Rabu, 22 April 2015

DEGENERASI MIOPIA



DEGENERASI MIOPIA


  • Miopia dapat diklasifikasikan sebagai miopia simpleks dan myopia patologis. Miopia patalogis hampir selalu progresif, biasanya diturunkan orang tua pada anaknya.
  • Miopia tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3-4 kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi pada mata.1
  • Miopia tinggi atau miopia degeneratif kronik dapat bersifat familial. Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong : kemungkinan genetik menderita miopia tinggi pada 2 generasi terakhir (autosomal dominan miopia tinggi adalah kromosom 18p).2,3
  • Operasi laser untuk mengoreksi masalah penglihatan sudah dimulai sejak awal tahun 1990an. Photorefractive Keratotomy (PRK) adalah salah satu tindakan yang dilakukan untuk mengoreksi miopia ringan sampai sedang. Untuk miopia tinggi digunakan metode Laser in-situ keratomileusis (LASIK).
  • Penelitian oleh Lindstrom, Hardten dan Chu tentang LASIK untuk penanganan miopia ringan, sedang dan tinggi mendapatkan hasil : LASIK untuk penanganan miopia ringan, sedang dan tinggi dengan atau tanpa astigmatisme memberikan hasil yang menjanjikan, meskipun memerlukan follow up yang lama.4,5 
  • Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar secara nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sclera menipis dan pada keadaan ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal.7
  • Pada mata dengan miopia tinggi dapat ditemukan kelainan fundus okuli seperti miopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang mengelilingi papil yang disebut annular patch.
  • Dijumpai degenerasi retina berupa kelompok pigmen tidak merata menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer (degenerasi latis).7,8
  • Degenerasi latis adalah degenerasi vitreoretina herediter yang paling sering dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik-bintik kuning keputihan. Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai ablasio retina, yang terdapat pada hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina. Tanda utama penyakit adalah retina yang tipis yang ditandai oleh batas tegas dengan perlekatan erat vitreoretina di tepinya.9,10,11
  • Patogenesis degenerasi latis tidak sepenuhnya dimengert. Tidak adanya pertumbuhan regional membran limitan interna retina ditambah adanya tarikan abnormal dari vitreoretinal merupakan teori yang banyak digunakan saat ini. 12
  • Adanya degenerasi latis semata-mata tidak cukup memberi alasan untuk memberikan terapi profilaksis. Riwayat ablasio retina pada keluarga, ablasio retina di mata yang lain, miopia tinggi dan afakia adalah faktor-faktor risiko terjadinya ablasio retina pada mata dengan degenerasi latis, dan mungkin diindikasikan terapi profilaksis dengan bedah beku atau fotokoagulasi laser. 10
  • Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch erupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saraf optik.
  • Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.6,8
  • Etiologi miopia maligna sampai saat ini belum jelas. Faktor utama untuk menentukan tipe miopia adalah kelemahan dan ketidakmampuan sklera mempertahankan tekanan intraokular tanpa kontraksi dan relaksasi.
  • Umumnya perubahan fundus disebabkan oleh kontraksi tetapi perubahan ini lebih dipengaruhi oleh kelainan perkembangan genetik yang mempengaruhi seluruh segmen posterior mata. Perubahan yang terjadi tidak begitu berbeda dengan miopia simpleks. Miopia maligna berhubungan dengan penyakit sistemik seperti Marfan’s syndrome, prematur retinopati, Ehler’s-Danlos sindrom dan albinisme.11
  • Patogenesis miopia maligna masih belum jelas. Sebelumnya pernah diidentifikasi adanya lokus autosomal dominan miopia maligna pada gen 18p11.31. pada penemuan selanjutnya, ditemukan adanya gen heterogen miopia maligna yang terkait dengan lokus kedua dari gen 12q2123.8

v  Miopia maligna terdiri dari dua stadium:6
1. Stadium developmen
            Kerusakan pada stadium ini disebabkan pemanjangan dari aksis diikuti dengan kerusakan vaskular. Pemanjangan dari aksis bola mata, yang disebut staphyloma posterior, timbul akibat penipisan sklera. Ekstasia sklera yang progresif terbentuk pada kutub posterior (diskus nervus optikus dan makula), bagian inferior, nasal, atau dalam bentuk multipel. Kerusakan pada membran Bruch disertai dengan atropi khoroid membentuk lesi yang disebut Lackuer cracks. Hal ini berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya neovaskularisasi pada khoroid.
2. Stadium degenerasi
            Stadium ini merupakan tahap akhir dari stadium developmen.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

  • Etiologi dan patogenesis tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik.13
  • Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal, perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia. 13


GEJALA KLINIS
Subyektif :
a)    Kabur bila melihat jauh
b)    Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c)    Lekas lelah bila membaca (konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi)
d)    Astenovergens
Objektif :
1.    Miopia simpleks :
a)    Bilik mata yang dalam
b)    Pupil relative lebar
c)    Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
d)    Segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen miopia ringan di sekitar papil saraf optik.
2.    Miopia patologik : 8,11
a)    Gambaran segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b)    Gambaran segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada :
1)    Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters. Kadang ditemukan ablasi badan kaca.
2)    Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
3)    Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan  perdarahan subretina pada daerah makula.
4)    Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5)    Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

  • Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi mendominasi gejala klinik yang terjadi pada miop tinggi
  • Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin disebabkan karena perdarahan makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch mengalami dekompensasi.
  • Kehilangan penglihatan secara bertahap dan metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.14
  • Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi lagi hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan dengan panjangnya aksial mIopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang daripada normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.15


KOREKSI MIOPI TINGGI
a.    Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata
b.    Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak
c.    Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK

DAFTAR PUSTAKA
1. Bandung Eye Centre. Minus Tinggi dan Komplikasi Mata.  http://www.bandungeye
    centre.com/index.php
2.Royal National Institute of Blind People. High Degree Miopia.http://www.rinb.org.uk
3. Dennis SC, Lam, Pancy OS et al. Familial High Miopia Linkage to Chromosome 18p. Hongkong: Department of Ophthalmology and Visual Sciences Chinese University of Hongkong, China Ophthalmologica 2003;217:115-118.
4. Elsevier's Health Sciences. Study of high miopia patients ten years after LASIK
5. Linstrom RL, Hardten DR, Chu YR. Laser In Situ Keratomileusis (LASIK) for the
    Treatment of Low, Moderate and High Miopia. http://biblioteca.universia.net/irecurso.
6. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
    FKUI, 2003:5.
7. Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan Hipermetropia di RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2003:2-3.
8. Ilyas, HS. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI,
    Jakarta.
9. Gondhowiardjo TJ, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis Perdami.Jakarta: PP Perdami, 2006:9.
10. Hardy RA. Retina dan Tumor Intraokuler dalam: oftalmologi umum ed 14. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR (eds). Jakarta: Widya Medika, 2000;210.
11. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Handbooks of Ocular Disease Management.New York: Johson Publishing LLC, 2001.
12. Sarraf D, Saulny SM. Lattice Degeneration.http://www.emedicine.medscape.com
13. Jain IS, Jain S, Mohan K. The Epidemiology of High Miopia-Chanding Trends.http:// www.ijo.in-jain. [diakses tanggal 26 Januari 2009].
14. Detman AF, Hoyng CB. Retina. 3rd ed. Singapore: Mosby Inc, 2001:1244-1246.
15. Pachul C. High Miopia-Nearsighted Vision. http:// www.lensdesign.com
16. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam: Ilmu Penyakit Mata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM,2007; 185-7.
17. Semarang Eye Centre.Tindakan Bedah LASIK.http://www.semarang-eyecentre.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar