Jumat, 30 Desember 2016

TUMOR KONJUNGTIVA

Tumor konjungtiva merupakan salah satu tumor mata dan adneksa yang paling sering ditemukan. Manifestasi klinis beberapa tumor konjungtiva sulit dibedakan dan sering menyerupai gejala lesi konjungtiva lain. Tumor konjungtiva dapat bersifat jinak atau ganas yang dan menyebabkan morbiditas tajam penglihatan dan mortalitas. World Health Organization (WHO) dalam “Histological typing of tumor of the eye and its adneksa” mengklasifikasikan tumor konjungtiva dan kornea menjadi tumor epitel, tumor stoma, tumor kongenital, tumor karunkel, tumor metastasis dan tumor sekunder, serta simulating lesion.         Squamous papilloma dan kista epitelial merupakan tumor jinak epitel konjungtiva nonmelanositik. Nevus konjungtiva merupakan tumor jinak epitel konjungiva melanositik yang paling sering ditemukan. Tumor ganas konjungtiva nonmelanositik yang sering ditemukan adalah OSSN, sedangkan lesi melanositik yang sering ditemukan antara lain PAM dan melanoma konjungtiva. Tumor stroma konjungtiva dapat berupa tumor vaskuler, fibrosa, lipomatous, dan limfoproliferatif. Tumor kongenital terdiri atas choristoma dan hamartoma. Tumor metastasis pada konjungtiva merupakan lesi yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada keganasan sistemik stadium lanjut. Tumor primer pada tumor metastasis konjungtiva merupakan suatu karsinoma pada bagian lain terutama kanker payudara atau melanoma pada kulit. Tumor sekunder sering berasal dari karsinoma glandula sebacea pada palpebra yang menunjukkan pagetoid spread ke dalam epitel konjungtiva.


 KLASIFIKASI TUMOR EPITEL KONJUNGTIVA
Tipe

Subtipe

Nonmelanositik
Jinak
Squamous papilloma



Keratotic plaque



Keratoachantoma



Reactive
hyperplasia


(pseudoepitheliomatous hyperplasia)


Inverted follicular keratosis


Hereditary epithelial dyskeratosis


Oncocytoma



Dacryoadenoma


Prekanker- kanker
Actinic (solar) keratosis


Conjungtival
intraepithelial


neoplasia (CIN)




Squamous carcinoma


Xeroderma pigmentosum
Melanositik
Jinak
Junctional nevus


Compound nevus


Spitz nevus


Blue nevus


Primary acquired melanosis (PAM)


tanpa atipia


Congenital melanosis


Ras melanosis

Prekanker- kanker
PAM dengan atipia


Melanoma dari nevus


Melanoma dari PAM


Melanoma dari de novo

KLASIFIKASI TUMOR STROMA KONJUNGTIVA


Kategori
Subtipe

Tumor vaskuler
Hemangioma kapiler
Hemangioma kavernosa


Varix
Malformasi racemose


Hemangio pericytoma
Kaposi’s sarcoma


Lymphangiectasia maligna
Limfangioma


Hemangioendothelioma


Tumor fibrosa
Fibroma
Noduler fascitis


Histiocytoma fibrosa jinak
Histiocytoma fibrosa ganas

Tumor neural
Neurofibroma terlokalisasi
Neurofibroma difus


Schwanoma
Tumor sel granuler


(neurolemmoma)


Tumor histiositik
Xanthoma
Juvenile xanthogranuloma


Reticulohistiocytoma


Tumor myxoid
Myxoma


Tumor myogenik
Rhabdomyosarcoma


Tumor lipomatosa
Lipoma
Herniated orbital fat


Liposarkoma


Tumor
Benign reactive lymphoid
Limfoma

limfoproliferatif
hyperplasia


Choristoma
Dermoid
Dermolipoma


Osseus choristoma
Lacrimal gland choristoma


Complex choristoma

 

TUMOR KONGENITAL PADA KONJUNGTIVA

A.                Choristoma
            Choristoma merupakan suatu lesi kongenital yang ditandai dengan terdapatnya jaringan normal pada lokasi yang abnormal. Lesi kongenital ini merupakan hasil dari migrasi jaringan normal atau sisa jaringan normal pada lokasi abnormal selama embriogenesis. Lesi choristoma meliputi limbal dermoid, lipodermoid atau dermolipoma, ectopic lacrimal gland, episcleral osseus choristoma, complex choristoma (Honavar & Manjandavida, 2015; Rosa et al., 2014).
            Choristoma dapat tersusun dari satu tipe jaringan yang disebut dengan simpel choristoma dan berupa kombinasi dari berbagai tipe jaringan yang disebut sebagai choristoma kompleks. Choristoma epibulbar merupakan tumor epibulbar tersering pada anak terutama jenis dermoid dan dermolipoma. Choristoma epibulbar dapat timbul pada kornea, limbus, dan subkonjungtiva. Tumor ini dapat ditemukan mulai dari lesi yang kecil, datar, hingga lesi yang besar dan memenuhi seluruh area epibulbar. Tumor ini sering mengakibatkan astigmatisme (Honavar & Manjandavida, 2015).

B.                 Dermoid
            Dermoid epibulbar secara klinis tampak sebagai tumor yang padat, berupa papula berwarna kuning-putih yang terletak di limbus atau menginvasi limbus,dan sebagian besar terdapat pada kuadran inferotemporal. Ukuran tumor bervariasi, mulai dari tumor kecil pada limbus, tumor besar yang meliputi hampir seluruh permukaan kornea, hingga lesi luas yang menginfiltrasi ke bilik mata depan dan iris. Dermoid tipikal ditemukan pada limbus inferotemporal yang dapat berkaitan dengan Goldenhar` syndrome dan meliputi kumpulan kelainan seperti periauricular skin appendages, anomali vertebra, coloboma eyelid, penurunan pendengaran, dan hipoplasia mandibula (Honavar & Manjandavida, 2015; Rosa et al., 2014).
Dermoid epibulbar secara histolopatologi merupakan suatu choristoma simpel yang terdiri dari jaringan fibrosa padat yang diliputi oleh sel epitel squamos bertingkat. Lesi ini biasanya terdiri dari komponen dermis seperti folikel rambut, glandula sebacea, glandula sudorifera, dan kadang jaringan lemak (Honavar & Manjandavida, 2015).
Dermoid epibulbar berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala gangguan visual dapat diterapi dengan observasi. Eksisi dengan teknik keratosklerektomi dilakukan pada dermoid yang lebih besar dengan atau tanpa flap konjungtiva. Pada sebagian besar kasus, jaringan parut kornea didapatkan menetap pada lokasi eksisi. Terapi sedini mungkin diperlukan pada lesi yang menyebabkan amblyopia (Honavar & Manjandavida, 2015).

  1. Dermolipoma
            Dermolipoma secara klinis nampak sebagai tumor berwarna kekuningan, lunak, fusiform, dan terlokalisasi di temporal atau superotemporal konjungtiva dekat dengan kantus lateralis. Dermolipoma tersusun atas jaringan adiposa, sehingga lebih lunak dan berwarna lebih kuning daripada dermoid. Tumor kongenital ini dapat bersifat asimptomatik hingga tampak potrusi lesi dari forniks konjungtiva superotemporal. Dermolipoma epibulbar didapatkan sebagai massa yang meluas di antara muskulus rektus superior dan lateral hingga area dekat glandula lakrimalis. Selain itu, lesi ini dapat meluas ke posterior ke dalam rongga orbita atau ke anterior mencapai limbus (Rosa et al., 2014; Honavar & Manjandavida, 2015).

           TUMOR METASTASIS PADA KONJUNTIVA

Tumor metastasis pada konjungtiva merupakan lesi yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada keganasan sistemik stadium lanjut. Tumor metastasis ini terjadi ketika terdapat metastasis pada organ lain dan bagian lain dari okuli. Tumor metastasis konjungtiva dapat disebabkan tumor pada bagian lain terutama kanker payudara atau melanoma pada kulit (Weisenthal et al., 2014; Honavar & Manjandavida, 2015).
Tumor metastasis tampak sebagai gambaran massa yang fleshy, berwarna kuning atau merah muda dan berupa tumor stroma tervaskularisasi. Metastasis melanoma pada kulit tampak sebagai suatu gambaran massa berpigmen. Lokasi metastasis dapat ditemukan pada berbagai bagian dari konjungtiva dan biasanya soliter, tetapi juga didapatkan lesi multipel. Tumor metastasis konjungtiva dapat diterapi dengan biopsi eksisional, radioterapi, dan atau kemoterapi (Honavar & Manjandavida, 2015).

 Tumor Sekunder pada Konjungtiva

Konjungtiva dapat terlibat dalam perluasan ekstraokuli dari tumor intraokuli serta perluasan dari tumor palpebra dan tumor orbita. Tumor sekunder yang sering ditemukan berasal dari karsinoma glandula sebacea pada palpebra yang menunjukkan pagetoid spread ke dalam epitel konjungtiva. Perluasan melanoma badan siliar melalui sklera ke dalam jaringan subkonjungtiva dapat memicu melanoma konjungtiva.

Infiltrasi Leukemia

Infiltrasi leukemia pada mata sering kali terjadi di koroid dan retina, tetapi infiltrasi pada konjungtiva dapat juga ditemukan pada beberapa tipe leukemia. Infiltrasi leukemia pada konjungtiva menunjukkan berbagai manifestasi klinis yang dapat terjadi pada satu atau dua mata, dengan infiltrasi difus atau fokal pada substansia propia. Infiltrasi ini dapat terjadi pada konjungtiva bulbi maupun palpebra dan dapat mengakibatkan peningkatan hitung sel leukemia. Lesi pada konjungtiva ini dilaporkan berkaitan dengan leukemia akut dan dapat mengindikasikan terjadinya relaps leukemia (Weisenthal et al., 2014; Honavar & Manjandavida, 2015).