PENDAHULUAN
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah
temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada punctum lakrimal, kanalikuli
lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
- Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita.
- Sistem ekskresi, yang terdiri atas punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak di bagian depan rongga orbita.
Air mata diproduksi oleh glandula lakrimalis kemudian
dialirkan melalui punctum superior dan inferior ke kanalikuli menuju sakus
lakrimalis yang terletak di fossa lakrimalis. Berlanjut ke duktus
nasolakrimalis dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal.
Sistem ekskresi lakrimalis mudah terinfeksi dan
mengalami inflamasi karena berbagai macam sebab. Saluran ini terletak di antara
2 permukaan yaitu konjungtiva dan mukosa nasal, dimana pada keadaan normal
terdapat koloni bakteri. Fungsi dari sistem ekskresi lakrimal adalah untuk
mengalirkan air mata dari mata ke kavitas nasal. Stagnasi dari air mata karena
tertutupnya sistem drainase lakrimal dapat menyebabkan dakriosistitis.
Dakriosistitis dapat terjadi akut maupun kronis. Sering
muncul dengan adanya nyeri mendadak dan kemerahan pada median canthus. Epifora
merupakan karakteristik dari inflamasi /infeksi dari sakus lakrimalis.
Dakriosistitis dapat berupa kelainan kongenital yang
berhubungan erat dengan embryogenesis sistem ekskresi lakrimal.
BATASAN
Dakriosistitis adalah suatu keradangan pada sakus lakrimalis,
yang biasanya terjadi unilateral.
EPIDEMIOLOGI
Dakriosistitis akut 70 - 83 % terjadi pada wanita.
Umumnya terjadi pada orang dewasa yang berumur > 40 tahun. Prosentase
kejadian dakriosistitis kongenital sama antara laki-laki atau perempuan. Ras
kulit hitam jarang mengalami dakriosistitis karena ostium nasolacrimal ke
hidung lebar, selain itu canalis lakrimalis lebih pendek dan lebih lurus
disbanding dengan ras Caucasians.
ETIOLOGI
Dacriosistitis dapat disebabkan karena obstruksi ductus
nasolakrimalis atau karena infeksi bakteri atau jamur. Obstruksi ductus nasolakrimalis
pada dakriosistitis kongenital terjadi karena adanya stenosis valvula Hasner.
Obstruksi ductus nasolakrimalis dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan yang
terdapat pada daerah hidung antara lain karena polip nasi, deviasi septum nasi,
sinusitis, rhinitis, ataupun karena adanya trauma di daerah naso orbita. Pada
anak-anak infeksi biasanya disebabkan oleh Haemophyllus
influenzae, sedangkan pada dewasa dakriosistitis akut disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus ß
hemolyticus, Pneumococcus. Dakriosistitis kronis disebabkan antara lain
oleh Streptococcus pneumoniae,
trakoma, TB, Lepra, ataupun karena jamur (jarang).
GEJALA KLINIS
Gejala umum pada penyakit ini adalah mata keluarnya air
mata dan kotoran.
Subyektif : penderita mengeluh nyeri pada daerah canthus medialis dan menjalar
ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi depan.
Obyektif : pada keradangan akut ditemukan epifora, pembengkakan dan eritema
pada daerah sakus lakrimalis, adanya nyeri tekan di daerah sakus lakrimalis,
keluarnya sekret mukopurulen jika sakus lakrimalis ditekan. Pada keradangan
kronis pasien tidak merasakan nyeri, ada epifora, keluar sekret mukoid dengan
nanah di daerah punctum lakrimalis.
DIAGNOSA
Dakriosistitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.
Mengingat dakriosistitis dapat merupakan infeksi sekunder terhadap obstruksi
duktus nasolakrimalis, maka pemeriksaan imaging dapat dilakukan guna mengetahui
penyebab obstruksi.
Foto polos ( Water’s) dan CT Scan bertujuan untuk
melihat adanya massa
atau fraktur pada daerah nasal, selain itu untuk mengetahui ada atau tidaknya
sinusitis. Sementara MRI dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
divertikuli dari sakus lakrimalis yang dapat mengakibatkan kekambuhan
dakriosistitis.
Intubasi dan irigasi dari sistem kanalikuli dengan
kanula lakrimal dan studi sinar-X dengan media kontras (dakriosistografi) dapat
menentukan tempat obstruksi, kelainan abnormal anatomi dari sistem lakrimal.
Untuk dakriosistitis yang disebabkan oleh infeksi karena bakteri perlu
dilakukan kultur dengan memulas hapus konjungtiva yang diambil setelah memeras sakus
lakrimalis.
DIAGNOS BANDING
Diagnosa banding dakriosistitis antara lain selulitis
orbita, sinusitis ethmoidal, dan sinusitis frontalis.
TERAPI
Pada dakriosistitis akut dapat dilakukan kompres dengan
air hangat serta pemijatan pada sakus lakrimalis. Selain itu pemberian
antibiotika topical maupun sistemik sesuai dengan hasil kultur dan tes kepekaan
antibiotika. Apabila pengobatan tersebut tidak berhasil, merupakan indikasi
dilakukan bedah korksi (dakriosistorinostomi) bila keadaan radang sudah tenang.
Pada dakriosistitis kronis congenital pada anak, tempat
stenosis biasanya pada valvula Hesner. Pengurutan kantung air mata ke arah
pangkal hidung. Selain itu dapat diberikan tetes mata antibiotika. Jika
stenosis menetap lebih dari enam bulan atau jika timbul dakriosistitis maka hal
itu merupakan indikasi pelebaran duktus dengan probe.
KOMPLIKASI
Dakriosistitis merupakan kontra indikasi untuk dilakukan
tindakan bedah membuka bola mata, seperti operasi katarak, glaucoma, karena
dapat menyebabkan infeksi intraokuler, seperti endoftalmitis ataupun
panoftalmitis. Penyulit dakriosistitis dapat berbentuk pecahnya pus yang
mengakibatkan fistula, abses palpebra, ulkus dan selulitis orbita.
LAIN – LAIN
Obat-obatan yang dapat
digunakan pada dakriosistitis :
Ø Augmentin : berisi
amoksisilin dan asam klavulanat ; dosis dewasa 500 mg 3 kali sehari selama 7 –
10 hari ; dosis anak 40 mg/kgBB/hari ; kontra indikasi jika terdapat riwayat
hipersensitif terhadap penisilin.
Ø Levofloksasin ( Levaquin )
: dosis dewasa 500 mg 4 kali sehari I.V lambat dalam 60 menit ; tidak di
anjurkan untuk penderita di bawah 18 tahun ; kontra indikasi jika terdapat
riwayat hipersensitif terhadap golongan fluorkinolon.
Ø Ampisilin dan Sulbaktam (
Unasyn ) : dosis dewasa 1,5 g 4 kali sehari I.V dengan infus lambat selama 10 –
15 menit ; dosis dikurangi jika tedapat kelainan fungsi ginjal ; anak usia 3
bulan sampai dengan 12 tahun, ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari dan sulbaktam
150 – 300 mg/kgBB/hari I.V diberikan 4 kali sehari; lebih dari 12 tahun sama
dengan dosisi dewasa tetapi untuk ampisilin tidak boleh lebih dari 8 g/hari dan
sulbaktam tidak boleh lebih dari 4 g/hari ; kontra indikasi jika terdapat
riwayat hipersensitif terhadap golongan penisilin.
Ø Polytrim : berisi
trimethoprim sulfat dan polymyxin B sulfat, tersedia dalam bentuk sediaan
ointment dan solusio, diberikan 3 kali sehari 1 tetes mata ; kontra indikasi
jika terdapat hipersensitifitas terhadap salah satu golongan obat tersebut ;
pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Ø Tobramycin ( AKTob, Tobrex
) ; diberikan 3 kali sehari 1 tetes mata ; kontra indikasi jika terdapat
riwayat hipersensitif, infeksi pada mata, serta pada penggunaan steroid ;
pemberian bersama gentamisin dapat menurunkan efektivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.
Tim Panitia Medik. 2002. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit
Mata. Surabaya : Airlangga University
Press
Vaughan, Daniel G., Asbury, T.,
Riordan-Eva, Paul. 1996. Oftalmologi
Umum. Edisi ke-14. Jakarta : Widya Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar