Jumat, 17 Maret 2017

Tumor Mata dari berbagai aspek


Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Cara Mengobati Tumor Mata


Pengertian dan Gambaran Umum

Tumor mata adalah massa di mata dapat jinak atau pun ganas; mereka juga dapat primer atau sekunder, yang berkembang ketika kanker pada payudara, prostat, usus, dan paru-paru menyebar ke seluruh tubuh. Kebanyakan kasus kanker mata adalah sekunder.
Terdapat dua jenis yang umum terjadi pada tumor mata ganas primer: melanoma, yang biasanya terjadi pada dewasa, dan retioblastoma yang terjadi pada anak-anak.
Retinoblastoma mempengaruhi baik satu atau kedua retina, jaringan lembut pada mata yang sangat sensitif terhadap cahaya, sementara melanoma ditandai dengan penyebaran dan pertumbuhan melanosit yang tidak terkendali.
Melanoma mata biasanya disebut sebagai melanoma uveal karena cenderung berkembang di bagian-bagian dari uvea, seperti siliari dan sel koroid, yang memiliki pigmen yang sama dengan kulit. Melanoma juga dapat berkembang di iris. Pemeriksaan bagi melanoma dapat menentukan apakah selnya spindel atau epiteloid. Meskipun pada umumnya kanker ini bertumbuh dengan lambat, terdapat kemungkinan bagi kanker ini untuk menyebar khususnya ke hati jika memiliki sel epiteloid, yang ditandai dengan tepi sel yang lurus dan bentuknya yang bundar.
Melanoma pada mata lebih umum dibandingkan retinoblastoma, tetapi prognosisnya akan sangat baik ketika ditemukan lebih awal. Kanker mata yang lebih spesifik adalah limfoma yang mempengaruhi kelenjar limfa.
Berdasarkan Asosiasi Kanker Amerika, lebih dari 2.500 kanker mata, biasanya mempengaruhi pergerakan dan mata itu sendiri, terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Kanker ini lebih umum terjadi pada pria dibandingkan wanita. Dibandingkan jenis kanker lainnya, tingkat kelangsungan hidup selama lima tahun bagi mereka yang mengidap tumor jenis ini adalah 97%.

Penyebab Kondisi

Tidak ada penyebab pasti, tetapi penelitian terakhir mengatakan hal yang berperan dalam menyebabkan tumor mata adalah gen.
Sel yang menyebabkan retinoblastoma, sebagai contoh, dapat dimulai ketika retinoblas (yang berkembang ketika bayi masih berada dalam rahim) menjadi tidak terkendali dan terus membelah. Ini merupakan kelainan atau mutasi gen RB1 (retinoblas), yang menjadi bagian dari kromosom 13. Namun, lebih dari 55% retinoblastoma adalah non-germinal (tidak diturunkan dari generasi ke generasi). Sekitar 40% adalah warisan, yang berarti setidaknya satu dari anggota keluarga telah didiagnosa dengan kanker yang sama. Mereka yang memiliki retinoblastoma akan cenderung mengalami kanker di kedua matanya.
Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, kelainan gen yang sama dapat memicu medulloepithelioma, yang mempengaruhi neuroepitelium.
Meskipun lebih jarang dibandingkan kanker kulit, melanoma pada mata (atau melanoma okular) merupakan bentuk kanker yang agresi, dan faktor risikonya terdiri dari:
  • Usia: Semakin seseorang menua, risiko melanoma mata juga meningkat. Biasanya lebih umum diantara orang-orang yang berusia setidaknya 65 tahun.
  • Ras: Kaukasian memiliki kemungkinan yang lebih besar mengidap melanoma okular seperti halnya mereka mamiliki risiko yang lebih tinggi mengidap kanker kulit. Sementara itu, orang-orang kulit putih yang irisnya berwarna lebih terang, seperti biru atau hijau, juga memiliki kecenderungan mengidap penyakit ini.
  • Paparan UV: Meskipun belum terbukti, beberapa peneliti mengesankan bahwa paparan sinar UV secara terus-menerus dan dalam waktu lama, termasuk juga tempat tidur berjemur, dapat mendorong risiko ini.
  • Kelainan kulit: Mereka yang telah didiagnosis dengan kelainan kulit, khususnya yang diturunkan seperti sindrom nevus displastik, sebaiknya mempertimbangkan pemantauan teratur pada mata teradap melanoma.
Jika kanker tersebut dimulai di limfosit, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, kanker tersebut disebut limfoma. Sangatlah tidak umum bagi limfoma untuk dimulai dari mata.
Sementara itu, tumor jinak dan ganas lainnya dapat terjadi di otot, kelenjar, saraf, dan kelopak mata. Kanker pada kelopak mata akan lebih berhubungan dengan kanker kulit seperti karsinoma sel skuamosa dan basal dibandingkan dengan tumor ganas pada mata.

Gejala-Gejala Utama

  • Rasa sakit di mata
  • Mata merah
  • Perubahan warna pupil atau iris
  • Penglihatan terhambat
  • Hilangnya penglihatan
  • Rasa sakit di mata
  • Pengeluaran cairan
  • Sakit kepala

Siapa yang Harus Ditemui dan Perawatan yang Tersedia

Biasanya, orang dengan nyeri, bengkak, dan kemerahan pada mata akan menemui dokter umum untuk konsultasi dan perawatan pertama. Namun, pada banyak kasus, dokter akan merujuk pada ahli mata, dokter yang memiliki spesialisasi dalam kondisi apapun yang mempengaruhi mata. Dokter mata akan menyarankan sekumpulan tes untuk diagnosis, termasuk:
  • Tes genetik - Dilakukan pada anak yang diperkirakan memiliki retinoblastoma. Pemeriksaannya akan menentukan apakah pasien memiliki kelainan kromosom 13.
  • Pemeriksaan mata - Pemeriksaan mata standar menggunakan oftalmoskop sudah dapat mengenali kehadiran benjolan, massa, atau tumor pada mata. Contoh jaringan atau sel dikumpulkan untuk menentukan apakah tumor tersebut jinak atau ganas.
  • Pengambilan jaringan kulit - Ini dilakukan jika sel yang tidak normal hadi di kelopak mata. Sebagian jaringan kulit dipotong dan dipelajari dibawah mikroskop.
  • Tes gambar - Jika dokter memperkirakan bahwa tumor atau massa tersebut merupakan kanker, tes gambar seperti pemindaian CT dan MRI kepala dapat dilakukan. Ini akan menentukan apakah kanker telah menyebar ke organ-organ sekitarnya, khususnya otak. Pilihan lain adalah USG yang menggunakan gelombang suara ultra untuk menghasilkan gambar mata yang lebih detail.
Jika kanker sudah dipastikan, pasien akan dirujuk kepada onkologis okular, yang akan menentukan stadium dari kanker dan perawatan yang sebaiknya dilakukan. Perawatan tersebut biasanya bergantung pada ukuran tumor, stadium, dan kondisi kesehatan pasien. Beberapa pilihan yang paling umum adalah:
  • Enukleasi - pengangkatan mata untuk menyingkirkan tumor. Meskipun otot dan lainnya tetap ada, kehilangan pandangan tidak dapat diperbaiki.
  • Kemoterapi - obat-obatan yang kuat serta kombinasi diantara mereka (koktil) diguanakan untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi dilakukan melalui pembuluh darah, jaringan mata (subtenon), arteri mata (intra-arteri), seperti kaca (intravitreal), dan melalui mulut (sistemik).
  • Brakiterapi - juga disebut sebagai sasaran atau terapi radiasi lokal, biji radioaktif ditanamkan di dekat atau pada tumor.
  • Krioterapi - lapisan pada mata termasuk retina dibekukan untuk mencegah terulangnya retinoblastoma.

Acuan:
  • Dome JS, Rodriguez-Galindo C, Spunt SL, Santana VM. Pediatric sold tumors. In: Niederhuber JE, Armitage JO, Doroshow JH, et al., eds. Abeloff’s Clinical Oncology. 5th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone; 2013:chap 95.
  • National Cancer Institute: PDQ Retinoblastoma Treatment. Bethesda, Md: National Cancer Institute. Date last modified: Dec. 6, 2013. Available at: http://cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/retinoblastoma/HealthProfessional.

Sabtu, 11 Maret 2017

Tumor Kelenjar Lakrimal



1.1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Lakrimal
a. Anatomi Kelenjar Lakrimal
            Kompleks lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal, kelenjar lakrimalis aksesorius, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Kelenjar lakrimal tersusun atas struktur-struktur berikut:
1. Bagian orbita: berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandula lakrimalis di segmen superiorlateral anterior orbita yang dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis musculus levator palpebra.
2. Bagian palpebra: bagian yang lebih kecil, terletak tepat di atas segmen temporal forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal yang bermuara pada sekitar sepuluh lubang kecil, menghubugkan bagian orbita dengan bagian palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior. Kelenjar lakrimal aksesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam substansia propia di konjungtiva palpebra.1,5,6
Pembuluh darah dan limfe
            Perdarahan kelenjar air mata berasal dari arteri lakrimalis. Vena dan kelenjar bergabung dengan vena opthalmica. Drainase limfe bersatu dengan pembuluh limfe konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening periaurikular.
Persarafan
            Kelenjar air mata dipersarafi oleh (1) nervus lakrimalis (sensoris), suatu cabang dari divisi pertama trigeminus; (2) nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari nukleus salivarius superior, dan (3) saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.1
b. Fisiologis Kelenjar Lakrimal
Sistem Sekresi Air Mata
            Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa glandula lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.
            Kelenjar lakrimalis aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama, tapi tidak mempuyai duktus. Kelenjar-kelenjar ini terletak dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringatyang juga ikut membentuk film air mata.
            Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir melewati tepian palpebra. Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal. 1,7
Sistem Ekskresi Air Mata
            Sistem ekskresi terdiri atas pungtum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan ductus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup seperti resleting mulai dari lateral, menyebabkan airmata secara merata di kornea dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek media palpebra. Pada kondisi normal, airmata dihasilkan dengan kecepatan kira-kira sesuai dengan kecepatan penguapannya. Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke system ekskresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan memasuki pungta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang dan mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik kearah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif dalam sakus. Kerja pompa dinamik menarik air ke dalam sakus, yang kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air mata. Yang paling berkembang diantara lipatan ini adalah katup Hasner, diujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.1,6
Air mata
            Volume air mata normal diperkirakan 7±2 ìL di setiap mata. Albumin mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan air mata meningkat. Enzim air mata lain juga dapat berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, misalnya hexoseaminidase pada panyakit Tay-Sachs. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5mg/dL) dan urea (0,004 mg/dL), pH air mata adalah 7,35 dan dalam keadaan normal air mata bersifat isotonik.1,5 Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 mikrometer yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah :
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek antimikroba
4. Menyediakan kornea sebagai substansi nutrien yang diperlukan1,5

1.2. Lacrimal Gland Neoplasm
            Lacrimal gland neoplasm merupakan suatu keadaan klinis yang jarang ditemukan. Diantara semuanya, tumor epitel yang paling sering dijumpai adalah lacrimal gland pleomorphic adenoma (LGPA), yang merupakan suatu tumor jinak kelenjar lakrimal. Dari keseluruhan lesi kelenjar lakrimal, 50% diantaranya berasal dari sel epitel. Tumor sel epitel ini sendiri bisa bersifat jinak dengan kejadian pleomorphic adenoma dengan angka tertinggi, bisa juga bersifat ganas, yaitu adenoid cystic carcinoma dengan prevalensi tertinggi. Secara terminology pleomorphic pertama sekali dikemukakan oleh Wilis, pleomorphic merupakan suatu tumor campuran berisi sel epitel dan komponen mesenkimal.2
            Pleomorphic adenoma sendiri merupakan tumor jinak dari sel epitel pada kelenjar lakrimal yang paling sering dijumpai. Sebagaimana tumor-tumor jinak lainnya, pleomorphic adenoma mempunyai onset dengan sifat progresifitas yang lambat, yaitu 6-12 bulan.
            Pleomorphic adenoma mempunyai klinis sebagai massa padat, tegas pada fosa lakrimalis dengan gejala yang ditimbulkan berupa proptosis yang tidak disertai nyeri, pergeseran bola mata kearah medioinferior. Pertumbuhan tumor pada pleomorphic adenoma juga mampu menstimulasi periosteum untuk membentuk suatu lapisan tipis berisi tulang-tulang baru (kortikasi).2,4,8

1.3. Klasifikasi Tumor Glandula Lakrimal4
·         Tumor Jinak Pleomorphic adenoma (benign mixed tumor)
Ø  Myoepithelioma
Ø  Oncocytoma
Ø  Cavernous hemangioma
·         Tumor Ganas Adenoid cystic carcinoma
Ø  Primary adenocarcinoma
Ø  Pleomorphic adenocarcinoma (malignant mixed tumor)
Ø  Mucoepidermoid carcinoma
Ø  Squamous cell carcinoma
Ø  Sebaceous cell carcinoma

1.4. Epidemiologi
            Data mengenai prevalensi lacrimal gland neoplasm dalam beberapa literature masih belum terlalu jelas diakibatkan oleh angka kejadian lacrimal gland neoplasm yang tidak terlalu banyak. Angka kejadian tumor epitel ganas pada kelenjar lakrimal mencapai 2% dari seluruh tumor-tumor orbita. Hampir sama dengan itu, angka kejadian tumor epitel jinak kelenjar lakrimal mencapai 4-9% dari seluruh kejadian tumor orbita dengan lebih dari setengah tumor epitel kelenjar lakrimal tersebut adalah pleomorphic adenoma.2,6,9

1.5. Patofisiologi dan Etiologi
            Translokasi kromosom yang terlihat pada kasus pleomorphic adenoma kelenjar saliva diduga terjadi juga pada LGPA. Secara spesifik, translokasi genetik terjadi pada PLGA1 (kromosom 8q12) atau gen HMGA2 yang dicurigai. Gen ini terlibat dalam proses pengiriman sinyal faktor pertumbuhan dan regulasi siklus sel.
            Kejadian pleomorphic adenoma, salah satunya adalah terpaut oleh umur penderita, dimana tumor kelenjer lakrimal paling banyak menyerang pada usia dekade ke tiga kehidupan (sekitar usia 30-an tahun) dan angka kejadian terbanyak terjadi pada usia remaja. Namun beberapa sumber juga menyebutkan bahwa pleomorphic adenoma paling sering terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5 masa kehidupan.6,9

1.6. Diagnosis
            Pada penegakan diagnosis, presentasi klinis kejadian tumor-lacrimal gland neoplasm sangatlah bervariasi pada tiap-tiap pasien. Lacrimal gland neoplasm bisa saja didapati sebagai suatu penyakit yang asimptomatis, namun terkadang dapat dirasakan bengkak pada daerah superiolateral orbita, dengan diikuti adanya gejala proptosis, diplopia dan adanya massa yang teraba jelas. Keadaan ini biasanya dirasakan cukup lama (sekitar 1-2 tahun), pada lesi kelenjar lakrimal yang bersifat tidak menginfiltrasi (tumor jinak), misalnya pada pleomorphic adenoma. Sedangkan pada keluhan yang dirasakan pada waktu singkat, kita bisa curiga dengan suatu proses keganasan pada kelenjar lakrimal. Pada kasus – kasus lesi jinak, termasuk didalamnya pleomorphic adenoma, manifestasi klinis didapati rasa penuh pada daerah superotemporal orbita dan pergerseran bola mata (globe displacement) ke daerah inferonasal yang tidak disertai dengan rasa nyeri (painless).
            Sedangkan pada kasus-kasus keganasan, nyeri terasa amat sangat disertai dengan adanya tanda-tanda inflamasi. Nyeri juga dapat dirasakan seperti nyeri pada daerah persarafan, serta adanya keterlibatan nyeri pada tulang. Pada tumor ganas kelenjar lakrimal juga didapati keadaan proptosis yang terjadi dalam jangka waktu singkat, dan diikuti oleh gangguan sensoris pada daerah temporal yang dilalui oleh persarafan lakrimal pada sepertiga pasien tumor ganas. Diplopia dan gangguan penglihatan dapat terjadi juga pada lesi progresif. 6,9

Pemeriksaan Fisik
            Pada pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk alat bantu diagnosis kejadian lacrimal gland neoplasm. Pada inspeksi dapat terlihat pergesaran bola mata dengan atau tanpa proptosis, yang merupakan manifestasi klinis utama pada kasus lacrimal gland neoplasm (terjadi pada 75% kasus). Presentasi klinis ini secara karakteristik berupa pergeseran bola mata non-axial kearah inferomedial (nonaxial with inferomedial globe displacement). Suatu kontur berbentuk huruf S pada bagian atas kelopak mata juga sering dijumpai pada lesi kelenjar lakrimal, tapi relatif non-spesifik untuk jenis tumor. Pada palpasi, massa dapat teraba ataupun tidak teraba pada fosa lakrimalis. Massa yang padat, berbatas tegas, konsistensi lunak, non-tender didapati pada tumor jinak ataupun tumor limphoproliferative. Penurunan tes Schrimer untuk menilai lesi inflamasi curiga keganasan. Temuan lain yang mungkin saja didapatkan berupa keterbatasan gerakan bola mata, peningkatan tekanan intra okuli dan gangguan chorioretinal. Temuan non-okular dapat berupa preauricular lymphadenopathy yang berasal dari metastasis lesi maligna.6,9,10

Pemeriksaan Penunjang
            Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis glaukoma tekanan normal:

1. Penilaian tekanan intraokular
            Tonometri adalah pengukuran terhadap tekanan intraokular. Tekanan intraokular pada populasi adalah sekitar 15-20mmHg. Instrumen yang paling sering digunakan adalah tonometer aplanasi Goldman, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran.
            Pengukuran IOP dengan Tonometri Goldman terbatas pada keadaan korneal astigmatisme dengan dioptri lebih dari 3 dioptri. Tonometer aplanasi lainnya, yaitu tonometer Perkins dan TonoPen, keduanya portabel; pneumatotonometer, yang dapat digunakan walaupun terdapat lensa kontak lunak di permukaan kornea yang ireguler. Tekanan intraokular dapat ditemukan pada kasus-kasus lacrimal gland neoplasm. Tonometer Schiotz, sekarang sudah jarang digunakan, mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban yang telah ditentukan. Dengan makin meningkatnya tekanan intraokular, makin sedikit indentasi kornea yang terjadi. 10,11,12

2. Hertel Exophtalmometry
            Merupakan metode untuk mengukur lokasi anteroposterior bola mata terhadap tepian tulang orbita. Eksoftalmometer adalah suatu instrument manual dengan 2 alat pengukur yang identik, yang dihubungkan dengan balok horizontal.
            Jarak antar ke 2 alat dapat diubah dengan menggeser salah satunya agar mendekat atau menjauh, dan masing-masing memiliki takik yang pas untuk menahan tepian orbita lateral yang sesuai. Bila diposisikan dengan tepat, 1 set cermin yang terpasang akan memantulkan bayangan samping masing-masing mata di sisi sebuah skala pengukur, yang terkalibrasi dalam millimeter. Ujung bayangan kornea yang sejajar dengan bacaan skala menunjukkan jaraknya dari tepian orbita.
            Jarak dari kornea ke tepian orbita biasanya berkisar dari 12-20mm, dan ukuran kedua mata biasanya berselisih tidak lebih dari 2mm. Jarak yang lebih besar terdapat pada eksoftalmos, bisa uni atau bilateral. Penonjolan mata yang abnormal ini dapat disebabkan oleh penambahan massa orbita apapun, mengingat ukuran rongga orbita tulang tetap. Penyebabnya antara lain perdarahan orbita, neoplasma, radang, atau edema.1
            Kondisi yang diperhatikan adalah apakah pergeseran posisi bola mata axial globe displacement ataupun non axial globe displacement.
·         Axial (anteroposterior protruding globe): tanpa pergeseran secara horizontal ataupun vertical. Terjadi pada orbitopati yang general seperti thyroid eye disease ataupun massa intraconal.
·         Non-axial : terdapat pergeseran bola mata secara vertical ataupun horizontal akibat pendorongan massa ke arah samping. Sebagai contohnya, terjadi pada lacrimal gland neoplasm pada region superolateral mendorong bola mata kearah inferomedial.13

3. Tes Schrimer
            Dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip schrimer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul-de-sac konjungtiva inferior. Bagian basah yang terpajan diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10mm tanpa anestesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anestesi, uji ini mengukur kelenjar lakrimal yang utama, yang aktivitas sekresinya oleh iritasi kertas saring. Uji Schrimer adalah uji penyaring untuk menilai produksi air mata.1

4. Pemeriksaan Pencitraan
·         CT scan : merupakan pemeriksaan radiologi yang paling sering digunakan dalam penegakan diagnosis pleomorphic adenoma. Bersama dengan MRI, CT scan dapat memberikan gambaran anatomi secara luas, konfigurasi, batas tumor, dan angulasi yang ditimbulkan oleh massa pada fossa glandula. Namun, yang menjadi kelebihan CT scan adalah adanya gambaran yang detail mengenai keterlibatan tulang dan adanya kalsifikasi.
·         MRI : baik digunakan untuk menilai jaringan lunak namun tidak untuk jaringan tulang. Berbeda dengan CT scan, MRI memberikan tampilan yang lebih baik pada tampilan jaringan lunak dan ekstensi intrakranial. Pleomorphic adenoma memberikan tampilan lesi isointense dengan batas yang teratur, ketika dibandingkan dengan gambaran otot ekstraokuler dan serebral gray matter pada gambaran T1 dan gambaran hiperintense pada gambaran T2 dengan bantuan iv contrast.3,6,13

5. Pemeriksaan Histopatologi
            Walaupun gambaran radiologi sudah mampu memberikan diagnosis preoperatif, namun diagnosis definitif yang menjadi gold standard adalah berdasarkan pemeriksaan histopatologi.

Gambaran Histopatologi
            Lacrimal gland pleomorphic adenoma merupakan suatu tumor jinak dengan massa yang berbatas tegas, sering mengakibatkan kompresi atropi pada kelenjar normal, pergeseran jaringan lakrimal normal, dan tumor ini diselubungi oleh suatu “pseudocapsule” yang memungkinkan pertumbuhan suatu adenoma.
            Pada gambaran histopatologi ditemukan suatu susunan epitel tubulus yang berdiferensiasi baik yang berasal dari duktus kelenjar lakrimal dengan myxomatous jaringan ikat longgar. Perlu diketahui bahwa gambaran ini sering terdiagnosa dengan suatu keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan apakah terdapat tanda keganasan yang ditemukan, untuk mengkonfirmasi diagnosis suatu LGPA (lacrimal gland pleomorphic adenoma).3,6,14

1.7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk kasus ini antara lain beberapa tumor, baik itu tumor jinak ataupun tumor ganas, yang menyerang kelenjar lakrimal ataupun tumor didaerah lain yang mengakibatkan pendorongan kearah orbita, misalnya:
1. Adenoid cystic carcinoma,
2. Granulomatous dacryoadenitis (sarcoidosis),
3. Benign lymphoid hyperplasia,
4. Intracranial schwannoma
Pada tumor-tumor ganas kelenjar lakrimal, dijumpai sifat progresifitas tumor yang tinggi dan cepat. Keluhan utama selain benjolan, dijumpai nyeri proptosis.
Pada gambaran histopatologi dijumpai gambaran mirip tumor jinak campuran, namun terlihat gambaran focus-fokus malignansi.
5. Lymphoma, ditandai dengan benjolan. Menyerang kelenjar limfe. Limfoma merupakan penyebab limfadenopati servikal dibandingkan tumor-tumor metastasis
6. Sjogren’s Syndrome, merupakan suatu inflamasi kronik yang ditandai dengan infiltrasi limfositik pada organ eksokrin. Pasien-pasien dengan sjorgen syndrome datang dengan keluhan mata kering, mulut kering, pembesaran kalenjar parotis.
7. Cavernous hemangioma, merupakan suatu tumor intraorbital yang paling sering terjadi pada orang dewasa. Lesi jinak yang menyerang sistem pembuluh darah ini berkembang secara lambat dangan manifestasi klinis tidak disertai nyeri, dan proptosis yang progresif.3

1.8. Penatalaksanaan
            Tatalaksana yang dianjurkan pada kasus-kasus pleomorphic adenoma adalah eksisi total pada tumor dan pada jaringan-jaringan sekitar, biasanya dilakukan lateral orbitotomy. Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, biopsi preoperatif ataupun reseksi dapat meningkatkan resiko rekurensi tumor (bahkan dalam beberapa tahun berikutnya), ataupun perubahan sisa tumor menuju suatu proses malignansi. Setiap defek pada kapsul dapat mengakibatkan bagian mixoid berefusi dan relaps, yang dapat meningkatkan kejadian transformasi kearah suatu malignansi.2,3,10,15
            Pengobatan pada Lacrimal Gland Neoplasm bisa juga dengan terapi radiasi untuk lesi limfoid, dengan kisaran radiasi 2000-3000 cGy. Antineoplastic agents sering diberikan dengan anjuran dari onkologist, biasanya dibutuhkan pada penyakit sistemik.9

1.9. Komplikasi3
1. Pendarahan Orbital
2. Edema
3. Kompresi nervus optikus
4. Infeksi orbital
5. Dry eye syndrome
6. Tosis
7. Retraksi palpebra
8. Diplopia yang bersifat sementara.

1.10. Prognosis
            Prognosis pada kasus ini terbilang baik pada lesi-lesi yang telah dilakukan eksisi total dengan kapsul yang intak. Rekurensi rasio dalam 5 tahun setelah dilakukan eksisi hanya terjadi pada 3% kasus dengan eksisi total dan 32% dalam 15 tahun pada kasus dengan eksisi inklompit. Dikatakan juga 10% pleomorphic adenoma akan berubah menjadi sel ganas dalam 20 tahun setelah pengobatan pertama dan 20% pada 30 tahun setelahnya dengan gambaran perubahan pleomorphic adenoma menjadi suatu squamous cell carcinoma dalam 19 tahun setelah dilakukannya tindakan operasi.3,15,16







DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
2. Binatli O, Yaman O, Ozdemir N, Erdogan IG. Pleomorphic Adenoma of Lacrimal Gland, a case report. JSCR. 2013;10: 1-4.
3. Iyeyasu JN, Reis F, Altemani AM, Carvalho KM. An Unususal Presentation of Lacrimal Gland Pleomorphic Adenoma. Rev Bras Oftalmol.2013;72 (5):339-340
4. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC. 2006.Common Eye Diseases and Their Management. 3rd ed. London: Springer. 127-128
5. Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6. American Academy of Ophthalmology. 2014.Opthalmic Pathology and Intraocular Tumor, Section 4, Orbit, Eyelids and Lacrimal System, section 7. San Francisco: AAO
7. Jogi R. 2009. Basic Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. 424-427
8. Trattler W, Kaiser PK, Friedman NJ. 2012. Review of Ophthalmology. 2nd Ed. San Francisco: Elsevier.166-168
9. DeAngelis DD. 2015. Lacrimal Gland Tumor. Available at: http://reference.medscape.com/article/1210619-overview.com [accessed in 14th November 2015]
10. Kanski J. 2015. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 8th Ed. Australia: Elsevier. 103-106
11. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th Ed. USA: The McGraww-Hill Companies.
12. Yanoff M, Duker JS. 2014. Ophthalmology. 4th Ed. USA: Elsevier,1297- 1299
13. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophthalmology at a Glance. USA: Blackwell Science. 58-60
14. Said MS. 2013. Pathology of Carcinoma Ex Pleomorphic Adenoma. http://emedicine.medscape.com/article/1652374-overview.com [accessed in: 14th November 2015]
15. Vander JF, Gault JA. Ophthalmology Secrets in Colour, 3rd edition. USA: Molby Elsevier,432-433
16. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. 2011. Oxford American Handbook of Ophthalmology. China: Oxford University Press, 487-488
17. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Lids, Lacrimal Apparatus, and Tears. In : Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P. General Ophthalmology. 14th Ed. New York : Mc.Graw Hill; 2004 : 92-98

Karsinoma sel Squamosa



Karsinoma sel squamosa (SCC) kulit adalah bentuk paling umum kedua dari kanker kulit dan menyumbang 20% dari keganasan kulit. Karsinoma sel squamosa merupakan proliferasi maligna yang timbul dari dalam epidermis. Karsinoma sel squamosa sering muncul pada kulit yang rusak karena terkena sinar matahari dan individu lanjut usia. Kebanyakan karsinoma sel squamosa dapat segera diidentifikasi dan dibuang dengan prosedur bedah minor. Lesi invasif lebih besar dan lebih memerlukan manajemen operasi agresif, terapi radiasi, atau keduanya. Risiko karsinoma sel squamosa sangat tinggi untuk terjadinya metastasis.

Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang terkait dengan perkembangan karsinoma sel squamosa, meliputi hal-hal berikut ini.
1.      Usia lebih tua dari 50 tahun.
2.      Jenis kelamin laki-laki
3.      Kulit putih terang: rambut pirang atau cokelat terang; mata hijau, biru, atau abu-abu.
4.      Kulit yang mudah mengalami luka bakar akibat sinar matahari (jenis fitzpatrick I dan II).
5.      Geografi (lebih dekat ke khatulistiwa).
6.      Sejarah kanker kulit nonmelanoma sebelumnya.
7.      Paparan sinar UV matahari dengan kumulatif tinggi.
8.      Paparan karsinogen kimia (misalnya : arsen, tar).
9.      Imunosupresi kronis.
10.  Kondisi bekas luka kronis.
11.  Infeksi Human Papilomavirus (HPV).

Patofisiologi
Squamous cell carcinoma (SCC) adalah tumor ganas pada keratinosit epidermis. Beberapa kasus karsinoma sel squamosa terjadi de novo (yaitu dengan tidak adanya lesi prekursor), namun beberapa karsinoma sel squamosa berasal dari matahari yang disebabkan oleh lesi prakanker dikenal sebagai keratosis actinic. Pasien dengan keratosis actinic multiple memberikan manifestasi peningkatan risiko untuk mengembangkan karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel squamosa yang mampu infiltrasi pertumbuhan lokal, menyebar ke kelenjar getah bening regional, dan metastasis jauh, paling sering ke paru-paru.

Pemeriksaan
Pada  anamnesis, penting untuk menanyakan riwayat yang sesuai dengan predisposisi di atas. Tumor ini sering kali terlihat pada orang tua berkulit terang. Sinar matahari merupakan faktor etiologi utama yang menyebabkan karsinoma sel squamosa. Orang-orang berkulit terang yang terpapar sinar matahari secara kronik (petani, pelaut) memiliki insiden karsinoma sel squamosa yang tinggi.
            pasien juga mengeluh adanya lesi berupa pembesaran pada kulit. Keluhan pembesaran tersebut biasanya bersifat lambat, tetapi beberapa lesi membesar dengan cepat. Keluhan lain yang didapatkan pada pasien karsinoma sel squamosa dapat berupa adanya perdarahan pada sisi lesi, nyeri lokal, dan adanya kelembutan pada sisi lesi terutama dengan tumor yang lebih besar. Keluhan adanya anestesi lokal, kesemutan, atau kelemahan otot dapat mencerminkan keterlibatan perineural, dan ini merupakan anamnesis yang penting karena memberikan dampak negatif terhadap prognosis penyakit.
            Pada   pemeriksaan fisik, lesinya dapat bersifat primer karena timbul pada kulit maupun membran mukosa, atau bisa terjadi sekunder dari suatu keadaan keratosis aktinika, leukoplakia (lesi premaligna pada membran mukosa) atau lesi dengan pembentukan sikatriks atau ulkus. Karsinoma sel squamosa tampak sebagai sebuah tumor yang kasar, tebal, dan bersisik tanpa memberikan gejala (asimtomatik), tetapi bisa menimbulkan pendarahan. Tepi lesinya dapat lebih lebar, lebih terinfiltrasi dan lebih memperlihatkan reaksi inflamasi bila dibandingkan dengan karsinoma sel basal.
            Daerah-daerah yang terbuka, khususnya ekstremitas atas, muka, bibir bawah, telinga, hidung, dan dahi merupakan lokasi kulit yang sering terkena kanker ini. Bagian lain yang terserang karsinoma biasanya adalah suatu kondisi metastasis seperti pada penis.

Penatalaksanaan
Eksisi Bedah
Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat keseluruhan tumor. Cara yang terbaik untuk mempertahankan penampilan kosmetika adalah dengan menempatkannn garis insisi di sepanjang garis tegangan kulit yang normal dan garis anatomis tubuh yang dialami. Dengan cara ini, jaringan parut yang terbentuk tidak akan mudah terlihat. Ukuran insisi tergantung pada ukuran dan lokasi tumor, kendati biasanya meliputi rasio panjang terhadap lebar yaitu 3:1. Memadainya eksisi dengan pembedahan dipastikan melalui evaluasi mikroskopik terhadap potongan-potongan spesimen. Apabila tumornya berukuran besar, pembedahan rekonstruksi dengan menggunakan skin flap atau graft kulit mungkin diperlukan. Luka insisi ditutup lapis demi lapis untuk memperbesar efek kosmetika. Perban tekan dipasang pada luka untuk penyangga. Infeksi jarang dijumpai sesudah tindakan eksisi yang sederhana jika tindakan aseptik bedah yang benar tetap dipertahankan selama dan sesudah operasi.

Terapi Radiasi
Terapi radiasi sering dilakukan untuk kanker kelopak mata, ujung hidung, dan daerah pada atau di dekat struktur yang vital (misalnya: nervus fasialis). Terapi ini hanya dikerjakan pada pasien yang berusia lanjut karena perubahan akibat sinar-x dapat terlihat sesudah 5 hingga 10 tahun kemudian dan perubahan malignan pada sikatriks dapat ditimbulkan oleh sinar-x setelah 15 hingga 30 tahun kemudian.
            Pasien harus diinformasikan bahwa kulit dapat menjadi merah dan melepuh. Salep kulit yang netral (yang diresepkan oleh dokter) dapat dioleskan untuk mengurangi gangguan rasa nyaman. Pasien juga harus diingatkan agar kulitnya tidak terkena sinar matahari.

Kemoterapi
Formulasi kemoterapi topikal dari 5-fluorouracil (5-FU) digunakan untuk pengobatan actinic keratosis dan dangkal karsinoma sel basal. Keberhasilan pengobatan pada pasien dengan sel karsinoma squamosa juga telah dilaporkan. Karsinoma sel squamosa invasif tidak harus ditangani dengan kemoterapi topikal.
            Suatu bentuk dari FU 5 (capecitabine), yang disetujui oleh food and drug administration (FDA) dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sel karsinoma squamosa situ dengan penyebaran ke daerah kulit yang luas.