Rabu, 22 April 2015

CENTRAL CEROUS RETINOPATHY



CENTRAL CEROUS RETINOPATHY


  • Central serous retinopathy ( CSR ) atau lebih dikenal dengan nama retinopati serosa sentral adalah suatu kelainan pada retina, tepatnya pada makula lutea, penyakit ini jarang ditemukan, bersifat unilateral, self limited desease dan ditandai oleh pelepasan serosa sensorik sebagai akibat dari kebocoran setempat cairan dari koriokapilaris melalui defek di epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria berusia muda sampai pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian stress  kehidupan ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ).
  • Melalui peneletian retrospektif, Haimovici mendapatkan bahwa steroid sistemik dan kehamilan merupakan faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan CSR. Faktor resiko lainnya adalah pemakaian antibiotik, konsumsi alkohol, hipertensi yang tidak terkontrol, dan penyakit saluran nafas alergik ( 4 ).
PATOFISIOLOGI
  • Kebocoran (leakage) pada lapisan epitel pigmen diduga disebabkan oleh kelainan hormonal dan infeksi oleh virus. Lubang kebocoran ini merupakan suatu pintu masuk untuk mengalirnya cairan dari bawah lapisan epitel pigmen ke ruangan dibawah retina sehingga terjadi pengumpulan cairan dibawah retina. Pengumpulan cairan dibawah retina didaerah makula retina ini menyebabkan penglihatan penderita sangat terganggu ( 5 ) 
  • Baru sejak ditemukannya ICGA pada tahun 1993, patogenesis CSR telah diketahui dengan pasti. Kelainan ini disebabkan oleh abnormalitas sirkulasi koroid yang selanjutnya menyebabkan iskemia koroid, hiperpermeabilitas vascular koroid, RPE (retinal pigment epithelium) detachment, dan ablasio retina sensorik. Abnormalitas sirkulasi koroid ini dihubungkan dengan kondisi hiperkortisolisme seperti kehamilan, stress dan kepribadian tipe-A, sindrom Cushing, dan pemakaian glukokortikoid ( 4 ).
  • Awalnya glukokortikoid merupakan obat pertama yang digunakan secara luas sebagai terapi CSR. Namun dengan beberapa penelitian didapatkan fakta bahwa glukokortikoid merupakan suatu faktor resiko  yang bermakna dalam timbulnya CSR. Mekanisme patofisiologinya belum diketahui. Penjelasan yang diterima saat ini adalah pengaruh glukokortikoid terhadap sirkulasi koroid. Aliran darah koroid diketahui diatur oleh system simpatis dan secara antagonis dengan system parasimpatik untuk menghambat produksi  nitric oxide synthase, suatu modulator vascular. Interaksi ini menyebabkan spasme pembuluh darah koroid dan iskemia koroid ( 6 ).
GEJALA KLINIS
  • Dari anamnesis penderita mengeluh mata kabur untuk membaca dan melihat jauh, terutama jika melihat benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita akan melihat suatu bayangan gelap berbentuk bulat atau lonjong ditengah lapang pandangan (bercak hitam) . Tidak ada rasa sakit pada mata dan mata tidak merah serta tidak mengeluarkan air mata ( 5 ).
  • Sebagian besar pasien datang dengan penglihatan kabur yang timbul mendadak, mikropsia, metamorfosia, dan scotoma sentralis dan gangguan adaptasi gelap. Ketajaman penglihatan sering hanya berkurang secara sedang dan dapat diperbaiki mendekati normal dengan koreksi hiperopik kecil ( 1 ) ( 2 ).
  • Dari penelitian, 75 % mengalami hipermetropisasi. Sebagian hipermetropisasi yang terjadi adalah hipermetropisasi ringan ( antara S+0.25 D dan S+1,00 D ). Fenomena ini sesuai dengan kondisi anatomi yang terjadi pada CSR, yaitu terangkatnya retina sensorik akibat penimbunan cairan serosa didalam ruang subretina. CSR juga menyerang individu yang mempunyai status refraksi emetropia atau hipermetropia, dan jarang sekali mengenai individu myopia. Hubungan antara kelainan refraksi dengan resiko terkena CR belum dapat dijelaskan ( 4 ).
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan ( 1) ( 2 ) (3 ) ( 4 ) ( 5 ):
1.    Visus: Penglihatan kabur, turun menjadi 6/9 sampai 6/12, dengan koreksi lensa positif akan lebih terang atau mendekati normal (hipermetrop)
2.    Pemeriksaan eksternal: Konjungtiva, kornea, iris, lensa tampak normal.
3.    Tekanan bola mata: Normal
4.    Indirect ophthalmoscopy: tampak ada penonjolan retina didaerah makula retina yang berbentuk bulat lonjong dengan batas yang jelas. Pada kasus yang jarang terjadi dimana CSR dapat menyebabkan gumpalan yang memisahkan lapisan retina, mengakibatkan peningkatan cairan subretina. Akan tampak cairan eksudat berwarna putih kekunin-kuningan.
5.    Slitlamp biomicroscopy:  Adanya pelepasan serosa retina sensorik tanpa peradangan mata, neovaskularisasi mata, suatu lubang kecil optik, atau tumor koroid. Lesi epitel pigmen retina tampak sebagai bercak abu-abu kekuningan, bundar atau oval, kecil yang ukurannya bervariasi dan mungkin sulit dideteksi tanpa bantuan angiografi flouresens.
6.    Fundus Flourescein Angiografi ( FFA ): Meskipun pada sebagian kasus sudah terdiagnosa secara klinik, pemeriksaan flouresens ini sangat membantu dalam membedakannya dengan penyakit lain yang mirip.  Pada CSR, terdapat gangguan pada barrier pembuluh darah retina yang menyebabkan molekul dari zat flouresens dapat masuk menuju ruang subretina. Akan tampak dua konfigurasi yang khas yaitu : Konfigurasi Cerobong Asap: Pada awal masuknya zat flouresens, akan tampak titik hiperflouresens yang kemudian akan menyebar secara vertical. Beberapa lama kemudian , cairan akan masuk menuju ruang subretina dan naik secara vertical seperti tumpukan asap pada cerobong asap mulai dari titik kebocorannya sampai bagian akhir dari pemisahan lapisan retina. Lama kelamaan zat flouresens tersebut akan berbentuk seperti jamur atau payung sampai semua daerah yang terpisah terpenuhi oleh cairan flouresens.
7.    Optical Coherence Tomography (OCT): OCT merupakan pemeriksan yang sangat akurat untuk mendiagnosa CSR, terutama bila pemisahan lapisan retina yang dangkal. Bahkan pada beberapa kasus dapat memperlihatkan titik kebocoran.

TERAPI
Medikamentosa
  1. Karena CSR ini merupakan self limited desease, maka tanpa pengobatan pun akan sembuh sendiri. Obat yang diberikan pun hanya obat yang dapat mempercepat menutupnya lubang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Obat yang diberikan adalah vitamin dalam dosis yang cukup ( 5 ).Penatalaksanaan CSR yang banyak dianut saat ini adalah observasi selama 3-4 bulan sambil menunggu resolusi spontan.Biasanya penyakit ini akan sembuh dalam waktu 8-12 minggu ( 4 ).
  2. Asetazolamid  sebagai terapi pertama kali dikemukakan oleh Pikkel pada tahun 2002. percobaan ini didasarkan pada fakta bahwa asetazolamid terbukti efektif untuk mengurangi edema makula yang disebabkan oleh tindakan operasi dan berbagai kelainan intraocular lainnya.penelitian pikkel ini membuktikan asetazolamid dapat memperpendek waktu resolusi klinis, tetapi tidak berdampak terhadap tajam penglihatan akhir dan rekurensi CSR  ( 4 ).
Non medikamentosa
1.    Jika penderita belum sembuh, maka dilakukan pengobatan dengan koagulasi sinar laser yang bertujuan untuk menutup lobang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Keuntungan melakukan koagulasi ini adalah memperpendek perjalanan penyakit dan mengurangi kemungkinan kekambuhan tetapi tidak berpengaruh terhadap tajam penglihatan akhir ( 3 ) ( 5 ).
2.    Fotokoagulasi laser Argon yang diarahkan kebagian yang bocor akan secara bermakna mempersingkat durasi pelepasan retina sensorik dan mempercepat pemulihan penglihatan sentral, tetapi tidak terdapat bukti bahwa fotokoagulasi yang segera dilakukan akan menurunkan kemungkinan gangguan penglihatn permanent. Walaupun penyulit fotokoagulasi laser retina sedikit, terapi fotokoagulasi laser segera sebaiknya tidak dianjurkan untuk semua pasien CSR. Lama dan letak penyakit, keadaan mata yang lain, dan kebutuhan visual okupasional merupakan factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan pengobatan ( 1 ).
3.    Dalam menggunakan fotokagulasi laser, dilakukan dua sampai tiga kali penyinaran tepat di sisi yang bocor, dengan ukuran titik sinarnya adalah 200µm. dilakukan penyinaran selama 0,2 detik dan dengan intensitas yang ringan untuk menghindari kerusakan RPE yang lebih lanjut. Kontraindikasi pengobatan ini adalah bila sisi kebocorannya dekat dengan FAZ atau tepat di bagian FAZ ( 2 ).
Indikasi fotokoagulasi laser adalah ( 4 ) ( 5 ) :
  1. CSR yang berulang
  2. CSR sesudah 12 minggu belum membaik
  3. visus penderita semakin terganggu dan penderita tidak bisa bekerja untuk melakukan pekerjaan yang penting.
  4. timbulnya deficit visual permanent pada mata disebelahnya
  5. munculnya tanda-tanda kronik seperti perubahan kistik pada retina sensorik atau abnormalitas RPE ( retina eigment epithelium ) yang luas.
PROGNOSIS
Sekitar 80 % mata dengan CSR mengalami resorpsi spontan cairan subretina dan pemulihan ketajaman penglihatan normal dalam 6 bulan setelah muncul gejala. Walau ketajaman penglihatan normal, banyak pasien mengalami defek penglihatan permanent,misalnya penurunan ketajaman kepekaan terhadap warna, mikropsia, dan skotoma relative. 20% – 30 % akan mengalami sekali atau lebih kekambuhan penyakit, dan pernah dilaporkan adanya penyulit termasuk neovaskularisasi subretina dan edema makula sistoid kronik pada pasien yang sering dan berkepanjangan mengalami pelepasan serosa ( 1 ) ( 2 )

DAFTAR PUSTAKA
1.    Vaughan G, Daniel, dkk 1996. Oftalmologi Umum Edisi 14..  Widya Medika. Hal 199-200
2.    Kanski, Clinical Ophtalmology. Third Edition. Dalam Miscellaneus Acquired Maculopathies. Hal 398-399
3.    Sidarta, Ilyas Prof 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Dalam Penglihatan Turun Mendadak Tanpa Mata Merah. Balai Penerbit FKUI. Hal 197-198
4.    Sengdy, Chandra Chauhari dr, Elvoiza dr. Ophtalmologica Indonesia, Jurnal Of The Indonesian Ophtalmologist Association 2005. Dalam Karakteristik Penderita dan Efektivitas Terapi Medikamentosa CSR. Volume 32. Hal 133-139
5.    Pedoman Diagnosis Dan Terapi, RSUD Dokter Soetomo 1988. Dalam Sentral Serous Retinopati. Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. FK Universitas Airlangga. Surabaya . Hal 107-108
6.    James, Bruce dkk 2003.  Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke Sembilan. Dalam Retina dan Koroid.  Penerbit Erlangga. Hal 114
7.    www.gogle.com . R, Steven, Virata MD FACS , William Institute, The Retina Center

Tidak ada komentar:

Posting Komentar