Tumor
konjungtiva merupakan salah satu tumor mata dan adneksa yang paling sering
ditemukan. Manifestasi klinis beberapa tumor konjungtiva sulit dibedakan dan sering
menyerupai gejala lesi konjungtiva lain. Tumor konjungtiva dapat bersifat jinak
atau ganas yang dan menyebabkan morbiditas tajam penglihatan dan mortalitas.
World Health Organization (WHO) dalam “Histological typing of tumor of the eye
and its adneksa” mengklasifikasikan tumor konjungtiva dan kornea menjadi tumor
epitel, tumor stoma, tumor kongenital, tumor karunkel, tumor metastasis dan
tumor sekunder, serta simulating lesion. Squamous
papilloma dan kista epitelial merupakan tumor jinak epitel konjungtiva
nonmelanositik. Nevus konjungtiva merupakan tumor jinak epitel konjungiva
melanositik yang paling sering ditemukan. Tumor ganas konjungtiva nonmelanositik
yang sering ditemukan adalah OSSN, sedangkan lesi melanositik yang sering
ditemukan antara lain PAM dan melanoma konjungtiva. Tumor stroma konjungtiva
dapat berupa tumor vaskuler, fibrosa, lipomatous, dan limfoproliferatif. Tumor
kongenital terdiri atas choristoma dan hamartoma. Tumor metastasis pada konjungtiva
merupakan lesi yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada keganasan
sistemik stadium lanjut. Tumor primer pada tumor metastasis konjungtiva
merupakan suatu karsinoma pada bagian lain terutama kanker payudara atau melanoma
pada kulit. Tumor sekunder sering berasal dari karsinoma glandula sebacea pada
palpebra yang menunjukkan pagetoid spread ke dalam epitel konjungtiva.
KLASIFIKASI TUMOR EPITEL KONJUNGTIVA
Tipe
|
|
Subtipe
|
|
Nonmelanositik
|
Jinak
|
Squamous papilloma
|
|
|
|
Keratotic plaque
|
|
|
|
Keratoachantoma
|
|
|
|
Reactive
|
hyperplasia
|
|
|
(pseudoepitheliomatous
hyperplasia)
|
|
|
|
Inverted follicular keratosis
|
|
|
|
Hereditary epithelial
dyskeratosis
|
|
|
|
Oncocytoma
|
|
|
|
Dacryoadenoma
|
|
|
Prekanker- kanker
|
Actinic (solar) keratosis
|
|
|
|
Conjungtival
|
intraepithelial
|
|
|
neoplasia (CIN)
|
|
|
|
Squamous carcinoma
|
|
|
Xeroderma pigmentosum
|
Melanositik
|
Jinak
|
Junctional nevus
|
|
|
Compound nevus
|
|
|
Spitz nevus
|
|
|
Blue nevus
|
|
|
Primary acquired melanosis (PAM)
|
|
|
tanpa atipia
|
|
|
Congenital melanosis
|
|
|
Ras melanosis
|
|
Prekanker- kanker
|
PAM dengan atipia
|
|
|
Melanoma dari nevus
|
|
|
Melanoma dari PAM
|
|
|
Melanoma dari de novo
|
KLASIFIKASI TUMOR STROMA KONJUNGTIVA
|
Kategori
|
Subtipe
|
|
|
Tumor vaskuler
|
Hemangioma kapiler
|
Hemangioma kavernosa
|
|
|
Varix
|
Malformasi racemose
|
|
|
Hemangio pericytoma
|
Kaposi’s sarcoma
|
|
|
Lymphangiectasia maligna
|
Limfangioma
|
|
|
Hemangioendothelioma
|
|
|
Tumor fibrosa
|
Fibroma
|
Noduler fascitis
|
|
|
Histiocytoma fibrosa jinak
|
Histiocytoma fibrosa ganas
|
|
Tumor neural
|
Neurofibroma terlokalisasi
|
Neurofibroma difus
|
|
|
Schwanoma
|
Tumor sel granuler
|
|
|
(neurolemmoma)
|
|
|
Tumor histiositik
|
Xanthoma
|
Juvenile xanthogranuloma
|
|
|
Reticulohistiocytoma
|
|
|
Tumor myxoid
|
Myxoma
|
|
|
Tumor myogenik
|
Rhabdomyosarcoma
|
|
|
Tumor lipomatosa
|
Lipoma
|
Herniated orbital fat
|
|
|
Liposarkoma
|
|
|
Tumor
|
Benign reactive lymphoid
|
Limfoma
|
|
limfoproliferatif
|
hyperplasia
|
|
|
Choristoma
|
Dermoid
|
Dermolipoma
|
|
|
Osseus choristoma
|
Lacrimal gland choristoma
|
|
|
Complex choristoma
|
|
TUMOR KONGENITAL PADA
KONJUNGTIVA
A.
Choristoma
Choristoma merupakan suatu lesi kongenital yang ditandai
dengan terdapatnya jaringan normal pada lokasi yang abnormal. Lesi kongenital
ini merupakan hasil dari migrasi jaringan normal atau sisa jaringan normal pada
lokasi abnormal selama embriogenesis. Lesi choristoma meliputi limbal dermoid,
lipodermoid atau dermolipoma, ectopic lacrimal gland, episcleral osseus
choristoma, complex choristoma (Honavar & Manjandavida, 2015; Rosa
et al., 2014).
Choristoma dapat tersusun dari satu tipe jaringan yang
disebut dengan simpel choristoma dan berupa kombinasi dari berbagai tipe
jaringan yang disebut sebagai choristoma kompleks. Choristoma epibulbar
merupakan tumor epibulbar tersering pada anak terutama jenis dermoid dan
dermolipoma. Choristoma epibulbar dapat timbul pada kornea, limbus, dan
subkonjungtiva. Tumor ini dapat ditemukan mulai dari lesi yang kecil, datar,
hingga lesi yang besar dan memenuhi seluruh area epibulbar. Tumor ini sering
mengakibatkan astigmatisme (Honavar & Manjandavida, 2015).
B.
Dermoid
Dermoid epibulbar secara klinis tampak sebagai tumor yang
padat, berupa papula berwarna kuning-putih yang terletak di limbus atau
menginvasi limbus,dan sebagian besar terdapat pada kuadran inferotemporal.
Ukuran tumor bervariasi, mulai dari tumor kecil pada limbus, tumor besar yang
meliputi hampir seluruh permukaan kornea, hingga lesi luas yang menginfiltrasi
ke bilik mata depan dan iris. Dermoid tipikal ditemukan pada limbus
inferotemporal yang dapat berkaitan dengan Goldenhar` syndrome dan
meliputi kumpulan kelainan seperti periauricular skin appendages,
anomali vertebra, coloboma eyelid, penurunan pendengaran, dan
hipoplasia mandibula (Honavar & Manjandavida, 2015; Rosa et al.,
2014).
Dermoid epibulbar
secara histolopatologi merupakan suatu choristoma simpel yang terdiri dari
jaringan fibrosa padat yang diliputi oleh sel epitel squamos bertingkat. Lesi
ini biasanya terdiri dari komponen dermis seperti folikel rambut, glandula
sebacea, glandula sudorifera, dan kadang jaringan lemak (Honavar &
Manjandavida, 2015).
Dermoid epibulbar
berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala gangguan visual dapat diterapi
dengan observasi. Eksisi dengan teknik keratosklerektomi dilakukan pada dermoid
yang lebih besar dengan atau tanpa flap konjungtiva. Pada sebagian besar kasus,
jaringan parut kornea didapatkan menetap pada lokasi eksisi. Terapi sedini
mungkin diperlukan pada lesi yang menyebabkan amblyopia (Honavar &
Manjandavida, 2015).
- Dermolipoma
Dermolipoma secara klinis nampak sebagai tumor berwarna
kekuningan, lunak, fusiform, dan terlokalisasi di temporal atau superotemporal
konjungtiva dekat dengan kantus lateralis. Dermolipoma tersusun atas jaringan
adiposa, sehingga lebih lunak dan berwarna lebih kuning daripada dermoid. Tumor
kongenital ini dapat bersifat asimptomatik hingga tampak potrusi lesi dari forniks
konjungtiva superotemporal. Dermolipoma epibulbar didapatkan sebagai massa yang
meluas di antara muskulus rektus superior dan lateral hingga area dekat
glandula lakrimalis. Selain itu, lesi ini dapat meluas ke posterior ke dalam
rongga orbita atau ke anterior mencapai limbus (Rosa et al., 2014; Honavar
& Manjandavida, 2015).
TUMOR METASTASIS PADA KONJUNTIVA
Tumor metastasis pada
konjungtiva merupakan lesi yang jarang ditemukan dan biasanya timbul pada
keganasan sistemik stadium lanjut. Tumor metastasis ini terjadi ketika terdapat
metastasis pada organ lain dan bagian lain dari okuli. Tumor metastasis konjungtiva
dapat disebabkan tumor pada bagian lain terutama kanker payudara atau melanoma
pada kulit (Weisenthal et al., 2014; Honavar & Manjandavida, 2015).
Tumor metastasis tampak
sebagai gambaran massa yang fleshy, berwarna kuning atau merah muda dan berupa
tumor stroma tervaskularisasi. Metastasis melanoma pada kulit tampak sebagai
suatu gambaran massa berpigmen. Lokasi metastasis dapat ditemukan pada berbagai
bagian dari konjungtiva dan biasanya soliter, tetapi juga didapatkan lesi
multipel. Tumor metastasis konjungtiva dapat diterapi dengan biopsi eksisional,
radioterapi, dan atau kemoterapi (Honavar & Manjandavida, 2015).
Tumor Sekunder pada Konjungtiva
Konjungtiva dapat
terlibat dalam perluasan ekstraokuli dari tumor intraokuli serta perluasan dari
tumor palpebra dan tumor orbita. Tumor sekunder yang sering ditemukan berasal
dari karsinoma glandula sebacea pada palpebra yang menunjukkan pagetoid spread
ke dalam epitel konjungtiva. Perluasan melanoma badan siliar melalui sklera ke
dalam jaringan subkonjungtiva dapat memicu melanoma konjungtiva.
Infiltrasi Leukemia
Infiltrasi leukemia pada mata sering kali terjadi di
koroid dan retina, tetapi infiltrasi pada konjungtiva dapat juga ditemukan pada
beberapa tipe leukemia. Infiltrasi leukemia pada konjungtiva menunjukkan
berbagai manifestasi klinis yang dapat terjadi pada satu atau dua mata, dengan
infiltrasi difus atau fokal pada substansia propia. Infiltrasi ini dapat
terjadi pada konjungtiva bulbi maupun palpebra dan dapat mengakibatkan
peningkatan hitung sel leukemia. Lesi pada konjungtiva ini dilaporkan berkaitan
dengan leukemia akut dan dapat mengindikasikan terjadinya relaps leukemia
(Weisenthal et al., 2014; Honavar & Manjandavida, 2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar