Rabu, 26 April 2023

Acute Primary Angle Closure (APAC)

    Diagnosis sudut tertutup akut (Acute Primary Angle Closure/APAC) didasarkan pada tanda dan gejala. Sedangkan konfirmasi dari diagnosis dan diagnosis banding ditegakkan berdasarkan beberapa pemeriksaan lanjutan. 

Tanda dan Gejala 

    Sudut tertutup primer akut memiliki keluhan yang cukup khas. Serangan ini terjadi diakibatkan oleh peningkatan Tekanan intraokular secara cepat yang diakibatkan oleh blok trabecular meshwork mendadak oleh iris yang luas. Secara umum keluhan ini terjadi secara mendadak dan berat. Biasanya manifestasi yang terjadi adalah pandangan yang kabur, terdapat halo berwarna menyerupai pelangi yang tampak di sekitar cahaya, nyeri pada bola mata, sakit kepala terutama pada bagian depan pada sisi mata yang bersangkutan dengan derajat yang bervariasi, mual dan muntah. Kebanyakan serangan sudut tertutup akut adalah unilateral, hanya 5% sampai 10% terjadi bilateral. 

    Gejala dari sudut tertutup akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan intraokular yang bermakna. Pemeriksaan Tekanan intraokular ini dapat diukur paling akurat menggunakan tonometer aplanasi dari Goldmann. Nyeri pada bola mata disebabkan oleh ekspansi jaringan okular, termasuk kornea, iris dan seluruh bola mata. Peningkatan Tekanan intraokular ini mempengaruhi fungsi endotel kornea, yang menyebabkan edema dari kornea dengan lapisan stroma yang teregang, bertanggung jawab pada terjadinya keluhan visual yakni mata kabur dan adanya halo disekitar cahaya, dengan halo sentral yang berwarna biru kehijauan dan halo perifer yang berwarna kuning kemerahan. 

    Nyeri kepala pada umumnya muncul bersamaan dengan munculnya nyeri bola mata sebagai bentuk dari nyeri yang menjalar. Mual dan muntah merupakan karakter gejala dari peningkatan Tekanan intraokular. Aktivasi dari pusat muntah di medulla mungkin disebabkan oleh adanya trigger input aferen dari reseptor nyeri perifer. Respon vasovagal lain seperti bradikardi dan berkeringat mungkin muncul. Respon lain seperti kram perut juga kadang dikeluhkan oleh pasien. 

    Pemeriksaan Penunjang Terdapat beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis sudut tertutup primer akut dimana beberapa diantaranya merupakan pemeriksaan dasar. 

1. Pemeriksaan lapang pandangan. 

    Pemeriksaan lapang pandanganan pada saat serangan tidak dapat dilakukan secara praktik dan secara etik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setelah serangan membaik dan faktor resiko terjadinya serangan telah hilang. Hasil dari pemeriksaan lapang pandanganan berhubungan dengan temuan pemeriksaan papil saraf optik. 

2. Pemeriksaan Tekanan intraokular

    Pada sudut tertutup primer akut akan didapatkan peningkatan Tekanan intraokular diatas 21 mmHg, sering sampai dengan 50-80mmHg. Terdapat beberapa alat untuk mengukur Tekanan intraokular diantaranya tonometri Schiotz, tonometri aplanasi Goldmann, pneumotonometri, tonometri non kontak, tonopen, tonometer Pascal Dynamic Contour, dan tonometri rebound. Adapun yang merupakan gold standard adalah pemeriksaan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann. 

3. Senter dan Kaca Pembesar. 

    Pada pemeriksaan sederhana dengan menggunakan senter dan kaca pembesar, dapat ditemukan reflek cahaya kornea yang iregular. Hal ini disebabkan oleh adanya edema pada epitel kornea. Mata tampak merah, didapatkan kemosis dan kelopak mata tampak bengkak. Hal ini disebabkan adanya injeksi konjungtiva dan kebocoran dari pembuluh darah konjungtiva.

    Pemeriksaan sederhana ini juga dapat menggantikan fungsi slit lamp untuk mengukur kedalaman bilik mata depan apabila alat tersebut tidak tersedia. Cara penilaian dengan iluminasi flash light pada permukaan iris melalui sinar dari sisi temporal mata. Bila iris datar akan diiluminasikan pada sisi temporal dan nasal pupil sedangkan bila iris lebih terdorong kedepan maka akan tampak bayangan pada sisi nasal atau disebut Eclipse Sign. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 80-86% dan spesifitas 69-70%.

4. Lampu celah biomikroskop (Slit lamp biomicroscopy). 

    Pada pemeriksaan slit lamp akan ditemukan kongesti pembuluh darah konjungtiva dan episkleral. Injeksi konjungtiva dimulai di sekitar limbus (injeksi silier) yang berhubungan dengan kongesti dari badan silier. Selain itu, didapatkan juga kongesti dari vena. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epifora (mata tampak berair) dan edema kornea terutama lapisan epitel. 

    Pemeriksaan sudut bilik mata depan bagian sentral dapat diestimasi dengan pemeriksaan slit lamp ini. Pada umumnya didapatkan sudut bilik mata depan yang dangkal atau datar. Beberapa teknik untuk pengukuran parameter ini telah diusulkan. Bagaimanapun, kedalaman bilik mata depan bagian sentral hanya berkorelasi lemah dengan lebar sudut bilik mata, dan parameter nilai diagnostik yang lebih besar dalam konteks sudut tertutup adalah kedalaman sudut bilik mata depan.

   Van Herick dkk mengembangkan teknik untuk membuat estimasi pengukuran parameter ini dengan slit lamp, dengan cara membandingkan kedalaman sudut bilik mata depan dengan ketebalan kornea yang berdekatan. Hal ini biasa disebut sebagai teknik van Herick. Ketika kedalaman bilik mata depan bagian perifer kurang dari seperempat dari ketebalan kornea, sudut bilik mata depan mungkin berpotensi tertutup (occludable).

   Pemeriksaan kedalaman bilik mata depan juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang dinamakan optical pachymetry, dimana dibutuhkan sebuah alat pengukur kedalaman bilik mata khusus yang dinamakan pachymeter II, yang dipasang pada dua pin baja di atas mikroskop, dan juga dibutuhkan eyepiece atau lensa okular khusus, sehingga dengan pemeriksaan ini akan didapatkan nilai kedalaman sudut bilik mata depan internal (tidak termasuk ketebalan kornea).

    Pada pemeriksaan pupil didapatkan pupil yang mid-dilatasi, dengan reflek cahaya yang turun atau tidak reaktif. Hal ini disebabkan iskemia yang mengakibatkan kerusakan pada otot spingter. Jika kerusakan spingter terjadi parsial atau sektoral, bentuk dari pupil yang dilatasi dapat oval atau iregular. Pada beberapa kasus, pembuluh darah iris juga dapat mengalami dilatasi yang sering disalahartikan dengan glaukoma neovaskular.

   Serangan akut yang berulang menunjukkan kondisi karakteristik yang khas. Iris menunjukkan perubahan atrofi dari depigmentasi dan penipisan di daerah iskemik sebelumnya pada area perbatasan pupil dan stroma iris. Sebuah serangan yang parah dapat membuat lubang di stroma iris yang mengalami atrofi. Garis tepi pupil mungkin menunjukkan pola spiral atau lingkaran (whorl) akibat kontraksi iregular antara daerah yang mengalami kerusakan sektoral. Pemeriksaan pada lensa menunjukkan kekeruhan sub kapsular anterior berwarna putih yang disebut sebagai 'glaukom-flecken' dan direpresentasikan sebagai bintik-bintik putih kecil multipel di daerah pupil, sebagai akibat dari iskemia serat lensa anterior.

5. Gonioskopi 

    Apabila bilik mata depan bagian perifer dianggap dangkal (kurang dari seperempat ketebalan kornea dengan pemeriksaan slit lamp menggunakan teknik van Herick), dibutuhkan pemeriksaan gonioskopi secara teliti. Metodologi gonioskopi telah digunakan selama beberapa dekade dan telah terbukti efektif dan terpercaya. 

    Gonioskopi membutuhkan goniolens karena fakta bahwa tidak mungkin untuk memvisualisasikan sudut bilik mata langsung melalui kornea, pada sudut dimana berkas cahaya slit lamp yang memancar dari sudut bilik mata akan benar-benar tercermin internal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan lensa Zeiss four-mirror atau goniolens lain yang serupa.

    Pada sudut tertutup akut akan didapatkan iridotrabecular contact 360 derajat. Penutupan sudut 180 derajat atau lebih (trabecular meshwork tidak terlihat) menunjukkan occludable angle, sehingga penting untuk dilakukan compression gonioscopy untuk membedakan apakah penutupan tersebut aposisional atau sinekial.  

    Pasien sebaiknya diperiksa di ruangan yang gelap dengan menggunakan sinar melalui celah sempit dan pendek, untuk menghindari konstriksi dari pupil dan pembukaan sudut yang palsu. Pemeriksa sebaiknya menghindari penekanan berlebih pada kornea sehingga sudut tidak menjadi dalam secara palsu (artifactually). Jika dibutuhkan, goniomirror pada Goldmann three-mirror dapat digunakan untuk menghindari mendalamnya bilik mata depan yang palsu. Jika iris perifer prominen, atau bila iris sangat cembung dan sulit untuk melihat struktur sudut, pasien dapat diminta untuk melihat ke arah cermin yang sedang diperiksa atau dilihat. Hal ini dapat sangat membantu memperoleh penilaian struktur sudut yang akurat. 

    Pada stadium akut dimana didapatkan edema kornea, pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan menggunakan gonioskopi menjadi sulit. Aplikasi glycerol atau NaCl 5% secara topikal akan membuat kornea nampak jernih sementara sehingga dapat dilakukan pemeriksaan sudut bilik mata depan. Pemeriksaan gonioskopi pada mata jiran dapat memberikan beberapa petunjuk, karena pada dasarnya konfigurasi sudut bilik mata pada kedua mata hampir sama, terutama apabila edema kornea yang terjadi pada mata yang terkena serangan mempersulit dilakukannya pemeriksaan sudut. Sinekia anterior perifer fokal dan hiperpigmentasi pada area kontak iris selama serangan dapat diamati juga dengan gonioskopi.

 6. Funduskopi 

    Pada serangan akut, fundus tidak dapat diperiksa dengan jelas karena adanya edema kornea. Oftalmoskopi indirek dengan cahaya yang paling terang dapat membantu dalam pemeriksaan fundus dan papil saraf optik. Pada serangan sudut tertutup akut yang baru dan ringan, papil mungkin tidak menunjukkan perubahan. Dalam serangan yang parah dan lama dengan kongesti pada seluruh bola mata, papil akan menunjukkan edema dan hiperemia, dengan kongesti vena dan splinter hemorrhages. Jika serangan akut terjadi selama penutupan sudut kronis atau creeping, papil mungkin menunjukkan atrofi dan terdapat cupping glaucomatus akibat akumulasi kerusakan sebelumnya. Terdapat juga kemungkinan terjadinya central retinal vein occlusion (CRVO) selama serangan, dan nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy (NA-AION) yang terjadi bilateral sekitar 2,5 minggu setelah pasien mendapat serangan. 

    Jika terdapat perubahan papil saraf optik, diagnosis perlu diubah dari sudut tertutup akut menjadi glaukoma sudut tertutup akut. Bagaimanapun, pada sudut tertutup akut, kerusakan papil saraf optik relatif jarang terjadi karena durasi elevasi Tekanan intraokular pendek, kecuali apabila hal tersebut terlewatkan atau telah berkembang menjadi sudut tertutup kronis.

 7. Anterior Segment Optical Coherence Tomography (ASOCT) 

    Optical Coherence Tomography dilaporkan untuk pertama kalinya pada tahun 1991 dan digunakan sebagai posterior segmen imaging yang kemudian berkembang penggunaannya menjadi anterior segmen imaging. Anterior Segment Optical Coherence Tomography (ASOCT) merupakan perangkat yang berguna untuk mendeteksi kelainan sudut bilik mata yang sempit secara anatomis, struktur segmen anterior dan juga untuk mengukur ketebalan kornea secara cepat dan relatif nyaman bagi pasien. Nolan et al melakukan evaluasi terhadap kemampuan ASOCT dalam mendeteksi sudut tertutup primer bila dibandingkan dengan gonioskopi, pada subyek Asia. ASOCT diketahui sangat sensitif dalam mendeteksi penutupan sudut bila dibandingkan dengan gonioskopi. Lebih banyak orang yang ditemukan memiliki sudut tertutup dengan pemeriksaan ASOCT dibandingkan dengan gonioskopi. Evaluasi penyebab struktural dari sudut tertutup seperti sindroma plateau iris, glaukoma malignan, dan blok pupil dapat dilakukan.

 8. Fotografi Scheimpflug (Pentacam) 

    Fotografi Scheimpflug merupakan suatu teknik yang telah digunakan untuk evaluasi kuantitatif dari sudut bilik mata depan, khususnya kedalaman bilik mata depan baik sentral maupun perifer, volume bilik mata depan dan ketebalan kornea. Bagaimanapun, angle recess yang sebenarnya tidak dapat divisualisasikan dengan teknik ini dan informasi struktur penting yang terdapat di daerah ini dapat terlewatkan.

 9. Biometri Okular 

    Biometri okular adalah suatu studi yang menganalisis pengukuran mata. Bila dibandingkan dengan mata normal, mata dengan sudut tertutup primer menunjukkan karakteristik biometrik berikut: 

(a) diameter kornea yang lebih kecil dan radius kurvatura kornea yang lebih kecil, 

(b) kedalaman bilik mata depan yang lebih dangkal dan volume bilik mata depan yang lebih kecil, 

(c) lensa yang lebih tebal dengan kurvatura permukaan lensa anterior yang lebih curam; 

(d) posisi lensa yang lebih anterior, 

(e) rasio ketebalan lensa / faktor panjang aksial yang lebih besar, dan 

(f) panjang aksial lebih pendek. 

    Kedalaman rata - rata mata dengan sudut tertutup sekitar 1,0 mm lebih dangkal dari mata normal. Ketebalan lensa meningkat sekitar 0,35 mm dan posisi lensa lebih ke anterior sekitar 0,65 mm. Mata jiran pada pasien yang menderita serangan akut unilateral memiliki kedalaman bilik mata depan yang hampir sama dengan mata yang mengalami serangan. Kedalaman bilik mata depan dan volume mata yang hipermetropia lebih rendah bila dibandingkan mata normal.

 10. Ultrasound Bio Microscope (UBM) 

    UBM adalah pemeriksaan ultrasonografi segmen anterior mata dengan menggunakan frekuensi tinggi yang berfungsi sebagai pembesaran yang cukup untuk menilai rincian di bilik mata depan dan belakang. Kedalaman penetrasinya hanya sampai 4 mm, karena itu pemeriksaan ini tidak dapat menunjukkan detail retrolenticular. Metode ini telah menciptakan kemungkinan pemahaman patogenesis yang lebih baik untuk beberapa penyakit pada segmen anterior mata, termasuk dalam bidang penyakit glaukoma (sudut tertutup primer dan sekunder, glaukoma pigmentasi, blok silia (glaukoma maligna). 

    Metode UBM ini telah terbukti ideal untuk pemeriksaan dan interpretasi patoanatomi yang ada di sudut tertutup primer dan khususnya kondisi plateu iris pada sudut tertutup primer. UBM sesuai untuk menentukan patogenesis pada kasus sudut tertutup yang sulit. Namun, harus ditekankan bahwa pemeriksaan ini tidak mudah dilakukan dengan tepat (di sudut yang tepat dari permukaan mata) dan pemeriksaan ini kadang menimbulkan beberapa ketidaknyamanan bagi pasien.

Tatalaksana Acute Primary Angle Closure (APAC) 

1. Pasien dirawat inap. 

2. Turunkan segera TIO (Tekanan intraokular) dengan obat-obatan dan evaluasi dalam 24 jam 

a. Carbonic anhidrase oral 500 mg selanjutnya 3-4 x 250 mg (disertai suplemen kalium tablet) 

b. Pilocarpine 2% 4x1 tetes 

c. Timolol 0,5% 2 x 1 tetes 

d. Hiperosmotik oral/infus bila diperlukan, dosis gliserin oral 50% 1 – 3 mL/KgBB, sedangkan mannitol IV 20% 2,5 – 7 mL/KgBB dengan cara pemberian 60 tetes per menit bila akan dilakukan operasi dengan TIO > 30 mmHg 

3. Berikan obat yang menurunkan reaksi peradangan dan edema kornea: steroid topikal 6 x 1 tetes 

4. Laser iridoplasti (bila kornea masih edema) dengan atau tanpa iridotomi 

5. Bila TIO sudah relatif turun dan keadaan mata menjadi lebih tenang (edema kornea berkurang atau hilang) maka dilakukan iridektomi perifer laser/surgikal 

6. Trabekulektomi tanpa atau dengan agen antifibrotik (Mitomycin C/5-fluorouracil) dapat dipertimbangkan bila TIO tidak responsif terhadap obat 

7. Ekstraksi katarak dapat dilakukan bila kondisi mata telah tenang 

8. Untuk mata sebelahnya (fellow eye) dilakukan tindakan iridektomi perifer laser/surgikal untuk mencegah terjadinya serangan. 

9. Follow up selanjutnya seperti penanganan kasus glaukoma umumnya: evaluasi TIO, gonioskopi, kampimetri static Humphrey dan OCT/ Imaging. 


Lens-induced glaucoma

    Lens-induced glaucoma adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh faktor lensa yang dapat mengakibatkan glaukoma sekunder baik sudut tertutup maupun terbuka. Tipe sudut terbuka dapat dibagi menjadi fakolitik glaukoma, lens- particle, dan antigenic glaucoma (glaukoma fakoantigenik). Tipe sudut tertutup dibagi menjadi fakomorfik dan ektopia lentis.

1. Lens-induced glaucoma, Sudut Terbuka

1.1 Glaukoma fakolitik
A. Patogenesis
    Glaukoma fakolitik terjadi akibat penyumbatan anyaman trabekular oleh sel protein lensa dengan berat molekul yang besar, yang keluar ke bilik mata depan akibat dari kebocoran kapsul lensa yang matur ataupun hipermatur. Kondisi ini diiringi dengan peradangan pada bilik mata depan. Umumnya dikeluhkan pada pasien usia tua yang diduga sudah memiliki katarak sejak berbulan-bulan atau tahunan disertai riwayat keluhan penglihatan buram sejak lama. 

B. Penegakkan diagnosis
    Keluhan umumnya berupa nyeri mata di satu sisi, merah, dan penurunan tajam penglihatan yang semakin buruk, yang terjadi secara mendadak. Tekanan intraokular sangat tinggi, disertai edema kornea dan injeksi konjungtiva dan siliaris, sudut bilik mata terbuka, dan sel di bilik mata depan.

C. Penatalaksanaan
    Tatalaksana definitif adalah pembedahan untuk mengekstraksi katarak. Sebelum tindakan bedah, Tekanan intraokular dan peradangan perlu di turunkan dengan obat-obatan glaukoma dan anti inflamasi kortikosteroid. Obat glaukoma yang dapat diberikan adalah asetazolamida oral maupun topikal. Jika tekanan intraokular masih sangat tinggi maka agen hiperosmotik seperti gliserin dan infus i.v Mannitol kadang perlu diberikan sebagai upaya cepat penurunan tekanan intraokular pada perioperatif, dalam situasi dimana tanda vital dapat dimonitor dengan baik.

1. 2. Lens-particle
A. Patogenesis
    Glaukoma terjadi akibat partikel lensa secara fisik menyebabkan sumbatan pada sudut bilik mata depan dan anyaman trabecular. Terlepasnya dan retensi partikel lensa di bilik mata depan terjadi akibat ruptur atau disrupsi kapsul lensa setelah operasi katarak, tindakan kapsulotomi ataupun trauma okular. Dapat terjadi setelah beberapa minggu sampai dengan tahunan setelah tindakan bedah atau trauma.

B. Penegakan diagnosis
    Pasien umumnya mengeluhkan rasa nyeri, mata merah serta penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan terdapat tekanan intraokular yang tinggi, edema kornea dan penurunan visus. Partikel lensa berupa bongkahan dengan ukuran bervariasi ditemukan di bilik mata depan disertai sel dan flare serta sudut terbuka. Jika kondisi sudah cukup lama maka dapat ditemukan sinekia anterior atau posterior. 

C. Penatalaksanaan
    Pengobatan glaukoma sekunder akibat lens particle serupa dengan fakolitik glaukoma. Pemberian obat-obat glaukoma dan anti inflamasi merupakan pengobatan awal yang dilanjutkan dengan evakuasi partikel lensa tersebut dengan pembedahan.  Apabila partikel lensa sudah berada di vitreus maka perlu dilakukan tindakan vitrektomi.

1.3. Glaukoma fakoantigenik
A. Patofisiologi
    Istilah lain yang dikenal adalah glaukoma fakoanafilaktik, yang disebabkan oleh reaksi imunitas tubuh yang menjadi tersensitisasi terhadap antigen protein lensanya sendiri sehingga terjadi peradangan granulomatosa. Paparan terhadap protein lensa akibat tindakan bedah sebelumnya atau trauma tembus okular. 

B. Penegakan diagnosis
    Ditemukan peradangan pada bilik mata depan dengan sel granulomatosa serta keratik presipitat yang disertai peningkatan tekanan intraokular

C. Penatalaksanaan
    Penatalaksanaan utama adalah mengurangi reaksi inflamasi di bilik mata depan dan menurunkan tekanan intraokular dengan obat-obat topikal kortikosteroid dan glaukoma. Jika pengobatan tidak berhasil maka pembedahan dibutuhkan untuk membersihkan residu lensa serta irigasi bilik mata depan.

2 Lens-induced Glaucoma, Sudut Tertutup

1. Fakomorfik
A. Patofisiologi
    Glaukoma terjadi akibat lensa yang mengalami pembengakakan. Adanya pembengkakan lensa tersebut menjadi komponen signifikan yang menyebabkan sempitnya sudut bilik mata depan. Pembengkakan lensa ini terjadi akibat perkembangan alami ke arah katarak (katarak intumesens), atau katarak traumatika. Keadaan ini menyebabkan blokade aliran cairan aquous di daerah diafragma iris -lensa dan sudut bilik mata depan tertutup.
    Penyempitan sudut bilik mata depan dapat terjadi perlahan sesuai perkembangan katarak, dan juga terjadi akut apabila lensa menjadi intumesen dan terjadi blok pupil pada mata tanpa predisposisi anatomi tertentu yang memungkinkan terjadi glaukoma sudut tertutup. 


B. Penegakkan diagnosis
    Keluhan yang timbul adalah mata merah, nyeri dan penurunan tajam penglihatan. Terdapat injeksi konjungtiva, episklera dan edema kornea. Tekanan intraokular meningkat dan bilik mata dangkal, disertai lensa yang membonjol dan intumesen yang ditemukan hanya pada mata yang sakit (unilateral). Umumnya terjadi diatas usia 64 tahun, dan rasio wanita sedikit lebih tinggi dibandingkan pada pria.
    Salah satu diagnosis banding dari glaukoma fakomorfik adalah glaukoma primer sudut tertutup. Untuk membedakan dengan kondisi primer, pada pemeriksaan ditemukan asimetri pada kedalaman bilik mata depan kedua mata pasien. Pada pasien glaukoma fakomorfik, mata yang tidak sakit memiliki bilik mata depan yang dalam dan sudut yang terbuka pada pemeriksaan gonioskopi.


C. Penatalaksanaan
    Tujuan terapi pada glaukoma fakormorfik adalah menurunkan tekanan intraokular dengan cara membuka kembali sudut bilik mata depan yang tertutup. Terapi awal dapat dilakukan dengan memberikan obat-obat glaukoma oral maupun tetes. Apabila ditemukan peradangan yang cukup bermakna maka diberikan pula anti-inflamasi steroid ataupun nonsteroid secara topikal. Setelah tekanan cukup terkontrol dan edema kornea berkurang, maka dapat dilakukan ekstraksi katarak sebagai terapi bedah definitif. Apabila belum memungkinkan dilakukan ekstraksi katarak, maka dapat dilakuan iridotomi laser sebelumnya. Trabekulektomi dapat dilakukan dengan pertimbangan bila tekanan intraokuler tidak terkontrol.

2 Ektopia Lentis
A. Patofisiologi
    Lensa yang bergeser ke posisi yang tidak sesuai lokasi anatomisnya, dapat menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup. Bila pergeseran terjadi ke arah anterior, maka terjadi blokade pupil dan iris bombe sehingga bilik mata depan dangkal dan sudut bilik mata depan tertutup.

B. Penegakan diagnosis
    Terdapat peningkatan tekanan intraokular yang disertai posisi lensa yang subluksasi atau total luksasi (dislokasi) baik ke anterior, posterior, atau ke salah satu kuadran/ sisi. Jika terjadi luksasi ke anterior dan terjadi sentuhan lentikulokornea maka edema kornea dapat ditemukan. 


C. Penatalaksanaan
    Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya peningkatan tekanan intraokular dan kontak lensa ke endotel kornea. Pada kondisi awal, posisi supinasi baik untuk memposisikan lensa subluksasi ke arah posterior. Pemberian tetes miotikum akan menjaga agar lensa tetap berada di posisi belakang pupil. Apabila lensa sudah dislokasi ke anterior, maka miotikum menjadi kontraindikatif karena menyebabkan lemahnya kontraksi zonula Zinn, sehingga dislokasi menjadi semakin mudah terjadi. Indikasi tindakan bedah ekstraksi lensa terutamaapabila sudah terjadi dislokasi anterior komplit ke bilik mata depan, atau sudah terbentuk katarak dan masalah rekuren lain.


DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. Basic and clinical science course (BCSC). San Francisco: American Academy of Ophthalmology, 2016-2017
2. Oxford American Handbook of Ophthalmology. Tsai JC, Denniston AKL, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS (eds). Oxford University Press, 2011.
3. Becker- Shaffer’s Diagnosis and therapy of the glaucomas, 8th edition. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV (eds). Mosby Elsevier, 2009.


Selasa, 25 April 2023

Glaukoma Sudut Tertutup

    Glaukoma merupakan suatu kelainan neuropati optik kronik dengan ciri khas adanya cupping pada diskus Nervus Optikus dan disertasi hilangnya lapang pandangan, dengan peningkatan tekanan intraokuli sebagai salah satu faktor risiko. Glaukoma dibagi mejadi beberapa golongan besar, yaitu: glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma kongenital, dan glaukoma absolut. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit mata lain. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang kejadiannya berkaitan dengan penyakit mata lain. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi sejak neonatus. Sedangkan glaukoma absolut merupakan jenis glaukoma yang tidak terkontrol karena terapi yang tidak adekuat, biasanya tekanan bola mata sangat tinggi, nyeri hebat dan disertai kebutaan. 

    Glaukoma sudut tertutup merupakan kelainan neuropati optik berupa edema diskus nervus optikus yang disertai oklusi sudut iridokorneal dan gejala-gejala penutupan trabecular meshwork oleh iris perifer. Pada glaukoma primer sudut tertutup akan terjadi peningkatan tahanan pada margo pupil sehingga meningkatkan gradien tekanan antara bilik mata depan dan belakang. Iris mempunyai bentuk khas berupa penonjolan ke depan yang memicu penyempitan sudut iridokorneal. Perlekatan iris perifer ke trabecular meshwork bisa mengobstruksi sudut iridokroneal dan akan meningkatkan tekanan intraokuli (TIO) dan terbentuknya sinekia anterior perifer (penutupan sudut primer). Jika derajat blok pupil relatif tinggi dan sudut iridokorneal sudah sangat sempit maka akan terjadi obstruksi sudut total dan TIO meningkat tajam sehingga mengarah ke serangan akut (glaukoma primer sudut tertutup akut). Jika derajat blok pupil relatif rendah dan trabecular meshwork tertutup sebagian kecilnya saja maka TIO akan meningkat perlahan yang akan mengarah ke degenerasi nervus optikus secara progresif dan kronik (glaukoma primer sudut tertutup kronik). 

    Faktor risiko glaukoma primer sudut tertutup meliputi ras, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan status refraksi. Prevalensi glaukoma primer sudut tertutup biasanya terjadi pada pasien di atas umur 40 tahun dimana angka kejadian tertinggi ada pada ras Asia dan Afrika. Prevalensi glaukoma sudut tertutup meningkat mulai usia 40 tahun ke atas, dikarenakan lensa yang semakin menebal dan semakin maju ke depan yang memicu kontak lensa dengan margo pupil (kontak iridolentikular). Kejadian glaukoma sudut tertutup primer 2 sampai 4 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Riwayat keluarga juga meningkatkan risiko terjadinya glaukoma primer sudut tertutup, bahkan sampai 6 kali lipat pada ras Cina. Dan kejadian glaukoma primer sudut tertutup lebih sering terjadi pada mata dengan hipermetropi/rabun dekat. 

    Tekanan intraokuler merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam peningkatan progresivitas glaukoma dan dapat dikendalikan dibandingkan faktor risiko lainnya. TIO rata–rata berkisar sekitar 10 –21 mmHg. Antara mata kanan dan kiri biasanya mempunyai tekanan intraokuler yang sama besar dan terdapat variasi diurnal. Untuk memahami tentang TIO, perlu pemahaman dahulu tentang dinamika aqueous humor. Aqueous humor diproduksi di badan silier dan mengalir melalui pupil ke bilik mata depan. Aqueous humor keluar dari ruang intraokuler melalui trabecular meshwork dan mengalir ke kanal Schlemm sebelum akhirnya masuk ke drainase vena episklera. Sebagian aqueous humor juga keluar dari ruang intraokuler melalui jalur uveoskleral, yakni melalui iris perifer dan otot siliaris yang diteruskan ke celah suprakoroid dan sklera. 

    Faktor utama pengendali tekanan intraokuler adalah produksi aqueous humor, aliran aqueous humor, dan tekanan vena episklera. Ketiga faktor ini masing –masing dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: 

1) Produksi aqueous humor yang dipengaruhi oleh Variasi diurnal, Faktor sistemik (hipotensi, hipotermia, asidosis, penurunan aliran darah korpus siliaris), Olahraga, Trauma & inflamasi intraokuler, Obat anestesi umum dan obat penurun tekanan darah sistemik. 

2) Aliran Aqueous Humor yang dipengaruhi dengan tindakan bedah glaukoma (baik secara operasi maupun laser) dan pemberian Obat-obat antiglaukoma.

3) Tekanan vena episklera yang dipengaruhi oleh Posisi tubuh, Penyakit pada kepala dan leher, Batuk, mengejan, manuver valsava, Tekanan darah sistemik.

    Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk penegakan diagnosis dan penentuan dari derajat dari glaukoma adalah pemeriksaan tonometri, funduskopi, kedalaman bilik mata depan, gonioskopi (untuk melihat sudut iridokorneal dan kontak iridotrabekular), dan perimetri (untuk melihat progresivitas penurunan lapang pandangan).

    Manifestasi klinis glaukoma primer sudut tertutup bermacam-macam, tergantung dari stadium klinisnya. European Glaucoma Society membagi glaukoma primer sudut tertutup menjadi lima stadium,yaitu: Primary Angle-Closure Suspect (PACS), Acute Angle-Closure (AAC), Intermittent Angle-Closure (IAC), Chronic Angle-Closure Glaucoma (CACG), Status Post-Acute Angle-Closure Attack. 

   Pada stadium PACS akan timbul tanda dan gejala berikut: TIO normal, Terdapat kontak iridotrabekular pada 2 kuadran atau lebih, Tidak ada sinekia anterior perifer, Tidak ada gejala tunnel vision, Tidak ada tanda glaukoma berupa neuropati optic. 

    Pada stadium AAC akan timbul tanda dan gejala berikut: TIO >21 mmHg (sering mencapai 50-80 mmHg), Tajam penglihatan menurun, Edema kornea disertai COA yang dangkal, Kontak iridokorneal 360 derajat, Kongesti vena dan injeksi siliaris, Pupil midmidriasis disertai reflek pupil menurun atau tidak ada, Papiledema diskus nervus optikus, bias terjadi Bradikardi atau aritmia, Penglihatan kabur, tekadang didapatkan adanya ”halo” di sekitar cahaya yang dilihat, Nyeri, Sakit kepala bagian frontal pada sisi mata yang terkena serangan, kadang disertai mual dan muntah. 

    Pada stadium IAC akan timbul tanda dan gejala berikut: Gejala bervariasi tergantung banyaknya kontak iridotrabekular (bisa menyerupai gejala AAC dengan gejala yang lebih ringan), Bisa terdapat atrofi diskus N. II dengan defek pada reflek pupil. 

    Pada stadium CACG akan timbul tanda dan gejala sebagai berikut: Sinekia anterior di bagian perifer pada berbagai sudut saat pemeriksaan gonioskopi, TIO >21 mmHg (meningkat tergantung banyaknya kontak iridotrabekular), Ketajaman penglihatan bisa menurun (bisa normal), Terdapat kerusakan pada papil papil nervus optikus, Terdapat tunnel vision, Biasanya tidak nyeri dan hanya terasa tidak nyaman. 

    Pada stadium Status Post-Acute Angle-Closure Attackakan timbul tanda dan gejala berikut: Terdapat sinekia anterior perifer, Atrofi iris sebagian, Reflek pupil menurun atau tidak ada, Terdapat glaukomflecken (kekeruhan pada korteks lensa anterior yang terdiri dari jaringan epitel lensa yang nekrosis dan korteks subepitel yang terdegenerasi) pada permukaan lensa anterior. 

Terapi 

    Tujuan terapi glaukoma adalah untuk menghentikan atau memperlambat progresivitas glaukoma. Dan untuk mencapainya target tersebut, pengobatan untuk glaukoma saat ini berfokus pada penurunan TIO. 

    Secara garis besar terapi glaukoma ada dua macam, yaitu terapi farmakologis dan terapi pembedahan, baik dengan cara operasi atau dengan laser. Secara garis besar farmakodinamik obat-obat glaukoma ada 4 macam, yaitu: menurunkan produksi aqueous humor, melancarkan aliran aqueous humor, reduksi volume korpus vitreum, obat-obatan lainnya (miotikum, midriatikum, sikloplegik).   

    Secara umum, terapi laser dan operatif yang sering dilakukan untuk mengelola glaukoma yaitu: iridotomi, iridektomi, iridoplasti perifer; laser trabekuloplasti, Trabekulektomi, dan prosedur siklodestruktif. 

    Terapi operatif diindikasikan ketika terapi farmakologis dan terapi laser tidak bisa mencegah, menghentikan, atau menghambat progresivitas dari penyakit. Terapi operatif yang biasanya dilakukan adalah trabekulektomi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika menentukan target TIO meliputi: Stadium glaukoma, TIO sebelum terapi, Umur dan harapan hidup, Laju progresivitas saat follow-up, Adanya faktor risiko lain, Efek samping dan risiko terapi, Preferensi pasien. Kriteria keberhasilan terapi operatif glaukoma dilihat dari TIO pasca operasi dan kebutuhan obat antiglaukoma. 

    Kriteria keberhasilan tersebut dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu : Complete Success (TIO 6-21 mmHg tanpa tambahan obat anti glaukoma), Qualified success (TIO 6-21 mmHg dengan tambahan obat anti glaukoma), Failure (TIO <6mmhg atau="">21mmHg meskipun dengan tambahan obat antiglaukoma). Trabekulektomi merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat saluran bypass untuk aqueous humor agar mengalir langsung dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita. Operasi ini biasanya efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler secara bermakna. Trabekulektomi telah banyak dilakukan secara dini sebagai terapi glaucoma. 

<6mmhg atau="">    Trabekulektomi mempunyai beberapa komplikasi, dan yang paling sering adalah fibrosis pada jaringan episklera. Hal tersebut dapat memicu menutupnya kembali jalur drainase baru yang telah dibuat. Terapi tambahan perioperatif dan pasca operasi dengan anti metabolit seperti 5-fluorourasil dan mitomisin C dosis rendah dapat menurunkan risiko komplikasi tersebut dan dapat mengontrol tekanan intraokuler lebih baik. Komplikasi juga bisa ditimbulkan oleh bleb yang terjadi pada mata pasca operasi. Kelainan tersebut berupa rasa tidak nyaman pada mata yang menetap, infeksi bleb, atau makulopati karena keadaan hipotonik pada mata yang menetap. 

<6mmhg atau="">    Fakoemulsifikasi-atau disebut juga “fako”-merupakan operasi pengangkatan katarak dengan mengemulsifikasikan lensa dengan energy ultrasonik. Laporan tentang hasil fakoemulsifikasi dengan implan lensa pada kasus glaukoma sudut tertutup akut, kronik, dan sekunder dengan/tanpa disertai glaukoma menggambarkan hasil yang sangat baik. Namun peran pasti lensektomi pada glaukoma primer sudut tertutup masih belum dapat dibuktikan. Suatu studi seri kasus menunjukkan bahwa ekstraksi katarak berhubungan dengan penurunan TIO yang baik dan penurunan kebutuhan obat-obatan untuk mengontrol TIO. Glaukoma primer sudut tertutup sering dilakukan juga terapi kombinasi trabekulektomi dan fakoemulsifikasi, atau sering disebut sebagai fako-trabekulektomi. 

<6mmhg atau="">    Umumnya tindakan yang dilakukan untuk mengontrol tekanan intraokular pada pasien dengan kondisi sudut tertutup primer adalah dengan laser. Laser iridotomi perifer (LPI) dapat dilakukan dengan menggunakan Nd:YAG laser, argon laser, diode laser, atau kombinasi. Laser iridotomi digunakan pada pasien sudut tertutup primer dengan mekanisme blok pupil. 

<6mmhg atau="">     Pilihan operasi glaukoma lainnya selain trabekulektomi adalah pemasangan Glaucoma Drainage Device (GDD) Implant. Terapi ini lebih popular dalam penatalaksanaan refraktori glaukoma. Pada glaukoma sudut tertutup dengan bilik mata depat yang dangkal, prosedur ini cukup menantang. Komplikasi yang berkaitan dengan tube seperti tube menyentuh kornea atau lensa dapat terjadi.

Sabtu, 01 April 2023

Retinopathy of prematurity (ROP)

 

 

Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan kelainan vasoproliferatif retina pada bayi prematur dengan perubahan patologis utama berupa neovaskularisasi retina. Faktor resiko retinopati pada prematuritas adalah multifaktorial, antara lain faktor usia kehamilan, berat badan lahir yang sangat rendah, kecil masa kehamilan, sepsis, distress pernafasan, apneu, asfiksia, tranfusi darah, terapi oksigen berkepanjangan, saturasi oksigen tidak stabil, defisiensi vitamin E, paparan sinar pada mata bayi dan sebagainya. Fibroplasia retrolental adalah istilah yang digunakan untuk kondisi ini sejak diketahui deskripsi pertama kali di tahun 1940 sebagai penyebab kebutaan pada anak-anak.

Fase pertama (vaskulogenesis) dimulai kira-kira sekitar 14 minggu sampai 21 minggu kehamilan. Pada fase ini, Vascular Precursor Cells (VPCs) asal mesenkim keluar dari saraf optik dan membentuk empat arkade utama retina posterior. Pada fase kedua (angiogenesis), sel endotel yang berkembang muncul dari pembuluh darah yang ada yang terbentuk selama fase pertama membentuk jaringan kapiler.

Retina bagian nasal mengalami vaskularisasi pada usia kehamilan 8 bulan dan retina bagian temporal segera setelah aterm (sekitar 40 minggu kehamilan). Oleh karena itu, bayi prematur saat lahir akan memiliki retina perifer yang mengalami vaskularisasi tidak sempurna pada tingkat yang bervariasi. Hipoksia fisiologis dalam rahim berkurang dan bayi baru lahir sekarang terkena keadaan hiperoksia (oksigen atmosfer serta oksigen tambahan). Selain itu, kadar insulin serum seperti faktor pertumbuhan 1 (IGF1) rendah saat bayi lahir.

Hiperoksia dan kadar IGF1 dalam serum yang rendah berkontribusi pada vaskularisasi retina yang tertunda dan perkembangan pembuluh retina, terutama kapiler mengalami vasokonstriksi refleks yang diikuti oleh vaso-obliterasi (Tahap 1 ROP). Studi klinis terapi oksigen dimulai segera setelah lahir dan dilanjutkan selama beberapa minggu pertama kehidupan pascakelahiran menyelidiki fase perkembangan ROP ini. Fase 2 perkembangan ROP terjadi ketika angiogenesis normal diambil alih oleh angiogenesis patologis. Retina avaskular perifer serta neuron retinal yang berkembang mengalami cedera hipoksia. Pelepasan faktor angiogenik seperti VEGF ke dalam cairan vitreus, meningkat.

Pada saat yang sama, kadar IGF1 serum meningkat, memfasilitasi efek VEGF pada angiogenesis retina. Pembuluh darah abnormal tumbuh dari retina, menuju konsentrasi tinggi VEGF dalam cairan vitreus. Studi klinis terapi oksigen yang dilakukan selama fase ini, biasanya setelah 32 minggu usia kehamilan, diharapkan dapat menghasilkan efek yang berbeda pada perkembangan pembuluh darah retinal dibandingkan studi yang dilakukan pada periode postnatal yang lebih awal.

Komite Nasional ROP merekomendasikan pemeriksaan skrining ROP pada tahun 2010 pada bayi dengan berat lahir ≤1500 gram, atau usia gestasi ≤34 minggu, atau bayi dengan berat badan lahir besar atau umur gestasi lebih tua dengan permintaan neonatologis atau dokter spesialis anak. Rekomendasi untuk pemeriksaan skrining ROP meliputi :

1. Siapa yang harus diperiksa :

a. Bayi dengan berat lahir ≤1500 gram atau usia gestasi ≤34 minggu harus diperiksa untuk ROP.

b. Pemeriksaan pada bayi dengan berat lahir lebih atau usia gestasi lebih dapat dimintakan oleh neonatologis atau dokter anak, tergantung pada beratnya faktor risiko seperti tingginya saturasi O2 selama lebih dari 1 minggu, transfusi berulang, dll.

c. Bayi dengan usia gestasi 37 minggu atau lebih tidak perlu dilakukan pemeriksaan ROP

2. Kapan dilakukan pemeriksaan :

a. Jika usia gestasi > 30 minggu, diperiksa 2-4 minggu setelah kelahiran

b. Jika usia gestasi ≤ 30 minggu, diperiksa 4 minggu setelah kelahiran

c. Sedikitnya dilakukan satu kali pemeriksaan sebelum bayi dipulangkan dari rumah sakit

3. Dimana dilakukan pemeriksaan :

a. Jika di rumah sakit, sangat dianjurkan pemeriksaan dilakukan di unit neonatus. Bayi sebaiknya dimonitor keadaan denyut jantung dan saturasi oksigen saat pemeriksaan.

b. Jika di poliklinik, pemeriksaan dilakukan di poliklinik mata jika keadaan umum stabil. Apabila memungkinkan, denyut jantung harus dimonitor selama pemeriksaan

4. Siapa yang seharusnya melakukan pemeriksaan mata :

Pemeriksaan dilakukan oleh dokter mata dengan pelatihan dan pengalaman dalam deteksi ROP.

 

Pemeriksaan follow up dilakukan berdasarkan temuan saat pemeriksaan awal ROP. Pemeriksaan follow up dilakukan sampai pembuluh darah tumbuh normal sampai zona III atau sampai resiko untuk perkembangan ROP berhenti, yaitu post menstrual age (PMA) 44 – 46 minggu. Pretreshold disease di-follow up setiap minggu sampai menjadi threshold disease atau sampai menjadi ROP regresi yang tidak membutuhkan tindakan. Pemeriksaan skrining pertama disarankan dilakukan pada ROP hari ke-30 kehidupan, terlepas dari usia kehamilan. Bayi <28 minggu atau <1200 gram harus diskrining lebih awal pada usia 2–3 minggu untuk mengidentifikasi sejak awal ROP.

 

Retinopathy of Prematurity (ICROP) mengklasifikasikan ROP berdasarkan lokasi, luas, stadium dan ada atau tidaknya plus disease.

1. Lokasi

Retinopaty of prematurity berdasarkan lokasinya, dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu:

a. Zona I:

merupakan polus posterior, berupa area lingkaran dengan radius 30°, jarak radius dua kali jarak antara discus opticus dan pusat macula, pusat berada pada discus opticus

b. Zona II:

area dengan jarak radius dari batas zona I sampai ora serrata nasal, melingkar sampai di dekat ekuator temporal

c. Zona III:

area berbentuk bulan sabit, meliputi retina anterior di luar zona I dan II.

 

2. Luas

Luas kelainan ditulis berdasarkan arah putaran jam dan dicatat sebagai jumlah jam atau derajat (1 jam = 30°). Pemeriksa melihat pada setiap mata, Posisi jam 3 berada di sisi nasal mata kanan dan sisi temporal mata kiri. Posisi jam 9 berada di sebelah temporal mata kanan dan sisi nasal mata kiri. Jam 12 terletak di superior kedua mata, sedangkan jam 6 berada di inferior.

 

3. Stadium

Stadium ditentukan berdasarkan respon retina terhadap pertumbuhan pembuluh darah abnormal. Satu mata mungkin terdapat gambaran retina abnormal dengan stadium yang berbeda, pada keadaan seperti ini yang dipakai untuk penentuan stadium berdasarkan gambaran abnormal terberat. Deskripsi semua temuan tetap ditulis lengkap dengan mencantumkan lokasi arah jam. Retinopathy of prematurity berdasarkan stadium diklasifikasikan menjadi lima:

a. Stadium 1 : Demarcation line

Demarcation line adalah struktur garis tipis, tegas, putih, dan datar yang memisahkan daerah retina avaskular di anterior dengan retina vaskular di posterior. Arkade pembuluh darah tampak mengarah ke arah garis.

b. Stadium 2: Ridge

Ridge merupakan peninggian jaringan mesenkim. Peninggian ini terjadi di area demarcation line, memiliki tinggi dan lebar, memanjang di atas bidang retina. Ridge dapat berubah dari putih menjadi merah muda dan pembuluh darah retina akan masuk ke intraretina.

c. Stadium 3: Proliferasi fibrovaskular ekstraretinal

Proliferasi fibrovaskular ekstraretina atau neovaskularisasi memanjang dari peninggian mesenkimal ke dalam vitreus. Proliferasi ini berpotensi menimbulkan tarikan pada retina.

d. Stadium 4 : Ablasio retina subtotal

Ablasio retina terjadi karena progresifitas proliferasi fibrovaskular. Tingkat ablasio tergantung pada luas dan derajat traksi fibrovaskular. Ablasio retina yang terjadi dapat dibagi menjadi:

- ekstrafoveal (stadium 4A) dan

- foveal (stadium 4B).

e. Stadium 5 : Ablasio retina total

Ablasio retina pada retinopati prematuritas umumnya traksional. Ablasio yang terjadi berbentuk corong, dapat dibagi menjadi bagian anterior dan posterior.

 

Plus disease

Plus disease ditandai dengan adanya pembuluh darah retina yang berdilatasi dan berkelok-kelok pada kutub posterior , minimal pada dua kuadran fundus. Gambaran klinis lain pada segmen anterior meliputi pelebaran pembuluh darah iris dan pupillary rigidity. Diagnosis plus disease dapat dibuat jika pembuluh darah yang berdilatasi dan berkelok-kelok dapat dijumpai setidaknya di dua kuadran. Penulisan plus disease ditulis dengan simbol “+” setelah penulisan stadium, contoh 3+.

 

Pre-plus disease

Pre-plus disease merupakan gambaran dilatasi vena dan arteri yang berkelok lebih dari normal tetapi tidak memenuhi kriteria plus disease. Pre-plus disease dapat berkembang menjadi plus disease

 

Aggressive posterior ROP (Rush disease)

Aggressive posterior ROP ditandai dengan ROP pada pole posterior, plus disease yang menonjol dan retinopati yang sulit didefinisikan. Kelainan ini jarang terjadi, tetapi jika ditangani dapat berkembang dengan cepat menjadi stadium 5. Hal ini paling sering dijumpai pada zona I dan biasanya progresifitas penyakit tidak melalui stadium klasik 1 sampai 3.

 

Threshold disease

Threshold disease berawal dari studi yang dilakukan oleh The Cryotheraphy for Retinopathy of Prematurity (Cryo-ROP) pada kelompok dengan prediksi 50% akan buta tanpa perlakuan. Threshold disease didefinisikan sebagai ROP stadium 3 pada zona I atau II dengan neovaskularisasi ekstraretina pada area lebih dari lima arah jarum jam secara kontinu atau delapan arah jarum jam secara kumulatif dan disertai plus disease.

Pre-threshold disease

The Cryotheraphy for Retinopathy of Prematurity (Cryo-ROP) mendefinisikan pre-threshold disease sebagai ROP pada zona I stadium berapapun, zona II stadium 2 dengan plus disease, atau zona II stadium 3 yang tidak memenuhi kriteria threshold disease. The Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ETROP) membagi pre-threshold disease menjadi dua tipe, yaitu:

1. Tipe 1 (risiko tinggi)

- Zona I : setiap stadium dengan “plus disease”,

- Zona I : stadium 3 tanpa “plus disease”

- Zona II : stadium 2 atau 3 dengan “plus disease”

 

2. Tipe 2 (risiko rendah)

- Zona I : stadium 1 atau 2 tanpa “plus disease”

- Zona II : stadium 3 tanpa “plus disease”

 

ROP Regresi

Sekitar 80-85% dari kasus ROP akan mengalami regresi spontan melalui proses involusi atau evolusi dari fase vasoproliferatif ke fase fibrotik. Regresi spontan bahkan mungkin terjadi pada mata dengan ablasio retina parsial.

 

Diagnosis

Pemeriksaan dalam mendiagnosis ROP dapat ditegakkan dengan menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Persiapan sebelum pemeriksaan,di lakukan pemberian midriatikum tetes mata ± 90 menit sebelum pemeriksaan (misalnya : fenilefrin 2.5% dan tropicamide 0.5%, satu tetes, 2-3 kali, selang-seling tiap 5-10 menit) sampai dicapai dilatasi pupil yang cukup. Instrumen yang dibutuhkan saat pemeriksaan antara lain binocular indirect ophthalmoscope, condensing lens 20D, eyelid speculum dan flynn scleral depressor. Anestesi topikal diteteskan pada kedua mata pasien. Eyelid speculum dipasang pada mata yang akan diperiksa. Pemeriksaan dimulai dengan menilai pupil, dilanjutkan dengan pemeriksaan segmen anterior, kemungkinan adanya rubeosis iridis atau tunika vaskulosa lentis. Pemeriksaan segmen posterior meliputi kondisi retina, area perbatasan vaskularisasi, dan pembuluh darah retina untuk menemukan kemungkinan adanya “plus disease”.

 

Prinsip tatalaksana

Usaha preventif yang optimal berupa pengendalian faktor resiko dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ROP. Tindakan dapat dilakukan pada kasus yang diduga dapat berkembang menjadi retinal detachment dan beresiko menyebabkan kebutaan, yaitu kategori pre-threshold atau threshold disease.

 

Prognosis

Bayi prematur dengan ROP dapat sembuh tanpa disertai gangguan tajam penglihatan dan pertumbuhan pembuluh darah retina dapat kembali normal tanpa penanganan. Dari sebagian besar kasus, 85%-89% kasus ROP akan mengalami regresi spontan. Prognosis penglihatan tergantung pada stadium, zona, luas kelainan dan ada atau tidaknya suatu plus disease