CENTRAL CEROUS RETINOPATHY
- Central serous retinopathy ( CSR ) atau lebih dikenal dengan nama retinopati serosa sentral adalah suatu kelainan pada retina, tepatnya pada makula lutea, penyakit ini jarang ditemukan, bersifat unilateral, self limited desease dan ditandai oleh pelepasan serosa sensorik sebagai akibat dari kebocoran setempat cairan dari koriokapilaris melalui defek di epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria berusia muda sampai pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kejadian-kejadian stress kehidupan ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ).
- Melalui peneletian retrospektif, Haimovici mendapatkan bahwa steroid sistemik dan kehamilan merupakan faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan CSR. Faktor resiko lainnya adalah pemakaian antibiotik, konsumsi alkohol, hipertensi yang tidak terkontrol, dan penyakit saluran nafas alergik ( 4 ).
PATOFISIOLOGI
- Kebocoran (leakage) pada lapisan epitel pigmen diduga disebabkan oleh kelainan hormonal dan infeksi oleh virus. Lubang kebocoran ini merupakan suatu pintu masuk untuk mengalirnya cairan dari bawah lapisan epitel pigmen ke ruangan dibawah retina sehingga terjadi pengumpulan cairan dibawah retina. Pengumpulan cairan dibawah retina didaerah makula retina ini menyebabkan penglihatan penderita sangat terganggu ( 5 )
- Baru sejak ditemukannya ICGA pada tahun 1993, patogenesis CSR telah diketahui dengan pasti. Kelainan ini disebabkan oleh abnormalitas sirkulasi koroid yang selanjutnya menyebabkan iskemia koroid, hiperpermeabilitas vascular koroid, RPE (retinal pigment epithelium) detachment, dan ablasio retina sensorik. Abnormalitas sirkulasi koroid ini dihubungkan dengan kondisi hiperkortisolisme seperti kehamilan, stress dan kepribadian tipe-A, sindrom Cushing, dan pemakaian glukokortikoid ( 4 ).
- Awalnya glukokortikoid merupakan obat pertama yang digunakan secara luas sebagai terapi CSR. Namun dengan beberapa penelitian didapatkan fakta bahwa glukokortikoid merupakan suatu faktor resiko yang bermakna dalam timbulnya CSR. Mekanisme patofisiologinya belum diketahui. Penjelasan yang diterima saat ini adalah pengaruh glukokortikoid terhadap sirkulasi koroid. Aliran darah koroid diketahui diatur oleh system simpatis dan secara antagonis dengan system parasimpatik untuk menghambat produksi nitric oxide synthase, suatu modulator vascular. Interaksi ini menyebabkan spasme pembuluh darah koroid dan iskemia koroid ( 6 ).
GEJALA
KLINIS
- Dari anamnesis penderita mengeluh mata kabur untuk membaca dan melihat jauh, terutama jika melihat benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita akan melihat suatu bayangan gelap berbentuk bulat atau lonjong ditengah lapang pandangan (bercak hitam) . Tidak ada rasa sakit pada mata dan mata tidak merah serta tidak mengeluarkan air mata ( 5 ).
- Sebagian besar pasien datang dengan penglihatan kabur yang timbul mendadak, mikropsia, metamorfosia, dan scotoma sentralis dan gangguan adaptasi gelap. Ketajaman penglihatan sering hanya berkurang secara sedang dan dapat diperbaiki mendekati normal dengan koreksi hiperopik kecil ( 1 ) ( 2 ).
- Dari penelitian, 75 % mengalami hipermetropisasi. Sebagian hipermetropisasi yang terjadi adalah hipermetropisasi ringan ( antara S+0.25 D dan S+1,00 D ). Fenomena ini sesuai dengan kondisi anatomi yang terjadi pada CSR, yaitu terangkatnya retina sensorik akibat penimbunan cairan serosa didalam ruang subretina. CSR juga menyerang individu yang mempunyai status refraksi emetropia atau hipermetropia, dan jarang sekali mengenai individu myopia. Hubungan antara kelainan refraksi dengan resiko terkena CR belum dapat dijelaskan ( 4 ).
DIAGNOSIS
DAN PEMERIKSAAN
Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan ( 1) ( 2 ) (3 ) ( 4 ) ( 5 ):
1. Visus:
Penglihatan kabur, turun menjadi 6/9 sampai 6/12, dengan koreksi
lensa positif akan lebih terang atau mendekati normal (hipermetrop)
2. Pemeriksaan
eksternal:
Konjungtiva, kornea, iris, lensa tampak normal.
3. Tekanan bola
mata: Normal
4. Indirect
ophthalmoscopy: tampak ada
penonjolan retina didaerah makula retina yang berbentuk bulat lonjong dengan
batas yang jelas. Pada kasus yang jarang terjadi dimana CSR dapat menyebabkan
gumpalan yang memisahkan lapisan retina, mengakibatkan peningkatan cairan
subretina. Akan tampak cairan eksudat berwarna putih kekunin-kuningan.
5. Slitlamp
biomicroscopy:
Adanya pelepasan serosa retina sensorik tanpa peradangan mata, neovaskularisasi
mata, suatu lubang kecil optik, atau tumor koroid. Lesi epitel pigmen retina
tampak sebagai bercak abu-abu kekuningan, bundar atau oval, kecil yang
ukurannya bervariasi dan mungkin sulit dideteksi tanpa bantuan angiografi
flouresens.
6. Fundus
Flourescein Angiografi ( FFA ): Meskipun pada sebagian kasus sudah terdiagnosa secara
klinik, pemeriksaan flouresens ini sangat membantu dalam membedakannya dengan
penyakit lain yang mirip. Pada CSR, terdapat gangguan pada barrier
pembuluh darah retina yang menyebabkan molekul dari zat flouresens dapat masuk
menuju ruang subretina. Akan tampak dua konfigurasi yang khas yaitu :
Konfigurasi Cerobong Asap: Pada awal
masuknya zat flouresens, akan tampak titik hiperflouresens yang kemudian akan
menyebar secara vertical. Beberapa lama kemudian , cairan akan masuk menuju
ruang subretina dan naik secara vertical seperti tumpukan asap pada cerobong
asap mulai dari titik kebocorannya sampai bagian akhir dari pemisahan lapisan
retina. Lama kelamaan zat flouresens tersebut akan berbentuk seperti jamur atau payung sampai semua daerah
yang terpisah terpenuhi oleh cairan flouresens.
7. Optical
Coherence Tomography (OCT): OCT merupakan pemeriksan yang sangat akurat untuk mendiagnosa CSR,
terutama bila pemisahan lapisan retina yang dangkal. Bahkan pada beberapa kasus
dapat memperlihatkan titik kebocoran.
TERAPI
Medikamentosa
- Karena CSR ini merupakan self limited desease, maka tanpa pengobatan pun akan sembuh sendiri. Obat yang diberikan pun hanya obat yang dapat mempercepat menutupnya lubang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Obat yang diberikan adalah vitamin dalam dosis yang cukup ( 5 ).Penatalaksanaan CSR yang banyak dianut saat ini adalah observasi selama 3-4 bulan sambil menunggu resolusi spontan.Biasanya penyakit ini akan sembuh dalam waktu 8-12 minggu ( 4 ).
- Asetazolamid sebagai terapi pertama kali dikemukakan oleh Pikkel pada tahun 2002. percobaan ini didasarkan pada fakta bahwa asetazolamid terbukti efektif untuk mengurangi edema makula yang disebabkan oleh tindakan operasi dan berbagai kelainan intraocular lainnya.penelitian pikkel ini membuktikan asetazolamid dapat memperpendek waktu resolusi klinis, tetapi tidak berdampak terhadap tajam penglihatan akhir dan rekurensi CSR ( 4 ).
Non medikamentosa
1. Jika penderita belum sembuh, maka
dilakukan pengobatan dengan koagulasi sinar laser yang bertujuan untuk menutup
lobang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Keuntungan melakukan koagulasi ini
adalah memperpendek perjalanan penyakit dan mengurangi kemungkinan kekambuhan
tetapi tidak berpengaruh terhadap tajam penglihatan akhir ( 3 ) ( 5 ).
2. Fotokoagulasi laser Argon yang
diarahkan kebagian yang bocor akan secara bermakna mempersingkat durasi
pelepasan retina sensorik dan mempercepat pemulihan penglihatan sentral, tetapi
tidak terdapat bukti bahwa fotokoagulasi yang segera dilakukan akan menurunkan
kemungkinan gangguan penglihatn permanent. Walaupun penyulit fotokoagulasi
laser retina sedikit, terapi fotokoagulasi laser segera sebaiknya tidak
dianjurkan untuk semua pasien CSR. Lama dan letak penyakit, keadaan mata yang
lain, dan kebutuhan visual okupasional merupakan factor-faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam memutuskan pengobatan ( 1 ).
3. Dalam menggunakan fotokagulasi
laser, dilakukan dua sampai tiga kali penyinaran tepat di sisi yang bocor,
dengan ukuran titik sinarnya adalah 200µm. dilakukan penyinaran selama 0,2
detik dan dengan intensitas yang ringan untuk menghindari kerusakan RPE yang
lebih lanjut. Kontraindikasi pengobatan ini adalah bila sisi kebocorannya dekat
dengan FAZ atau tepat di bagian FAZ ( 2 ).
Indikasi fotokoagulasi laser adalah ( 4 ) ( 5 ) :
- CSR yang berulang
- CSR sesudah 12 minggu belum membaik
- visus penderita semakin terganggu dan penderita tidak bisa bekerja untuk melakukan pekerjaan yang penting.
- timbulnya deficit visual permanent pada mata disebelahnya
- munculnya tanda-tanda kronik seperti perubahan kistik pada retina sensorik atau abnormalitas RPE ( retina eigment epithelium ) yang luas.
PROGNOSIS
Sekitar 80 %
mata dengan CSR mengalami resorpsi spontan cairan subretina dan pemulihan
ketajaman penglihatan normal dalam 6 bulan setelah muncul gejala. Walau
ketajaman penglihatan normal, banyak pasien mengalami defek penglihatan
permanent,misalnya penurunan ketajaman kepekaan terhadap warna, mikropsia, dan
skotoma relative. 20% – 30 % akan mengalami sekali atau lebih kekambuhan
penyakit, dan pernah dilaporkan adanya penyulit termasuk neovaskularisasi
subretina dan edema makula sistoid kronik pada pasien yang sering dan
berkepanjangan mengalami pelepasan serosa ( 1 ) ( 2 )
DAFTAR
PUSTAKA
1. Vaughan G, Daniel, dkk 1996.
Oftalmologi Umum Edisi 14.. Widya Medika. Hal 199-200
2. Kanski, Clinical Ophtalmology. Third
Edition. Dalam Miscellaneus Acquired Maculopathies. Hal 398-399
3. Sidarta, Ilyas Prof 2004. Ilmu
Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Dalam Penglihatan Turun Mendadak Tanpa Mata Merah.
Balai Penerbit FKUI. Hal 197-198
4. Sengdy, Chandra Chauhari dr, Elvoiza
dr. Ophtalmologica Indonesia, Jurnal Of The Indonesian Ophtalmologist
Association 2005. Dalam Karakteristik Penderita dan Efektivitas Terapi
Medikamentosa CSR. Volume 32. Hal 133-139
5. Pedoman Diagnosis Dan Terapi, RSUD
Dokter Soetomo 1988. Dalam Sentral Serous Retinopati. Lab/UPF Ilmu Penyakit
Mata. FK Universitas Airlangga. Surabaya . Hal 107-108
6. James, Bruce dkk 2003. Lecture
Notes Oftalmologi. Edisi ke Sembilan. Dalam Retina dan Koroid. Penerbit
Erlangga. Hal 114
7. www.gogle.com . R, Steven, Virata MD
FACS , William Institute, The Retina Center
Tidak ada komentar:
Posting Komentar