I.
Pendahuluan
Ablasio retina adalah suatu kelainan pada mata yang
disebabkan oleh karena terpisahnya lapisan neuroretina dari lapisan epitel
pigmen retina akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya
suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina.
Terdapat tiga tipe utama ablasio retina, yakni ablasio regmatogen, ablasio
traksi, dan ablasio eksudatif. Jenis ablasio yang paling sering terjadi dari
ketiga tipe tersebut adalah ablasio regmatogen. Juga merupakan salah satu kasus
emergensi oftalmologi karena dapat menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani
dengan segera 1,2
Pada dasarnya ablasio retina adalah
suatu kelainan mata bilateral, sehingga harus diperiksa dan ditangani kedua
mata. Biasanya ablasio retina ini adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan
meningkatnya usia dan miopia tinggi, di mana akan terjadi perubahan degeneratif
pada retina dan vitreus. Diperkirakan prevalasi retina adalah 1 kasus dalam
10.000 populasi. Prevalansi meningkat pada beberapa keadaan seperti Miop
tinggi, afakia/pseudofakia dan trauma. Pada penderita-penderita ablasio retina
ditemukan adanya miopia sebesar 55%, degenerasi Lattice 20-30%, trauma 10-20%
dan afakia/pseudofakia 30-40%.2
Pada janin 1 bulan akan terbentuk optik
vesikel secara bilateral, yang kemudian akan melipat ke dalam membentuk optic
cup, rongga vesikel ini berhubungan dengan ventrikel otak. Optic cup ini akan
mengalami invaginasi lebih lanjut dan meninggalkan rongga potensial di antara
lapisan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina yang merupakan tempat
terjadinya ablasio retina pada dewasa. 2
II.
Epidemiologi
Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1
kasus dalam 10.000 populasi. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti
miopia tinggi, afakia/pseudoafakia dan trauma. Pada mata normal,
ablasio retina terjadi pada kira-kira 5 per 100.000 orang per tahun di Amerika
Serikat. Insidens ablasio retina idiopatik berdasarkan adjustifikasi umur
diperkirakan 12,5 kasus per 100.000 per tahun atau 28.000 kasus per tahun. Ablasio
retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi
katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang
dilaporkan.1,2,3, 4
III.
Anatomi
dan Fisiologi Bola Mata dan Retina
Bola
mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga jaringan
yaitu sklera, jaringan uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang
terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang
merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi
ransangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang
potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid
yang disebut ablasi retina.5
Retina atau selaput jala merupakan
bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina
merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan akhirnya di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sistem
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar
retina sensorik bertumpuk dengan membrana Bruch,
koroid, dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm
pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di
tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen
retina dan terdiri atas lapisan:5,6
1.
Lapisan
epitel pigmen
2.
Lapisan
fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3.
Membran
limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4.
Lapisan
nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5.
Lapisan
pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6.
Lapis
nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7.
Lapisan
pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion.
8.
Lapis sel
ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9.
Lapis
serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10.
Membran
limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.
Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber
yaitu koriokapiler yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mensuplai
dua per tiga sebelah dalam.5,6
Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai
suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel
batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina
melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan ossipital. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea
sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang
paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion
yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari
susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan
sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).5,6
I.
Definisi
Ablasi
retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dengan
dari sel epitel retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina
tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel,
sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.5Lepasnya retina atau sel kerucut dan
batang koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina
dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi yang menetap. Ada tiga klasifikasi ablasio retina yaitu ablasi
retina regmatogenosa, ablasi retina eksudatif, ablasi retina traksi (tarikan).5
1
. Ablasi retina regmatogenosa
Pada ablasi retina regmatogenosa dimana
ablasi terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke
belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina
oleh badan kaca cair (fluid vitreous)
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.5
Ablasi ini terjadi pada mata yang
mempunyai faktor predisposisi untuk terjadi ablasi retina. Trauma hanya
merupakan faktor pencetus untuk terjadinya ablasi retina pada mata yang
berpotensi. Mata yang berpotensi untuk
terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan
retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang timbul
pada afakia terjadi pada tahun pertama.5Antara gejala yang timbul adalah terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan. Ablasi retina yang
berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karenan dapat
mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada
ablasi retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.5
Pada pemeriksaan fundoskopi akan
terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya
dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan
terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di
dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adaya defek aferen pupil akibat
penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila terjadi
neovaskular glaucoma pada ablasi retina adalah pembedahan. Sebelum pembedahan,
pasien dirawat dengan mata ditutup. Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan
sebaiknya antara 1-2 hari.5
Terdapat juga pre-evaluasi untuk menilai
derajat atau luas robekan yang terjadi pada ablsio retina regmatogenosa (ARR)
yaitu Lincoff Rules. 17
Rule
1- Temporal superior atau nasal. ARR: Sekitar 98% kasus robekan primer seluas
kurang dari sudut jam 1.30 dari bagian
atas.
Rule
2- Seluruh atau bagian atas ARR melewati sudut jam 12 Meridian: Sekitar 93% kasus
robekan pada sudut jam 12 meridian.
Rule
3- ablasio bagian bawah: sekitar 95% kasus robekan pada bagian atas ARR sebagai
petanda diskus bagian atas terjadi robekan.
Rule
4- bullous bawah: Tipe ini merupakan lanjutan dari robekan bagian atas17
Pengobatan ditujukan untuk melekatkan
kembali bagian retina yang lepas dengan diatermi dan laser. Diatermi ini dapat
berupa Diatermi permukaan (surface diathermy) atau diatermi setengah tebal
sklera (partial penetrating diatermy) sesudah reseksi sklera. Hal ini dapat
dilakukan dengan atau tanpa mengeluarkan cairan subretina. Pengeluaran
dilakukan di luar daerah reseksi dan terutama di daerah di mana ablasi paling
tinggi. Implan diletakkan di dalam kantong sklera yang sudah direseksi yang
akan mendekatkan sklera dengan retina dan mengakibatkan pengikatan yang
terlokalisir. Sabuk (band) yang melingkar pada bola mata merupakan tindakan
yang mulai popular karena memperbaiki prognosis dan mobilisasi yang cepat.
Komplikasi dari operasi dapat terjadi miosis, edema kornea, pendarahan
orbital, penetrasi ocular dan injeksi intra-arteri.5,17
2.
Ablasi retina eksudatif
Ablasi retina eksudatif adalah ablasi
retina yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat
retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid (ekstra vasasi). Hal ini disebabkan penyakit
koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina
tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat
cincin. Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasi ini dapat
hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.5
3.
Ablasi retina traksi (tarikan)
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina
terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan
ablasi retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca, terdapat
jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma,
trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Pengobatan ablasi
akibat tarikan di dalam kaca dilakukan dengan melepaskan tarikan jaringan parut
atau fibrosis di dalam badan kaca dengan tindakan yang disebut sebagai
vitrektomi.5
I.
Etiologi
dan Faktor Resiko
Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah
miopia , katarak removal, dan trauma.
Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki miopia. Ablasio
retina yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada pasien berusia 25
- 45 tahun, sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang tua. Pasien
dengan miopia tinggi ( > 6 D ), lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan, memiliki resiko seumur hidup 5 % dari ablasio retina. Ablasio retina
terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi katarak, dan
ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan.
Faktor-faktor resiko yang terkait dengan ablasio retina dalam katarak removal yang tidak disengajakan (accidental) adalah posterior kapsul
pecah pada saat operasi, usia muda, panjang aksial meningkat, ruang bilik mata
depan yang dalam, dan jenis kelamin laki-laki. Kira-kira 10 - 20% dari ablasio
retina dikaitkan dengan trauma mata langsung.4
Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih
sering terjadi pada orang yang lebih muda. Meskipun tidak ada penelitian telah
memperkirakan kejadian ablasio retina dalam olahraga, olahraga tertentu
(misalnya, tinju dan bungee jumping )
berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya ablasio retina. Ada juga
beberapa laporan bahwa Laser capsulotomy
dikaitkan dengan peningkatan resiko ablasio retina. Di Amerika Serikat,
kelainan struktural, operasi sebelumnya, trauma dan uveitis adalah faktor resiko
utama untuk ablasio retina. Miopia yang tinggi, trauma, kelainan struktural dan
operasi sebelumnya adalah faktor resiko utama di Asia.4
II.
Patogenesis
Ruangan
potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah :6,7
1. Jika terjadi
robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki
ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
2. Terjadi
akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa adanya robekan retina ataupun
traksi pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma retina,
epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran pembuluh darah sehingga
berkumpul di bawah retina. Walaupun jarang terjadi, bila cairan
berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi, yang dapat terjadi
selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
3. Terjadi
pembentukan yang dapat berisi fibroblas,
sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina
sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vaskular yang kemudian
dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini
permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak
mencapai ke ora serata. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil
pada permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada
diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
I.
Gejala
Klinis
Pertimbangkan pasien yang khas
mengalami ablasio retina, seperti pasien dengan miopia tinggi dengan usia
berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, yang tiba-tiba mengalami
gejala “flashes dan floaters”, yang biasanya terjadi secara
spontan atau sesaat setelah menggerakkan kepala. Lakukan penggalian secara
lebih detail terhadap gejala yang dialami. 8
1.
Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya
menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang waktu, tetapi paling jelas saat
suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama sebelum tidur malam.
Kilatan cahaya (flashes) biasanya
terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala ini harus dibedakan dengan yang
biasanya muncul pada migrain, yang biasanya muncul sebelum nyeri kepala.
Kilatan cahaya pada migrain biasanya berupa garis zig-zag, pada tengah lapangan
pandang dan menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan
defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan tipe lain fotopsia,
yakni kilatan cahaya cenderung muncul hanya saat leher digerakkan setelah
membungkuk.8
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan
lapangan pandang adalah gejala yang sering terjadi, tetapi gejala ini bisa
menjadi kurang jelas pada pasien gangguan cemas. Tetapi jika titik hitamnya
bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini menjadi tanda signifikan suatu
keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien sering menggambarkan gejala ini
seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin karena adanya
kombinasi gejala ini dan kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah
menarik retina, menghasilkan sensasi kilatan cahaya, dan sering ketika robekan
terjadi akan terjadi perdarahan ringan ke dalam vitreus yang menyebabkan
munculnya bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini muncul, maka mata
harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga ditemukan dimana lokasi
robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat menyebabkan perdarahan vitreus
yang luas yang menyebabkan kebutaan mendadak.8
3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien
seharusnya segera mencari pengobatan medis dan pengobatan efektif. Namun
beberapa pasien tidak segera mencari pengobatan medis atau bahkan malah
mengabaikan gejala yang dialami. Memang dalam beberapa saat gejala akan
berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa hari hingga tahunan akan muncul
bayangan hitam pada lapangan pandang perifer. Jika retina yang terlepas berada
pada bagian atas, maka bayangan akan terlihat pada lapangan pandang bagian
bawah dan dapat membaik secara spontan dengan tirah baring, terutama setelah
tirah baring pagi hari. Kehilangan penglihatan sentral atau pandangan kabur
dapat muncul jika fovea ikut terlibat. terlibat.8
Saat
anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah terjadi bebrapa
bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya gejala. Perhatikan
juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokuler
atau prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga mengenai kondisi
pasien sebelumnya, seperti pernah atau tidak menderita uveitis, perdarahan
vitreus, ambliopia, glaukoma, dan retinopati diabetik. Riwayat penyakit mata
dalam keluarga juga penting untuk diketahui. 9
II.
Pemeriksaan
Fisis dan Penunjang
Pemeriksaan menyeluruh diindikasikan pada kedua
mata. Pemeriksaan pada mata yang tidak bergejala dapat memberikan petunjuk
mengenai penyebab dari ablasio retina pada mata yang lainnya. 10
a.
Lakukan pemeriksaan
segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma
b.
Periksa pupil dan
tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen
c.
Periksa ketajaman
penglihatan
d.
Periksa konfrontasi
lapangan pandang
e.
Periksa metamorfopsia
dengan tes Amsler grid
f.
Pemeriksaan slit lamp
untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus (Shafer’s sign)
g.
Periksa tekanan bola
mata
h.
Lakukan pemeriksaan
fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan dilatasi)
Pada
oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema dan kehilangan
sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina berwarna merah
terang dapat terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada
regio degenerasi ekuator. Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan
terlihat bersamaan dengan untaian retina berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif
akan terlihat adanya deposit lemak massif dan biasanya disertai dengan
perdarahan intraretina.11
Pada
pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat
tervisualisasi karena katarak atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan
dapat membantu mendiagnosis ablasio retina dan membedakannya dengan ablasio
vitreus posterior. USG dapat membantu membedakan regmatogen dari non
regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik untuk ablasio retina tetapi
tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi robekan retina yang tersembunyi.10
III.
Diagnosis
Banding
1. Retinoskisis
degeneratif
Retinoskisis degeneratif
adalah kelainan retina perifer didapat yang sering ditemukan dan diyakini
terbentuk dari gabungan degenerasi kistoid perofer yang sudah ada. Elavasi
kistik terebut paling sering ditemukan di kuadran inferotemporal, diiukuti
kuadran superotemporal. Degenerasi kistoid berkembang menjadi salah satu dari
dua bentuk retinoskisis, tipikal atau reticular, walaupun secara klinis
keduanya sulit dibedakan.6
Retinoskisis menyebababkan suatu
skotoma absolut dalam lapangan pandang, sedangkan ablasio retina menimbulkan
suatu skotoma relative. Elevasi kistik pada retinoskisis biasanya halus tanpa
disertai sel-sel pigmen vitreus. Permukaan ablasio retina biasa berombak-ombak
dengan sel-sel pigmen di dalam vitreus.6
2. Korioretinopati
Serosa Sentralis
Korioretinopati serosa sentralis
(CSR) ditandai oleh pelepasan serosa retina sensorik akibat adanya
daerah-daerah dengan pembuluh-pembuluh koroid yang hipermeabel dan gangguan
fungsi pompa epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai pria usia
muda dan pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kepribadian tipe A,
penggunaan steroid kronik, mikropsia, metamorfopsia dan skotoma sentralis yang
semuanya timbul mendadak. Ketajaman penglihatan sering hanya berkurang secara
moderat dan dapat diperbaiki mendekati normal dengan koreksi hiperopia kecil. Banyak pasien mengalami defek
penglihatan ringan yang menetap seperti penurunan sensitivitas warna, mikropsia
atau skotoma relatif. 6
IV.
Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah
mengembalikan kontak antara neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan
eliminasi kekuatan traksi. Berbagai metode operasi yang akan dilakukan
bergantung dari lokasi robekan, usia pasien, gambaran fundus, dan pengalaman
ahli bedah. 12
Pembedahan dibagi ke dalam dua kategori, yakni : 13
1.
Konvensional : melibatkan eksplan material ke rongga
bola mata
2.
Vitrektomi : pembuangan vitreus, menurunkan
gaya traksi. Vitreus kemudian digantikan dengan minyak silikon atau gas sebagai
tamponade robekan. 14
a. Scleral
Buckling
Pembedahan Scleral buckling adalah metode pendekatan ekstraokuler dengan
membuat lekukan pada dinding mata untuk mengembalikan kontak dengan retina yang
terlepas. Sebuah silikon dengan konfigurasi yang sesuai diposisikan dengan
jahitan pada sklera bagian luar di atas lekukan buckle dinding bola mata. Proses perlengketan kembali ini dapat
diperkuat oleh drainase cairan subretina, meskipun manuver ini tidak dibutuhkan
pada semua kasus. Robekan tunggal ditangani dengan cryotherapy atau terapi laser untuk menjamin penutupan permanen.
Angka keberhasilan scleral buckling untuk
melekatkan kembali retina dan memulihkan penglihatan terbilang tinggi.
Penelitian terbaru yang melibatkan 190 mata, angka keberhasilan metode ini
mencapai 89% untuk operasi tunggal.15
Komplikasi cryotherapy adalah vitreoretinopathy proliferative
(PVR), uveitis, cystoid edema makula,
perdarahan intraokular, dan nekrosis chorioretinal.
Komplikasi operasi scleral buckling
adalah iskemia (segmen anterior dan posterior), infeksi,
perforasi, strabismus, erosi atau ekstrusi eksplan, mengerutnya makula, katarak, glaukoma, vitreoretinopathy proliferative
(4%), dan kegagalan (5-10%).
Scleral buckling memiliki tingkat keberhasilan
yang cukup tinggi.
Prognosis visual akhir tergantung pada keterlibatan makula. Prognosis
lebih buruk jika makula terlepas. 16
b. Pneumatic
Retinopexy
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Metode ini sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada bagian atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2). 12
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan cara ini, retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah injeksi gas atau koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Metode ini sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada bagian atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2). 12
c. Pars Plana Vitrektomi
(PPV)
Dengan operasi menggunakan
mikroskop, korpus vitreus dan semua traksi epiretina dan subretina dapat
disingkirkan. Retina kemudian dilekatkan kembali dengan menggunakan cairan
perfluorocarbon dan kemudain digantikan dengan minyak silikon atau gas sebagai
tamponade retina. Operasi kedua dibutuhkan untuk membuang minyak silikon. Kelebihan
dari teknik ini adalah mampu melokalisasi lubang retina secara tepat, eliminasi
kekeruhan media, dan terbukti dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak, penyembuhan
langsung traksi vitreus, dan membuang serat-serat pada epiretina dan subretina. Namun, teknik
ini membutuhkan peralatan mahal dan tim yang berpengalaman, membuat kekeruhan
lensa secara perlahan, kemungkinan dilakukannya operasi yang kedua untuk membuang
minyak silikon, dan pemantauan segera setelah operasi.
12
Penanganan
ablasio retina regmatogen dilakukan dengan tindakan pembedahan dengan teknik scleral buckling atau pneumatic retinopexy. Pada kedua teknik
ini dilakukan cryotherapy atau laser
terlebih dahulu untuk membentuk adhesi antara epitel pigmen dan sensorik
retina. Sedangkan penanganan utama untuk ablasio traksi adalah operasi
vitreoretina dan bisa melibatkan vitrektomi, pengangkatan membran, scleral buckling dan injeksi gas atau
minyak silikon intraokuler. 1, 17
Vitreous substitutes ( pengganti vitreous) terbagi kepada beberapa jenis yaitu:
1. Konvensional : Gas, Liquid
(Cairan)
2. Penemuan terbaru : Minyak silikon,
3. Masih dalam penilitian: Polimer (Hydrogel), Implantasi 21
Tipe
|
Perbandingan
|
Konvensional
|
Gas
·
Biasanya
digunakan intra-operasi pada prosedur fluid
air exchange
·
Mudah
didapatkan, murah
·
Masa
intraokular pendek (2-3 hari)
Liquid (cairan)
·
Lebih
stabil berbanding gas, mendapan ke posterior
·
Masa
intraokular lebih panjang dari gas
·
Dapat
bersifat anti-inflamasi
·
Terdapat
resiko post operasi proliferasi vitreoretinopati
|
Penemuan terbaru
|
Minyak silikon
·
Indeks
refraksi 1,4
·
Biasa
digunakan untuk durasi penggantian vitreous yang lama (3-6 bulan)
·
Komplikasi:emulsifikasi,dekompensasikornea,keratopati,
katarak dan glaucoma
|
Masih dalam penilitian
|
Polimer (Hydrogel)
·
Hampir
menyerupai konsistensi vitreous alami
·
Cairan
bening, biokompatibilitas
·
Kekurangan:dapat
menimbulkan reaksi immunologis setelah beberapa minggu diinjeksi serta
dicurigai dapat menembus ke ruang retina yang robek
Implantasi
·
Biokompatibilitas
namun mungkin dapat menimbulkan insiden katarak
|
I.
Prognosis
Retina
dapat berhasil direkatkan kembali dengan satu kali operasi pada 85% kasus.
Salah satu kasus yang berhasil ditangani, dimana regio makula ikut mengalami
ablasio, tidak dapat sepenuhnya dikembalikan fungsi penglihatan sentralnya,
meskipun biasanya lapangan pandang perifer dapat kembali normal. Derajat
pemulihan penglihatan sentral sebagian besar bergantung pada durasi terlepasnya
makula sebelum operasi dilakukan. Bahkan bila retina telah terlepas selama dua
tahun, masih ada kemungkinan untuk mengembalikan penglihatan navigasi yang
berguna. Penyebab utama kegagalan dari operasi perlekatan retina modern adalah
vitreoretinopati proliferatif, yang ditandai dengan terbentuknya skar yang
berlebihan setelah operasi perlekatan retina dilakukan, dengan adanya formasi
membran traksi fibrosa dalam mata yang menyebabkan ablasio retina. 8
Ketika operasi retina gagal, operasi
selanjutnya dibutuhkan dan pada sebagian pasien dibutuhkan tindakan serial
operasi. Jika ada kemungkinan dilakukan lebih dari satu kali operasi, maka
sebaiknya sudah diinformasikan kepada pasien sebelum pengobatan mulai
dilakukan. 8
Prekursor untuk ablasio retina adalah posterior vitreous
detachment (PVD), retinal breaks simptomatik, retinal breaks asimptomatik, degenerasi
lattice, serta fibrosis
dan traksi zonula jumbai retina.
Karena re-attachment spontan sangat jarang
maka hampir semua
pasien dengan ablasio
retina regmatogen akan
semakin mengalami kehilangan
visus kecuali detasemen
tersebut diperbaiki. Saat ini, lebih dari 95% dari
ablasio retina regmatogen dapat
berhasil diperbaiki,
meskipun lebih dari satu prosedur mungkin diperlukan. Pengobatan retinal breaks sebelum retinal detachment
yang signifikan telah terjadi biasanya
mencegah perkembangan, tidak
rumit dan menghasilkan
visual yang sangat baik. Diagnosis awal dari ablasio retina juga penting karena tingkat keberhasilan re-attachment lebih tinggi dan hasil visual yang lebih
baik jika makula
tidak terlepas.
Keberhasilan
pengobatan memungkinkan
pasien untuk mempertahankan kemampuan
mereka untuk membaca, bekerja,
menyetir, merawat
diri, dan menikmati kualitas
hidup yang lebih baik.
American Academy of Ophthalmology. 19
II.
Komplikasi
Jika pengobatan tertunda,
perlepasan retina secara parsial dapat berlanjut sampai seluruh retina
terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan normal tidak dapat dipulihkan,
dan penurunan ketajaman visual atau kebutaan terjadi pada mata yang terkena.
Komplikasi lain dapat mencakup perdarahan ke dalam mata (perdarahan vitreous),
glaukoma (sudut tertutup), peradangan, infeksi, dan jaringan parut akibat
operasi. Kehilangan persepsi cahaya juga dapat terjadi. 20
Jika retina tidak berhasil
dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka dapat timbul
perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR
dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut. 1,7
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Riordan
Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and
Asbury’s General Opthalmology. 16th ed. New York : McGraw-Hill. 2004.
2.
Sovani I.
Artikel Tehnik Bakel Sklera pada Ablasio Retina. Jakarta. 1998.
3.
Chang
Huan J. In : Retinal Detachment. The
Journal Of The American Medical Association. 2012.
4.
Kwon O.
W., Roh M. I., Song J. H. Retinal
Detachment and Proliferative Victreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain : Saunders-Elsevier. 2010. Page
148-51.
5.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi
ketiga. 2004. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
6.
Riordan
Eva P, Whitcher JP. In : Vaughan and
Asbury’s General Opthalmology. 17th ed. New York : McGraw-Hill. 2007.
7.
James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed.
Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121.
8.
Galloway
NR, Amoaku WMK, Galloway PH, et al. In : Common
Eye Disease And Their Management. 3rd
ed. London : Springer-Verlag. 2006. Page
103-10.
9.
Pandya
HK. In : Retinal Detachment. 2013.
(Cited on 2013). Available from URL http://emedicine.medscape.com/article/798501-overview
10. Chern KC. In : Emergency
Opthalmology A Rapid Treatment Guide. New York : McGraw-Hill. 2002.
11. Lang GK. In : Opthalmology
A Short Textbook. New York : Thieme
Stuttgart. 2002. Page 328-30.
12. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, et al. In : Pocket Atlas Of Opthalmology. New York : Thieme Stuttgart. 2006.
Page 2-6, 172-7.
13. Sehu KW, Lee WR. In : Opthalmology
Pathology An Ilustrated Guide For Clinician. New York : Blackwell
Publishing. 2005. Page 204, 236-8.
14. Juliana Prazeres, Octaviano Magalhães Jr., Luiz F. A. Lucatto,
et. Al. Heavy Silicone Oil as a Long-Term Endotamponade Agent for Complicated
Retinal Detachments Journal. 2014
15. Amico DJ. In : Primary
Retinal Detachment. New
England Journal Medicine. 2008. Page 359, 22,
2346-56
16. Alasil Tarek, Eljammal Sam, Scartozzi Richard, et al. In :
Rhegmatogenous
Retinal Detachment. Cases Journal. 2008.
17. J. García-Arumía, V. Martínez-Castillob, A. Boixaderab, et al.
Rhegmatogenous retinal detachment treatment guidelines journal. 2013
18. Ferenc Kuhn, Bill Aylward. Rhegmatogenous Retinal Detachment: A
Reappraisal of Its Pathophysiology and Treatment Journal. 2013
19. Posterior vitreous
detachment, retinal breaks, and lattice degeneration.
San Francisco. (Cited on 2013). Available from URL http://one.aao.org/preferred-practice-pattern/posterior-vitreous-detachment-retinal-breaks-latti-5
20. Retinal
detachment. United States.
(Cited on 2014). Available from URL https://www.mdguidelines.com/retinal-detachment
21. Shorya Vardhan Azad, Deepankur Mahajan, Sidrath Sain et al.
Delhi Journal of Ophtalmology - Viterous Substitutes. 2012