Sulbaktam ( Unasyn ) : dosis dewasa 1,5 g 4 kali sehari I.V dengan infus lambat selama 10 – 15 menit ; dosis dikurangi jika tedapat kelainan fungsi ginjal ; anak usia 3 bulan sampai dengan 12 tahun, ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari dan sulbaktam 150 – 300 mg/kgBB/hari I.V diberikan 4 kali sehari; lebih dari 12 tahun sama dengan dosisi dewasa tetapi untuk ampisilin tidak boleh lebih dari 8 g/hari dan sulbaktam tidak boleh lebih dari 4 g/hari ; kontra indikasi jika terdapat riwayat hipersensitif terhadap golongan penisilin.
Ø Polytrim : berisi trimethoprim sulfat dan polymyxin B sulfat, tersedia dalam bentuk sediaan ointment dan solusio, diberikan 3 kali sehari 1 tetes mata ; kontra indikasi jika terdapat hipersensitifitas terhadap salah satu golongan obat tersebut ; pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Ø Tobramycin ( AKTob, Tobrex ) ; diberikan 3 kali sehari 1 tetes mata ; kontra indikasi jika terdapat riwayat hipersensitif, infeksi pada mata, serta pada penggunaan steroid ; pemberian bersama gentamisin dapat menurunkan efektivitasnya.










DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Tim Panitia Medik. 2002. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. Surabaya : Airlangga University Press
Vaughan, Daniel G., Asbury, T., Riordan-Eva, Paul. 1996. Oftalmologi Umum.                 Edisi ke-14. Jakarta : Widya Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar