BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Glaukoma adalah penyakit
mata yang ditandai dengan ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta
kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola
mata yang tidak normal.1 Galukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan
intraokular yang disertai oleh pencekungan diskus optikus, atrofi papil saraf
optik dan pengecilan lapangan pandang yang dapat berakhir dengan kebutaan.2,3
Karena galukoma
disebabkan oleh adanya tekanan bola mata yang tidak normal, maka pengobatan
yang diberikan adalah pengobatan untuk mengurangi tekanan intraokular. Obat anti glaukoma untuk menurunkan
tekanan intraokular mempunyai bermacam-macam cara kerja dan efeknya bervariasi
pada tiap individu. Pengobatan glaukoma sudut terbuka primer atau kronik bisa
dimulai dengan obat-obatan yang menurunkan produksi humor akuos atau obat yang
memperbesar curahan humor akuos keluar bola mata.4,5 Biasanya
pengobatan dimulai dengan pemberian obat tunggal. Bila tidak berhasil maka digunakan obat kombinasi.
Di Indonesia glaukoma
kurang dikenal oleh masyarakat, padahal cukup banyak yang menjadi buta
karenanya. Kebutaan akibat galukoma dapat dicegah apabila diagnosis sudah
dibuat sejak dini. Pertolongan pertama pada glaukoma seringkali menentukan
apakah mata yang bersangkutan akan buta atau tidak. Oleh karena itu sangat penting untuk
mendiagnosis secara dini dan selanjutnya diterapi secara adekuat agar tidak
terjadi kebutaan.
1.2.
TUJUAN
- Sebagai pembelajaran mengenai terapi pengobatan pada glaukoma
- Mengetahui efek samping dari pengobatan glaukoma
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
DEFINISI
Galukoma berasal
dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan
warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.3 Glaukoma adalah suatu
keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau tidak normal
sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada
sebagian atau seluruh lapang pandang. Glaukoma akan terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya
terganggu. Pada mata yang sehat dan normal, cairan mata ini akan masuk ke dalam
bilik mata dan keluar melalui celah halus ( trabekulum ) di daerah yang disebut
sudut bilik mata, yang terletak antara selaput pelangi dan selaput bening.5
2.2
PATOFISIOLOGI
Di dalam bola mata
bagian depan terdapat bilik mata depan yang merupakan ruangan di dalam mata
yang dibatasi kornea, iris, pupil dan lensa yang diisi oleh cairan mata. Cairan
ini mengatur makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa. Cairan mata dihasilkan
oleh jonjot badan siliar yang terletak di belakang iris. Melalui celah iris dan
lensa, cairan mata keluar melalui pupil lalu ke bilik mata depan. Setelah cairan mata masuk ke dalam sudut bilik mata dan
melalui anyaman trabekulum, cairan mata masuk ke dalam kanal schlemm.
Bola mata yang
dimasuki air terlalu banyak tidak dapat meledak tetapi akan melembung di daerah
yang paling lemah pada papil optik atau pada sklera tempat saraf optik keluar.5
Bila tekanan bola mata naik serabut
saraf akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan
mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen.
2.3
KLASIFIKASI
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai
berikut:
1. Glaukoma primer
·
Glaukoma
sudut terbuka
·
Glaukoma
sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
·
Primer
atau infantil
·
Menyertai
kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat
penyakit lain dalam bola mata
·
Kelainan
lensa
·
Kelainan
uvea
·
Trauma
·
Pembedahan
·
Penggunaan
kortikosteroid topikal berlebihan
4. Glaukoma absolut
Merupakan
keadaan terakhir suatu glaukoma, yaitu dengan kebutaan total
dan bola mata
nyeri.
2.4 PEMERIKSAAN KHUSUS GLAUKOMA
1. Pemeriksaan
tajam penglihatan
2. Tonometri
Tonometri
diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata.
3. Gonioskopi
Gonioskopi
adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus
4. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi
adalah pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk
memperhatikan keadaan papill saraf
optik.
5. Pemeriksaan lapangan pandang
BAB III
ISI
Glaukoma sebenarnya
tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah mengontrol tekanan bola mata
sehingga tidak memberikan kerusakan pada saraf optik dan lapang pandang. Pasien
glaukoma perlu diperiksa secara teratur dan memakai obat anti glaukoma seumur
hidup.Semua bentuk glaukoma perlu memakai obat. Pengobatan yang tepat akan
mencegah kerusakan lapang pandang dan penglihatan. Pengobatan glaukoma terutama
bertujuan untuk menurunkan tekanan bola mata.5
Tujuan utama
pengobatan glaukoma ialah untuk melindungi penglihatan dengan menurunkan
tekanan bola mata yang merusak saraf optik. Pengobatan glaukoma terutama
bertujuan untuk memberikan tekanan bola mata yang memungkinkan saraf masih
dapat berfungsi dengan baik . Pengobatan dapat dalam bentuk tetes mata, tablet,
laser dan bedah. Sebaiknya diatur juga tekanan darah, gizi dan berat badan. 2,5
Tekanan bola mata
kadang-kadang perlu diturunkan walaupun berada dalam batas normal.
Pertimbangnnya adalah sebagai berikut:
·
Tekanan
di atas 21, 100% mengalami gangguan lapang pandang progresif
·
Tekanan
17-2i, hanya 50 %
·
Tekanan
di bawah 17, 10 % mengalami gangguan lapang pandangan
·
Tekanan
di bawah 16 mmHg sebaiknya dirujuk
Glaukoma dapat dikontrol tekanannya dengan:
1. Tetes mata setiap hari
2. Tablet diberikan bersama-sama obat tetes mata
3. Bila tekanan tidak turun dengan tetes mata dan tablet,
maka dilakukan terapi laser
4. Bila keadaan lebih lanjut dapat direncanakan tindakan
bedah lainnya.
Tujuan dari terapi Glaukoma harus meliputi :
1. Pengurangan dari tekanan intraokular
Yang harus dipertimbangkan adalah besarnya pengurangan
tekanan yang harus didapat supaya dapat menghentikan penyakitnya. Harus dapat
diketahui kalau tekanan yang akan dicapai harus dapat di toleransi oleh pasien.6
2. Mengurangi penggunaan obat yang dipakai untuk mengontrol
tekanan intraokular
Hal ini harus dipertimbangkan sehubungan dengan bahan
yang digunakan. Yang lebih sering dipakai adalah bahan kadar yang paling ringan
dan efek toksik yang minimal. Penggunaan dan dosis obat harus benar-benar
dimengerti.
3. Menghindari efek samping dan efek toksik
Beberapa efek samping dapat mengganggu dan dapat
berbahaya.
3.1
Cara Pemberian Obat Tetes pada Pasien Glaukoma
Kegagalan hasil
pengobatan dapat disebabkan oleh kesalahan dalam tehnik pemakaian obat. Menutup
saluran nasolakrimal berguna bila obat diteteskan pada mata, obat akan masuk ke
dalam rongga hidung. Obat yang masuk ke hidung akan masuk ke dalam peredaran
darah dan bagian tubuh lainnya. Obat yang masuk ke dalam peredaran darah akan
memberikan efek samping. Untuk mencegah hal ini pada saat meneteskan obat ke
mata maka tempat pengaliran obat masuk hidung di tutup dengan jari selam 1 – 2
menit.5
Sebaiknya antara
pemakaian 2 jenis obat diberikan rentang waktu
10-15 menit. Obat yang diteteskan dalam waktu dekat tidak akan efisien
karena obat yang pertama diteteskan akan dibilas oleh obat tetes berikutnya.
3.2
Pengobatan Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka biasanya diobati dengan obat tetes
mata. Jenis obat-obatnya bermacam-macam tergantung pada berat dan ringannya
tekanan yang harus diatasi. Bila tekanan tidak turun setelah pengobatan dengan
obat tetes mata maka diberikan pengobatan tambahan yaitu dalam bentuk tablet.
Glaukoma dini tidak memperlihatkan gangguan lapang
pandang yang nyata. Pengobatan yang tepat akan memcegah kerusakan lapang
pandang dan penglihatan. Gangguan yang lebih berat masih perlu mendapat
pengobatan untuk mencegah kerusakan lanjut. Pada kerusakan serabut saraf yang
belum mati maka masih memnungkinkan untuk menjadi normal kembali.
Tekanan bola mata
kadang-kadang perlu diturunkan walaupun berada dalam batas normal.
Pertimbangnnya adalah sebagai berikut:
·
Tekanan
di atas 21, 100% mengalami gangguan lapang pandang progresif
·
Tekanan
17-2i, hanya 50 %
·
Tekanan
di bawah 17, 10 % mengalami gangguan lapang pandangan
·
Tekanan
di bawah 16 mmHg sebaiknya dirujuk
Beberapa
jenis obat glaukoma:
·
Miotika
: berguna untuk mengalirkan cairan mata keluar dari bola mata.
Contohnya:pilokarpin, karbakol,
phospholine iodide
·
Epinefrin
: Menambah pengeluaran cairan mata. Dipiverin segera berubah menjadi epinefrin
di dalam mata.
·
Beta
blocker : mengurangi produksi cairan mata masuk ke dalam mata. Timol mempunyai
efek yang lebih kuat dibandingkan betaxolol. Namun betaxolol lebih aman
diberikan pada penderita kardiovaskular, asma atau emfisema dan kurang
mengakibatkan perubahan pada tekanan darah.
·
Karbonik
anhidrase inhibitor : Mengurangi pembentukan cairan dalam mata. Tablet yang
dikenal adalah Asetazolamid (diamox), Metazolamid, dan Daranide.
·
Analog
Prostaglandin : Merupakan obat baru yang dipasarkan. Bersifat pengobatan
potensial untuk glaukoma Obat ini meningkatkan pengeluaran cairan
mata melalui saluran alternatif yang disebut sebagai uveoskleral outflow.5 Obat ini memakai nama Latanaprost, dan
digunakan satu kali sehari.
Untuk mencegah berlanjutnya kehilangan penglihatan maka
tekanan bola mata harus terus dikontrol, dan menggunakan obat seterusnya dengan
pemakaian yang teratur. Pada
saat meneteskan obat sebaiknya mata melihat ke bawah dan saluran air mata
ditutup.
Tetes mata yang dipakai
adalah:
·
Beta
bloker ( timolol, levobunolol, metipranolol,carteolol)
1 – 2 kali sehari untuk menghambat
pembentukan cairan mata
·
Agonis
kolinergik ( Pilokarpin, karbakol)
2- 4 kali sehari untuk menambah
pengaliran keluar cairan mata
·
Agonis
adrenergik ( dipiverin, epinefrin)
2 kali sehari untuk
mempercepat pengaliran keluar cairan mata
·
Pada
keadaan yang berat dapat ditambahkan tablet ( methazolamid, asetazolamid) untuk
mengurangi pembentukan cairan mata
·
Obat-obat
tetes mata kuat baru yang dikenal dengan latanaprost, apraklonidin, dan
dorzolamid topikal
3. 3 Macam-macam
obat anti glaukoma berdasarkan cara
kerjanya:
- Mengurangi produksi akuosa humor
Dikenal dengan sistem yang berhubungan dengan pembentukan
akuos humor.
Reseptor
beta adrenergik
Beta bloker (Timolol dan lainnya)
Beta adrenoreseptor topical (sering disebut beta bloker)
adalah obat yang paling sering diresepkan sebagai terapi glaucoma. Golongan
ini menurunkan tekanan didalam mata dengan cara menghambat produksi dari humor
akuos.
Golongan ini dibagi menjadi 2, yaitu nonselektif beta
bloker dan selektif beta bloker.
a. Nonselektif
adrenoreseptor beta bloker. Timolol telah menjadi beta bloker yang standar selama bertahun-tahun. Obat
nonselektif yang lebih baru adalah levobunolol, carteolol, dan metipranolol.
Beberapa studi berpendapat, bahwa golongan yang lebih baru ini, lebih
menguntungkan dibandingkan dengan timolol walaupun masih dengan efek samping
yang sama.5,7
b. Beta
1 adrenoreseptor bloker. Betaksolol dan levo-betaksolol adalah selektif beta
bloker. Golongan ini memiliki efek tambahan yang lebih sedikit pada jantung
jika dibandingkan dengan dengan non selektif beta bloker, walaupun golongan ini
masih memiliki efek yang luas. Berbagai studi juga berpendapat bahwa golongan
ini lebih memperlambat progresi jika
dibandingkan dengan timolol, meskipun timolol lebih efektif dalam menurunkan
TIO. Beberapa penemuan mengindikasikan bahwa selektif beta bloker ini juga
memiliki efek proteksi saraf.
Semua beta bloker adalah efektif dan secara umum dapat
ditoleransi. Oleh karena golongan ini menyebabkan iritasi
terhadap mata yang lebih sedikit dibandingkan dengan medikamentosa lainnya, dan
seringkali golongan ini diberikan pada penderita glaucoma yang disertai dengan
katarak.7
Efek samping dan komplikasi : setelah pemberian beta
bloker, hanya sedikit dari obat yang diberikan yang diserap kornea. Sebagian
besar, masuk aliran darah. Agen ini dapat menyebabkan efek samping terhadap
sistemik :
a. Menyebabkan fatique, depresi, ansietas, mual muntah yang
berat, dan kesulitan bernapas.
b. Beta bloker mempengaruhi jantung, menurunkan denyut
jantung dan tekanan darah (tetapi pada selektif beta bloker tidak memiliki efek
ini). Dan golongan ini juga dapat menyebabkan perubahan kolestrol dan
trigliserida dalam tubuh.
c. Dapat
memperburuk keadaan asma atau penyakit paru lainnya. Beta bloker hanya
digunakan secara hati-hati atau tidak
sama sekali pada pasien-pasien dengan asma, emfisema, bronchitis, atau penyakit
jantung.4,7 Fungsi paru berkurang 40% pada orang tua yang mendapat
terapi timolol, bahkan juga pada yang tidak memiliki masalah pada paru-parunya
(selektif beta bloker dapat menurunkan efek tambahan ini).
d. Pada pasien yang mendapat perubahan terapi dari obat
golongan lain ke golongan beta bloker, ada kemungkinan terjadi peningkatan TIO
secara mendadak. Hal ini adalah penting, dan bagaimanapun
TIO harus diperiksa secepat mungkin setelah pengobatan dari golongan lain
dihentikan.
e. Pada
saat beta bloker digunakan untuk terapi pada salah satu mata, mata yang
sebelahnya (kontralateral) juga mengalami efek yang sama walaupun lebih
sedikit, namun tetap terjadi penurunan TIO yang signifikan.
Interaksi dengan obat-obatan lain : Dapat menambah kerja
bila diberikan bersama dengan obat-obatan lain seperti oral beta bloker, calcium channel blockers, dan
antiaritmia seperti quinidin. Timolol dapat menyebabkan efek samping yang
menyerupai keadaan hipoglikemi.
Obat- obat Beta
Blocker yang dikenal:
a.Timolol ( Timoptic )
·
Timoptic 0.25 % dan 0.05 %
·
Beta nonselektif adrenergik
antagonis, Beta 1-2 antagonis (bloker)
·
Menurunkan
TIO 30 %
Pada pemakaian timolol terlihat
meningkatnya kecepatan pengaliran darah perifer papil saraf optik. Timolol
menurunkan fungsi jantung dan pernapasan pada orang sehat, dimana sensitivitas
terhadap timolol berbeda pada pagi hari dan malam hari. 5
b.
Levobunolol
·
Betagan
0.25% dan 0.50%
·
Nonselektif
c. Betaxolol ( Betoptima, Betasel, Vetoptik, Betoko )
·
0.50 %
·
Beta
1- adrenergik antagonis, beta 1- selektif antagonis
·
Lebih
lemah dibanding yang lainnya
Betoxolol dapat memperbaiki
peredaran darah retina dan saraf optik. Walaupun timolol dan pilokarpin
mempunyai daya merendahkan tekanan yang besar dibandingkan betaxolol, tapi
tidak memperbaiki fungsi penglihatan..5,6
d. Metapranolol
·
0.3
%
·
Nonselektif
agonis adrenergik reseptor alfa 2, antagonis beta 2 adrenergik reseptor
·
Lebih
murah
e. Carteolol
·
Selektif
parsial agonis adrenergik reseptor alfa 2, antagonis beta 2 adrenergik reseptor
·
Mengurangi
produksi akuos
·
Meningkatkan
peredaran darah papil saraf optik.5
Alfa
adrenergik agonis
Adrenergik
agonis mengaktifkan otot – otot pada mata yang mendilatasi pupil, oleh karena
itu terjadilah peningkatan pengeluaran cairan akuos.4,7 Variasi
terbarunya adalah alfa 2- adrenergik agonis yang mengurangi produksi akuos
humor dan juga meningkatkan pengeluaran melalui jalur uveoskleral. Adrenergik agonis terdahulu meliputi
epinefrin.
Yang termasuk
alfa 2-adrenergik agonis adalah Apraclonidine (Iopidine) dan brimonidine. Kedua
obat ini digunakan sebelum dilakukan operasi glaukoma, tapi beberapa penelitian
mengindikasikan bahwa obat ini dapat dapat digunakan sebagai terapi utama
ketika penggunaannya dikombinasikan dengan beta- blokers.7
Biromidine
efektif untuk terapi jangka panjang. Memiliki bahan pelindung saraf dan lebih
aman dibandingkan obat lain jika digunakan pada pasien yang sedang hamil atau
pada pasien dengan asma.
Efek samping yang paling sering
terjadi pada oabat ini adalah mulut kering. Dapat juga menjadi pencetus reaksi
alergi yang menyebabkan kemerahan pada mata dan rasa gatal. Namun biromidine
menyebabkan reaksi alergi yang lebih ringan dibandingkan dengan apraclonidine.
Karbonik
anhidrase inhibitor
Karbonik anhidrase inhibitor
mengurangi jumlah aliran akuos humor sebanyak 40% dan digunakan untuk
pengobatan glakoma saat obat lainnya tidak efektif. Berguna juga jika
dikombinasikan dengan obat lain. Obat
ini dapat meningkatkan aliran darah dalam retina dan saraf optik.7
Efek samping karbonik anhidrase inhibitor :
·
Asidosis,
parastesia,batu ginjal, lemah, depresi, impoten, aplastik anemia
·
Bingung,
anoreksia, perut kembung
·
Poliuria,
diuresis, diare, muntah,libido hilang
Kontra indikasi karbonik anhidrase inhibitor :
·
Alergi
sulfa
·
Hipokalemia
·
Penyakit
Ginjal
·
Penyakit
hati
Obat-obat karbonik anhidrase:
1. Acetazolamide ( diamox )
·
Oral
125 mg, 250 mg, 500 mg
·
Kontraindikasi
pada glaukoma neovaskular dan glaukoma sudut tertutup kronis
·
Indikasi
pada pasca bedah
2. Methazolamide ( Neptazane )
·
Oral 25
mg, 50 mg tablet 3 kali sehari
·
Kontraindikasi
pada glaukoma neovaskular dan glaukoma sudut tertutup kronis
·
Indikasi
pada pasca bedah
3. Dorzolamide ( Trusopt 2%)
·
Topikal
karbonik anhidrase
·
Tidak
seefektif karbonik anhidrasi sistemik
·
Reaksi
toksik alergi
·
Efektifitas
kurang dibandingkan timolol atau beta adrenergik antagonis lainnya.
4. Brinzolamide
·
Topikal
karbonik anhidrase
·
Efek
samping terasa pedas di mata
2. Menambah Curahan trabekular
2.1. Adrenergik agonis
a.
Epinefrin
Merupakan adrenergik agonis yang
mengakibatkan bertambahnya
Pengaliran keluar cairan mata.
Efek samping epinefrin:
·
Dilatasi
pupil dan penglihatan akan kabur
·
Sakit
kepala, mata berair
·
Iritasi
lokal yang dapat mengakibatkan mata
merah
·
Alergi
pada pemakaian lama
Kontraindikasi epinefrin:
·
Glaukoma
sudut tertutup
·
Penyakit
kardiovaskular
b.
Dipiverine
Merupakan obat yang dapat diubah tubuh
menjadi epinefrin.
Dipiverine dapat menembus kornea dan bila
telah masuk ke dalam
bola mata diubah tubuh menjadi epinefrin.
2.2 Agen Kolinergik
·
Pilokarpian
( Miotik )
Merupakan obat anti
glaukoma yang paling sering digunakan sebelum ada Timolol. Pilokarpin dapat
diserap tubuh dengan cepat namun pasien harus menggunakannya beberapa kali
dalam sehari.7
Miotik mempercepat
keluarnya akuos dari mata dengan kontraksi otot dalam mata. Miotik adalah
kolinergik yang mengecilkan pupil yang memungkinkan pengaliran keluar cairan
mata. Miotik memberikan efek membuka dan mengeluarkan cairan mata.
3.
Meningkatkan curahan uveoskleral
3.1. Latanaprost 0.005 % ( Xalatan )
·
Prostaglandin
F2 agonis
·
Menaikkan
aliran sklerouvea,
dan menurunkan tekanan intraokular
·
Menurunkan
tekanan intraokular 27 – 33 %
·
Efektivitas
sama dengan nonselektif beta blocker
·
Dosis
satu kali satu hari
·
Puncak
aksi 8 – 12 jam
Hati-hati pada pemberian bersama
pilokarpin karena pilokarpin
Mengurangi curahan uveoskleral.
Latanoprost tidak bekerja baik pada
Pasien yang telah menggunakan pilokarpin. 5
Latanaprost tunggal
memberikan keseragaman penurunan tekanan intraokular selama 24 jam.Timolol dan
latanaprost menurunkan tekanan bola secara bermakna pada pasien glaukoma dan
hipertensi okuli.
Efek samping:
·
Penglihatan
kabur
·
Mata
kering
·
Hiperemia
·
Keratopati
pungtata, uveitis
4.
Obat Simpatetik
4.1 Brominidine
( Alphagen, Alergen )
·
Merupakan
alfa 2 agonis selektif
·
Memberikan
efek yang sama dengan timolol
·
Meningkatkan
curahan akuos humor uveosklera
·
Menurunkan
takanan bola mata 4 – 6 mmHg
4.2 Epinefrin
Ketika epinefrin diberikan secara
topikal maka akan terjadi midriasis, vasokonstriksi dan penurunan tekanan
intraokular. Pemberian
tunggal epinefrin dapat menurunkan tekanan intreokular dalam waktu 1 jam dengan
penurunan maksimal dalam waktu 4 jam. Obat ini masih aktif untuk 12- 24 jam ke
depan setelah pemberian. Pada saat pertama kali pasien diberikan epinefrin
dapat terlihat penurun dari tekanan intraokular, namun jika diberikan selama
beberapa minggu tekanan intraokular secara bertahap dapat naik kembali
mendekati jumlah sebelum pengobatan. Oleh karena itu pada tahap ini pemberian kolinergik perlu ditambahkan.
6
Efek samping dari penggunaan
epinefrin adalah rasa perih di sekitar mata, memberikan sensasi yang tidak
nyaman untuk pasien, sakit kepala dan reaksi hiperemi. Iritasi dapat terjadi
jika pasien mengalami reaksi alergi.
5.
Obat Parasimpatetik
Efek yang terjadi pada
mata :
·
Iris
miosis
·
Membuka
anyaman trabekular, meningkatkan curahan akuos humor
Anyaman siliar,
uveosklera menurunkan curahan akuos humor yang berlawanan dengan prostaglandin
Pilokarpin
·
Merupakan
obat anti glaukoma yang tertua
·
Mengakibatkan
miosis mulai dari 15 – 20 menit pertama dan berlangsung selama 4 – 8 jam
·
Pupil
dapat dilihat saat miosis
Efek Samping pada
mata:
·
Rasa
pedas, iritasi lokal dan sakit sekitar mata
·
Kaku
akomodasi sehingga menyukarkan penyesuaian penglihatan jauh
Efek samping mata
sistemik:
·
Bradikardi
·
Aritmia
·
Pernapasan
melambat
·
Sakit
kepala
·
Hipotensi.
5.2 Karbakol
·
Mempunyai
efek yang sama dengan pilokarpin dan digunakan bila toleransi terhadap
pilokarpin berkurang
·
Karbakol
tidak dapat menembus bola mata seperti pilokarpin sehingga diperlukan bahan
pelarut, sedangkan bahan pelarut ini dapat mengakibatkan reaksi sensitivitas
pada orang tertentu
·
Dosis :
0.75 %, 1.5 %, 2.25 %, dan 3 % dibrikan 3 kali sehari
3.4
Efek Samping Obat Glaukoma
Semua obat tetes mata dapat memberikan rasa perih atau
lengket pada mata. Efek samping merupakan hasil pengobatan yang tidak
digarapkan. Setiap obat yang dipergunakan dapat memberikan efek samping :
1. Mata
menjadi merah
2.
Penglihatan jadi kabur
3. Sakit
kepala
4.
Perubahan nadi dan denyut jantung
5. Perubahan emosi
6. hilang
nafsu makan.
Semua efek samping ini tidak gawat dan dapat hilang
setelah beberapa waktu. Efek samping obat dapat terjadi pada keluhan lokal di
mata, sistemik ataupun seluruh tubuh.
Efek
samping beberapa jenis obat:
·
Miotika memberikan keluhan sakit periorbita, sakit di daerah
dahi, dan dalam mata, hilang beberapa hari, penglihatan kabur. Karena
miotik mengecilkan pupil maka dapat
terjadi gangguan melihat di tempat gelap sehingga pasien sering mengeluh
penglihatan redup terutama di malam hari. Jarang terjadi ablasia retinakecuali
pada miopia.
·
Epinefrin memberikan
rasa perih. Karena adanya efek rebound mata dapat menjadi merah bila pemakaian
dihentikan.. Selain itu epinefrin juga menyebabkan palpitasi, tekanan darah
meningkat, tremor dan sakit kepala.
·
Beta bloker memberikan keluhan penglihatan menjadi kabur, tekanan darah menurun, pusing
dan lelah
·
Karbonik anhidrase inhibitor memberikan efek samping diuresis dan rasa semutan pada
ujung kaki dan tangan yang hilang dalam beberapa hari, kulit gatal dan merah
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta Ilyas : Ilmu Penyakit Mata edisi 2 , Sagung Seto,
Jakarta, 2002
2. Vaughan Daniel G : Oftalmogi Umum edisi 14 , Widya Medika, Jakarta, 2002
3. Sidarta Ilyas : Ilmu Penyakit Mata edisi 3 , Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006
5. Sidarta Ilyas : Glaukoma edisi 2, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakrarta, 2001
6. Adriani
John : Symposium On Ocular Pharmacology and Therapeutics, C. V Mosby Company,
Saint Louis, 1970
Tidak ada komentar:
Posting Komentar